Senin, 02 Juni 2014

” Islam Itu Kejam ? “


Qishash atas pembunuh, adalah salah satu syariat Islam yang terus saja direcoki oleh para pegiat HAM. Hukuman mati, oleh mereka, dianggap kejam, tidak sesuai dengan standar HAM. Dari sini, kerancuan para “intelektual” itu dimulai. Mereka demikian getol membela “HAM” pembunuh, tetapi justru melupakan hak-hak hidup manusia yang telah dibunuh. Lebih-lebih jika vonis hukuman yang dijatuhkan sangat ringan, tentu sangat melukai keluarga korban.

Bagaimana pula dengan hak-hak keluarga korban, jika yang terbunuh adalah tulang punggung keluarga? Bagaimana pula jika pelaku adalah pembunuh (bayaran) yang tak kunjung jera, berapa banyak nyawa manusia terancam dengan keberadaannya?

Dari sisi pelaku kejahatan, bisa jadi syariat Islam sangat menakutkan mereka. Namun, sejatinya syariat Islam sangat mengayomi dan memberi rasa adil kepada manusia yang lain. Bahkan, syariat Islam dengan ketegasannya terhadap pelaku kejahatan,mencegah terjadinya kejahatankejahatan lain karena hukum Islam mampu memberi efek jera bagi pelaku dan “caloncalon” pelaku.

Alhasil, syariat Islam mampu melakukan pencegahan kolektif dengan memberikan rasa aman terhadap masyarakat luas sebagai potensi korban. Di sisi lain, Islam juga amat ketat dalam menerapkan hukuman. Misalnya, potong tangan atas pencuri, dibutuhkan kesaksian yang meyakinkan dengan mempersyaratkan nilai nominal tertentu. Tidak bisa hanya mencuri beberapa ribu rupiah misalnya atau dilatarbelakangi rasa lapar, seorang pencuri lantas dipotong tangan.

Demikian juga dengan pelaku zina, hukum rajam hanya diterapkan kepada pelaku zina yang sudah menikah, itu pun jika bisa menghadirkan empat saksi. Dalam hal vonis atas pembunuh, Islam juga memberi opsi lain, yakni diyat (tebusan) atau memaafkan, jika disetujui oleh salah satu keluarga korban. Demikian juga pihak eksekutor, bukanlah individu, melainkan pemerintah atau lembaga berwenang yang mewakili negara.

Jelaslah, betapa minimnya yang akan terkena hukum ini. Betapa indahnya hukum Islam, hukum yang ditetapkan oleh Allah yang menciptakan manusia itu sendiri. Hukum yang mengandung keadilan. Tidak seperti hukum buatan manusia yang bisa dibeli dengan harga yang sangat murah. Tak hanya itu, Islam bahkan menjadi rahmat bagi pelaku, karena hukuman di dunia itu bisa menggugurkan dosanya di akhirat nanti.

Selain ranah pidana, dalam literatur sejarah, Islam juga menjadi bulan-bulanan penyesatan opini. Berbagai referensi sejarah mengisahkan perang demi perang dalam Islam secara tidak berimbang. Apa penyulutnya, pengkhianatan, dan pembatalan perjanjian damai oleh musuh, diabaikan begitu saja.

Padahal perang dalam Islam juga tidak membela suku atau bangsa tertentu, bukan soal perebutan takhta, wanita, pengaruh, atau sekadar minyak bumi, melainkan demi membela agama Allah l. Juga bukan perang barbar layaknya suku-suku primitif, melainkan dipenuhi kasih sayang karena dipagari oleh banyak aturan, seperti larangan membunuh wanita dan anak-anak, larangan membunuh pendeta yang sedang beribadah di tempat ibadahnya, tidak memaksa tawanan untuk masuk Islam, tidak pula memaksauntuk membayar jizyah yang tinggi, dsb.

Bandingkan ketika Eropa di bawah cengkeraman Kepausan yang Katholik, betapa banyak penyesat (Protestan), yang dibantai oleh Katholik yang konon katanya sangat mencintai kasih dan perdamaian? Protestan pun setali tiga uang. Negara-negara Protestan seperti Belanda dan Inggris berlomba dengan Katholik (Spanyol dan Portugis) menyulut peperangan di seluruh dunia dengan menjajah negara-negara lain. Berapa juta nyawa rakyat pribumi yang dibantai mereka?

Negara-negara kafir, yang dipuja-puji setinggi langit oleh para pegiat HAM, nyatanya juga menerapkan hukuman mati,bahkan itu bukan sesuatu yang baru. Berabad abad silam di Eropa, orang sudah mengenal beragam hukuman mati melalui pelbagai alat penyiksaan yang sangat sadis. Sementara itu, cara hukuman mati dalam Islam, yakni pancung (penggal kepala), justru jauh dari sifat menyiksa. Pertanyaannya sekarang, agama mana yang penuh kasih dan sayang?

Oleh karena itu, mari kita pelajari Islam lebih dalam, agar kita tidak menjadi corong propaganda nonmuslim, yang dengan gegabah memvonis Islam itu kejam.

"Syariat Islam Tentang Penetapan dan Pengokohan Hak-Hak Antar Makhluk"

Di antara keindahan yang dapat disaksikan oleh semua manusia adalah Islam mengatur hubungan antara manusia dengan berbagai keberagaman mereka. Adab dan etika pergaulan diajarkan dalam syariat yang agung ini dengan sangat rinci.

Islam mengokohkan hak-hak antar manusia, di samping menjelaskan kewajiban-kewajiban mereka. Islam menjawab dengan tuntas bagaimana manusia bergaul dengan kedua orang tuanya, suami atau istrinya, anakanak dan karib kerabatnya, bagaimana bertetangga, bagaimana bergaul dengan manusia dengan berbagai tingkat akal dan status sosialnya, bagaimana bermuamalah dengan orang-orang kafir, bahkan dengan makhluk lain: malaikat, jin, dan hewan.  Islam menjawabnya dengan rinci tanpa menyisakan kekurangan sedikit pun. Allahu Akbar!

Di antara ayat dan hadits yang banyak yang menetapkan dan mengatur seluruh hak, kewajiban, dan etika pergaulan.

Allah Subhanahuwata’ala berfirman :

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada keduaorangtua, karib kerabat, anak anak yatim, orang-orang miskin,tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat , ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (an- Nisa: 36)

Dengan ditetapkannya etika-etika pergaulan serta pengokohan hak dan kewajiban antar manusia, terwujudlah keseimbangan, kedamaian, dan keselarasan hidup.

Allah Subhanahuwata’ala berfirman :

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

 “Wahai Rabb kami, ampunilah dosa dosa kami dan tindakan- tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami atas kaum yang kafir.” (Ali Imran: 147)


” Mengapa Mereka Ragukan Keindahan Islam? “

Islam seluruhnya indah. Akidahnya adalah akidah yang paling benar, paling lurus, dan menyucikan jiwa. Adab adab yang diajarkannya paling terpuji. Demikian pula amalan-amalan dan  hukum-hukumnya adalah amalan dan hukum yang paling baik dan paling adil. Islam adalah agama kebahagiaan, ketenteraman, serta kemenangan di dunia dan akhirat.

Islam tidak membiarkan manusia dalam kesendiriannya, atau bersama keluarga, sanak saudara, tetangga, atau bersama saudara-saudara seagamanya, bahkan bersama manusia lainnya, tetapi Islam mengajarkan adab-adabnya secara rinci, serta menunjukkan cara-cara bergaul yang membuat kehidupannya damai dan penuh kebahagiaan.

Ketika seseorang mau menatap dan mentadabburi mahasin (keindahan) Islam, sungguh Allah Subhanahuwata’ala akan meresapkan keimanan dan kelezatan iman ke dalam kalbunya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan, menjadikan iman itu indah dalam kalbumu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (al-Hujurat: 7)

Keindahan yang Tidak Terlukiskan Ibnul Qayyim rahimahumullah berkata, “Jika Anda perhatikan hikmah yang sangat agung pada agama yang lurus, syariat yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan segala kesempurnaannya, niscaya keindahan syariat ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, tidak kuasa untuk disifatkan, serta tidak dapat digambarkan oleh orang-orang yang akalnya cemerlang sekalipun. Mereka tidak bisa melakukannya meskipun mereka berkumpul untuk memikirkannya, meskipun mereka semua memiliki akal yang paling sempurna—menurut ukuran akal yang paling cemerlang untuk mengenali keindahan Islam dan menyaksikan keutamaannya.

Sungguh, di alam semesta ini tidak pernah ada syariat yang lebih sempurna, lebih mulia, dan lebih agung darinya. Syariat Islam itu sendirilah yang menjadi saksi dan yang disaksikan, menjadi hujah dan yang didukung oleh hujah, tentang keagungan dan keindahannya. Bahkan seandainya Rasul tidak datang membawa bukti keterangan niscaya sudah cukup syariat ini menjadi bukti dan saksi bahwa ia diturunkan dari sisi Allah Subhanahuwata’ala.” ( Miftah Dar as-Sa’adah)

Syariat Islam sangat agung dan penuh keindahan. Cahaya keindahannya telah menyinari semesta dan setiap orang mampu menatapnya. Akan tetapi, bersama dengan terangnya cahaya kebenaran tersebut, tetap saja kebanyakan manusia lebih suka memilih jalan-jalan setan.

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

“Tidak ada paksaan untuk ( memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (al-Baqarah: 256)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan ajaran Islam mencapai puncak-puncak keindahan, kesempurnaan, dan keadilan karena yang mensyariatkan adalah Allah Subhanahuwata’ala, Dzat yang Mahaindah, Mahasempurna, dan Maha adil. Untuk memeluk agama Islam yang penuh dengan keindahan inilah, seluruh manusia diseru agar tunduk berserah diri beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala.

فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

“Ilah (sesembahan) kalian semua ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepadaorang orang yang tunduk patuh ( kepada Alah).” (al-Hajj: 34)

Sebenarnya Mereka Tahu

Musuh-musuh Allah Subhanahuwata’ala sebenarnya sadar bahwa Islam adalah agama yang mulia, agama yang penuh dengan keindahan. Bahkan, kekaguman itu terucap dari lisan sebagian mereka atau telah masuk dalam relung hati mereka. Akan tetapi, kedengkian dan hasad menghalangi mereka dari hidayah. Kejahilan dan hawa nafsu membuatnhati mereka terbalik, seperti kekufuran Fir’aun dan kaumnya.

فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ آيَاتُنَا مُبْصِرَةً قَالُوا هَٰذَا سِحْرٌ مُّبِينٌ () وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

“Tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka‘Ini adalah sihir yang nyata.’ Mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya. Maka dari itu, perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (an-Naml: 13—14)

Demikian pula ahlul kitab yang di atas ilmu. Mereka berpaling dari hidayah dalam keadaan mengenal kebenaran Islam dan Nabi Muhammad, serta lebih memilih jahannam. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mengenal anak-anak mereka sendiri. Sungguh, sebagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (al-Baqarah: 146)

Dalam ayat lain, Allah Subhanahuwata’ala berfirman tentang ahlul kitab,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِّنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا

“Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.” (an-Nisa: 51)

Ayat ini turun berkenaan dengan dua tokoh ahlul kitab, Huyai bin Akhthab dan Ka’b al-Asyraf. Keduanya mengerti betul kerasulan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keduanya juga sangat yakin akan kebenaran Islam.

Namun, ketika musyrikin Makkah bertanya kepada keduanya saat datang ke Makkah, “Kalian adalah ahlul kitab. Kabarkanlah kepada kami siapa yang lebih mendapat petunjuk, kami atau Muhammad dan pengikutnya?” Keduanya menjawab dengan jawaban yang disebutkan oleh Allah Subhanahuwata’ala dalam ayat di atas, “Kalian (musyrikin Makkah) lebih baik dan lebih lurus jalannya daripada Muhammad dan sahabatnya.”

Demikian pula munafikin, mereka tahu kebenaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keindahan Islam, namun kebencian dan hasad membutakan hati mereka. Di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. sekawanan munafikin mengolok-olok beliau dan para sahabat, menjadikan beliau sebagai bahan ejekan dan senda gurau. Ketika Perang Tabuk, di antara mereka memberikan komentar tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dengan ucapan kekafiran,

“Belum pernah kita melihat semisal mereka para pembaca al-Qur’an (yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat), yang paling rakus makannya, paling dusta ucapannya, dan paling penakut kala berhadapan dengan musuh.”

Allahu Akbar, sungguhmerekatelah mengucapkan sebuah perkataan yang bertolak belakang dengan yang mereka ketahui. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah orang yang rakus atau banyak makan, sebaliknya beliau bersabar dengan kelaparan yang beliau derita. Beliau pernah mengganjal perut dengan bebatuan. Beliau bukan pula pendusta, bahkan manusia menjulukinya sebagai al-Amin sebelum kerasulan beliau.

Tidak sekalipun beliau berdusta. Demikian pula dalam perang, tidak ada seorang pun yang lebih pemberani daripada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua tuduhan munafikin dan orang kafir kepada Islam dan Nabi Islam adalah dusta. Sepanjang sejarah, iblis dan bala tentaranya berusaha memalingkan manusia dari Islam dengan menyematkan tuduhan-tuduhan keji terhadap Islam.

Padahal Islam diliputi dengan keindahan. Enam tahun silam misalnya, sebagian orang menyebarkan gambar karikatur Nabi bersorbankan rudal, menggambarkan kekejaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan syariat Islam yang beliau bawa. Padahal semua tahu, sejarah manusia menyaksikan, dunia pun menjadi saksi bisu bahwa orang-orang kafirlah yang justru telahmembuat kerusakan di muka bumi.

Merekalah yang telah menumpahkan darah-darah manusia. Merekalah yang menebarkan kekejaman dan kekejian. Terkait kejadian ini, asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Media massa, baik surat kabar maupun yang lainnya, telah menyebarkan berita-berita menyedihkan dan melukai (umat), yang bersumber dari musuhmusuh Islam yang dengki dan terputus dari kebaikan, yang menyudutkan agama dan nabi Islam. (Di antaranya) perbuatan yang mengandung celaan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjelek-jelekkan risalahnya, baik yang muncul dari individu maupun organisasi Nasrani yang menyimpan kedengkian.

Juga dari sebagian penulis yang dengki dan orang yang tidak peduli, seperti para karikaturis sebuah surat kabar Denmark, Jylland Posten, yang menghina sebaik-baik manusia dan rasul paling sempurna, yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Padahal, bumi tidak pernah mengetahui ada orang yang lebih cerdas dan lebih mulia daripada beliau dalam hal akhlak, keadilan, dan kasih sayang. Tidak pernah diketahui ada satu risalah pun yang lebih sempurna, lebih menyeluruh, lebih adil, dan lebih kasih sayang daripada risalah beliau.

Risalah ini mengandung keimanan terhadap seluruh nabi dan rasul, menghormati mereka dan menjaga mereka dari tikaman dan penghinaan, serta menjaga sejarah mereka. Di antara para rasul tersebut adalah ‘Isa dan Musa ‘Alaihisslam. Barang siapa kafir terhadap Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menghinanya, berarti dia telah kafir terhadap para rasul dan menghina mereka semuanya.

Sungguh, orang-orang rendahan dan buas itu telah mengolok-olok beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka telah membuat beragam karikatur, berjumlah dua belas karikatur yang sangat menghina. Salah satunya menampilkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengenakan sorban yang menyerupai bom di atas kepalanya.”

Pembaca, demikianlah musuh-musuh Islam mengolok-olok dan menuduh Islam sebagai agama kejam, keji, dan agama yang menyebarkan teror. Tidak tanggungtanggung, mereka merobek kehormatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia, padahal sesungguhnya mereka mengetahui kemuliaan Islam dan kebobrokan diri mereka sendiri….

Asy-Syaikh Rabi’ berkata selanjutnya, “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para khalifahnya yang terbimbing, dan para sahabatnya yang mulia, tidak pernah membuat pabrik-pabrik senjata, meski persenjataan kuno sekalipun, baik pedang maupun tombak, lebih-lebih bom atom dan rudal antarbenua, serta semua jenis senjata pemusnah massal. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membuat satu pun pabrik senjata karena beliau diutus sebagai rahmat bagi alam semesta….

Adapun kalian, wahai orangorang Barat yang sok mengaku modern, kami nyatakan kepada kalian bahwa sesungguhnya kalian memiliki aturan dan perundang-undangan yang menghancurkan akhlak dan membolehkan

berbagai perkara yang haram. Di antaranya adalah zina dan penyimpangan seksual. Di antaranya juga adalah riba yang menghancurkan ekonomi umat. Kalian menghalalkan bangkai dan daging babi yang mengakibatkan sifat dayyuts sehingga seorang laki-laki tidak merasa cemburu terhadap istrinya, saudara wanitanya, dan anak perempuannya. Kemudian wanita-wanita itu berzina dan mencari pasangan kumpul kebo semaunya. Ini adalah sarana-sarana penghancur yang diharamkan oleh risalah semua rasul.

Adapun bom dan seluruh senjata pemusnah serta sarana-sarananya, baik  pesawat tempur, tank, maupun rudal jelajah, sesungguhnya kalianlah para insinyur dan produsennya. Semua itu dengan akal setan kalian yang tidak berpikir selain demi permusuhan, kezaliman, kekerasan, melampaui batas, ketamakan menguasai seluruh jenis manusia serta memperbudak mereka, menumpahkan darah dan merampok kekayaan mereka… Semua itu dipoles dengan nama kemajuan, membela hak asasi manusia, kebebasan, dan keadilan….”1

Wahai orang-orang yang tertipu, siapakah yang berbuat kerusakan di muka bumi? Para nabi dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mereka para kafir durjana?

Faedah Mempelajari Keindahan Islam

Di tengah-tengah badai fitnah dan perang pemikiran, serta semakin jauhnya sebagian kaum muslimin dari mengenal keindahan agamanya, pembahasan mengenai mahasin dinul Islam menjadi perkara yang sangat penting karena:

1. Mentadabburi dalil-dalil al-Kitab dan as-Sunnah tentang keindahan Islam termasuk amalan yang termulia. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shad: 29)

2. Mempelajari dan mentadabburi keindahan Islam adalah salah satu bentuk syukur terhadap nikmat Islam yang dianugerahkan oleh Allah Subhanahuwata’ala. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (adh-Dhuha: 11)

3. Merenungkan keindahan Islam dan kesempurnaan syariat Allah Subhanahuwata’ala adalah salah satu sebab bertambahnya keimanan, hingga ia merasakan kelezatan iman. Semakin kuat perhatian seorang muslim terhadap keindahan agama ini, semakin kokoh tapak kakinya dalam mengenal agama ini, mengenal keindahan dan kesempurnaannya, serta keburukan apa pun yang menyelisihinya. Ia pun menjadi orang yang kuat keimanannya.

Barang siapa mengenal Islam di atas ilmu, dia akan ridha Allah Subhanahuwata’ala sebagai Rabbnya, Muhammad Subhanahuwata’ala sebagai nabinya, dan Islam sebagai agamanya, serta tidak pernah terbetik dalam kalbunya untuk mencari ganti selain Islam.

Rasulullah Subhanahuwata’ala bersabda (yang artinya), “Tiga sifat yang jika itu ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: (Pertama) Allah Subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya (; Kedua) ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah Subhanahuwata’ala;(Ketiga) ia membenci untuk kembali kepada kekafira setelah Allah menyelamatkannya darinya  sebagaimana ia benci untuk dilempar dalam api.”

4. Mempelajari dan menyebarkan mahasin Islam termasuk sebesar-besar dakwah kepada orang kafir untuk masuk ke dalam agama Islam.

5. Mempelajari dan menyebarkan mahasin Islam termasuk sebesar-besar dakwah (ajakan) kepada kaum muslimin untuk lebih bertamassuk (berpegang teguh) dengan Islam.

6. Pembahasan mahasinul Islam juga sebagai bantahan bagi musuh-musuh Allah Subhanahuwata’ala yang selalu memutarbalikkan fakta, dan menyematkan tuduhantuduhan keji terhadap Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demi Allah, pembahasan mahasinul Islam, seperti diungkapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahumullah, tidak mungkin kita ibaratkan dengan kata-kata. Seandainya seluruh orang cerdas mendiskusikannya tidaklah mungkin mereka mampu menunaikan hak-haknya.

Apa yang kita lakukan hanyalah upaya kecil untuk menyadarkan diri kita dari kelalaian, dan usaha untuk mensyukuri nikmat Islam yang Allah Subhanahuwata’ala anugerahkan kepada kita. Di samping itu, kita berusaha memberikan peringatan kepada musuh-musuh Allah Subhanahuwata’ala yang berupaya mengolok-olok Islam bahwa makar busuk mereka tidak pernah akan berhasil.

Sebab, Allah Subhanahuwata’ala lah yang menyempurnakan cahaya agama-Nya, kemudian di hadapan mereka sungguh ada azab yang pedih.

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (ash-Shaff: 8)

” Menyelami Samudra Keindahan Islam “
   
Islam adalah Agama Seluruh Nabi dan Rasul Islam adalah agama yang memiliki fadhilah (keutamaan) yang tidak terhingga. Siapa pun yang menyelaminya, dia akan mendapatkan betapa luas dan dalamnya keindahan itu. Di antara keutamaannya, Islam adalah agama seluruh nabi dan rasul. Islam secara syariat adalah:

الْاِسْتِسْ مَالُ لِلهِ بِالتَّوْحِيدِ وَالْاِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ وَالْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأهَْلِهِ

“Menyerahkan diri kepada Allah Subhanahuwata’ala denganmentauhidkan-Nya, tunduk kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan ketaatan kepada-Nya, serta berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.”

Agama Islam inilah yang didakwahkan oleh seluruh nabi dan rasul kepada umatnya, dari rasul yang pertama hingga diutusnya penutup para nabi, Muhammad bin Abdillah radhiyallahu anhu.  Perbedaan yang ada dari risalah nabi dan rasul hanya pada ahkam (hukum hukum tata cara ibadah) yang memang Allah Subhanahuwata’ala menetapkannya berbeda sesuai dengan zaman dan keadaan setiap umat.

Sebagai contoh, dalam syariat terdahulu, tanah tidak dijadikan sebagai alat bersuci. Adapun dalam syariat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanah menjadi pengganti air untuk bersuci, yakni dengan bertayammum. Dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terhapuslah semua hukum nabi nabi terdahulu. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَ تَّالٍ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

“Para nabi adalah saudara dengan ibu-ibu yang berbeda, namun agamanya satu.” (HR. al-Bukhari no. 3187)

Makna hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa semua nabi dan rasul berada pada satu pokok agama, yaitu Islam dengan maknanya secara syar’i: Menyerahkan diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya tunduk kepada Alah  dengan ketaatan kepada-Nya, serta berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku syirik.

Adapun dalam ahkam (tata cara ibadahnya) terdapat beberapa perbedaan. Sungguh, ini adalah keindahan Islam. Sebuah kebahagiaan ketika seorang memeluk agama Islam, agama yang dipeluk dan diserukan oleh seluruh nabi dan rasul. Alangkah bahagianya ketika kita masuk ke dalam jannah—insya Allah—bersama dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta seluruh nabi dan rasul.

Perhatikanlah, Saudaraku. Ketika kaum Yahudi dan Nasrani, mengklaim bahwa Nabi Ibrahim Alaihisslam adalah Yahudi atau Nasrani, Allah Subhanahuwata’ala membantah persangkaan mereka. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus (berpaling dari kesyirikan) lagi muslim (berserahdirikepada Allah). Sekali-kali dia bukanlah termasuk golongan orang – orang musyrik.” (Ali Imran: 67)

Demikian pula Isa bin Maryam ‘Alaihissalam, Demi Allah, beliau bukanlah Nasrani. Beliau tidak mengajari umatnya untuk menyembah dirinya. Beliau tidak pula mengajari manusia untuk menyembah ibunya, Maryam. Yang beliau dakwahkan adalah Islam, memerintahkan manusia untuk beribadah hanya kepada Allah Subhanahuwata’ala dan meninggalkan peribadahan kepada selain-Nya. Nabi Isa ‘Alaihissalam berlepas diri dari ucapan dan keyakinan kaum Nasrani. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيْنِ مِن دُونِ اللَّهِ ۖ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ ۚ إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ ۚ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ ۚ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ () مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۚ وَكُنتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَّا دُمْتُ فِيهِمْ ۖ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنتَ أَنتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنتَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ ()

Dan (ingatlah) ketika Allah Subhanahuwata’ala berfirman“ ,Hai  isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang ilah (sesembahan) selain Allah?’ Isa menjawab, ‘Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku ( mengatakannya).Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak  mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabb kalian, dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada diantara mereka. Maka setelah Engkau angkat aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu’.” (al-Maidah: 116—117)

Nabi Isa ‘Alaihissalam, yang kini masih hidup di langit. Di akhir zaman, beliau akan turun ke muka bumi menegakkan syariat Islam beserta hukum-hukum yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan dengan tawadhu’ beliau shalat di belakang Imam Mahdi.

… فَبَيْنَمَا إِمَامُهُمْ قَدْ تَقَدَّمَ يُصَلِّي بِهِمُ الصُّبْحَ إِذْ نَزَلَ عَلَيْهِمْ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ الصُّبْحَ فَرَجَعَ ذَلِكَ الْإِمَامُ يَنْكُصُ يَمْشِي الْقَهْقَرِي لِيَتَقَدَّمَ عِيْسَى يُصَلِّي بِالنَّاسِ فَيَضَعُ عِيْسَى يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ لَهُ: تَقَدَّمْ فَصَلِّ، فَإِنَّهَا لَكَ أُقِيمَتْ. فَيُصَلِّي بِهِمْ إِمَامُهُم

“… Tatkala imam mereka (al-Mahdi) maju untuk mengimami shalat subuh, tiba tiba turun kepada mereka‘Isa bin Maryam ‘Alaihissalam. Bergegas mundurlah Imam Mahdi kebelakang agar Nabi ‘Isa ‘Alaihissalam mengimami manusia. Nabi‘Isa pun meletakkan tangan beliau diantara pundak al-Mahdi seraya berkata, ‘Maju dan shalatlah, karena untukmu shalat ini ditegakkan’. Akhirnya Imam Mahdi maju mengimami shalat.”

Nabi Musa ‘Alaihissalam, salah seorang nabi termulia dari bani Israil, termasuk ulul ‘azmi, agama yang beliau serukan kepada Fir’aun dan pengikutnya juga Islam. Namun, mereka menolaknya. Di saat yang Allah Subhanahuwata’ala tidak menerima lagi tobat, barulah Fir’aun bertobat dan menyatakan keislaman. Perhatikan firman Allah Subhanahuwata’ala berikut.

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Dan Kami memungkinkan bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia, “Saya beriman bahwa tidak ada ilah selain ilah yang diimani oleh bani Israil, dan saya termasuk kaum muslimin (orang – orang yang berserah diri kepada Allah).” (Yunus: 90)

Perhatikan ucapan Fir’aun di saat ajalnya. Ia menyatakan dirinya seorang muslim, beriman kepada Musa Alaihissalam. Namun, ia menyatakannya saat Allah Subhanahuwata’ala tidak lagi menerima keislaman seseorang. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ

“Apakah sekarang (barukamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Yunus: 91)

Inilah salah satu keindahan Islam, semua nabi dan rasul menyerukan Islam, memerintahkan umatnya mengesakan Allah l dalam beribadah dan meninggalkan thaghut, sesembahan selain Allah l.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” Lantas diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang – orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka dar itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang orang yang mendustakan (rasul rasul). (an-Nahl: 36)

Dalam ayat yang lain, Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ تَهْتَدُوا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ () قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ()

Mereka berkata,“Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.” Katakanlah,“Tidak, bahkan (kami mengikuti) agamaIbrahim yang lurus. Dan bukanlah dia(Ibrahim) dari golongan orang musyrik.” Katakanlah (hai orang-orang mukmin), Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepadak ami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’kub, dan anak cucunya, sertaapa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidakmembeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (al- Baqarah: 135-136)

Islam, Agama yang Diridhai oleh Allah Subhanahuwata’ala

Di antara keindahan Islam yang sangat mendasar, Islam adalah satusatunya agama yang diridhai oleh Allah Subhanahuwata’ala. Allah Subhanahuwata’ala tidak menerima dari seorang hamba selain Islam. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barang siapa mencari agama selain agamaIslam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

As-Sa’di t berkata, “Barang siapa beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan selain agama Islam yang Allah Subhanahuwata’ala meridhainya untuk hamba-Nya, sungguh amalannya tertolak, tidak diterima. Sebab, agama Islam sajalah yang mengandung ketundukan kepada Allah l, ketulusan (dalam beribadah kepada-Nya), dan ketaatan kepada para rasul-Nya. Siapa pun yang tidak membawa Islam berarti ia tidak menempuh sebab keselamatan dari azab Allah l dan keberuntungan dengan pahala-Nya. Semua agama selain Islam adalah batil.” (Tafsir as-Sa’di)

Dalam ayat lain, Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama(yang diridhai) dissi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran: 19)

Satu kemuliaan ini saja sebenarnya sudah cukup bagi seseorang untuk memeluk agama yang mulia ini, agar dirinya dirahmati oleh Allah l dan memperoleh keberuntungan di dunia dan akhirat, serta selamat dari azab-Nya Subhanahuwata’ala.

Saudaraku, di Padang Mahsyar kelak, kaum musyrikin mengikuti sesembahansesembahan mereka masuk ke dalam neraka. Demikian pula Yahudi dan Nasrani masuk ke dalam neraka sebelum jembatan dipancangkan. Yang tersisa hanya kaum muslimin, yaitu seluruh nabi dan rasul serta orang-orang yang beriman kepada mereka. Termasuk yang masih berdiri bersama kaum muslimin adalah orang-orang yang menampakkan dirinya Islam padahal ia kafir (munafik).

Al-Imam Muslim rahimahumullah meriwayatkan sebuah hadits yang sangat panjang dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu no. 269, di antara teksnya adalah:

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ أَذَّنَ مُؤَذِّنٌ: لِيَتَّبِعْ كُلُّ أُمَّةٍ مَا كَانَتْ تَعْبُدُ؛ فَ يَبْقَى أَحَدٌ كَانَ يَعْبُدُ غَيْرَ اللهِ سُبْحَانَهُ مِنَ الْأَصْنَامِ وَالْأَنْصَابِ إِلَّا يَتَسَاقَطُونَ فِي النَّارِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَبْقَ إِلَّا مَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللهَ مِنْ بَرٍّ وَفَاجِرٍ وَغُبَّرِ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَيُدْعَى الْيَهُودُ فَيُقَالُ لَهُمْ : مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ؟ قَالُوا: كُنَّا نَعْبُدُ عُزَيْرَ ابْنَ اللهِ. فَيُقَالُ: كَذَبْتُمْ، مَا اتَّخَذَ اللهُ مِنْ صَاحِبَةٍ وَلَا وَلَدٍ، فَمَاذَا تَبْغُونَ؟ قَالُوا: عَطِشْنَا، يَا رَبَّنَا فَاسْقِنَا. فَيُشَارُ إِلَيْهِمْ: أَلَا تَرِدُونَ؟ فَيُحْشَرُونَ إِلَى النَّارِ كَأَنَّهَا سَرَابٌ يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا فَيَتَسَاقَطُونَ فِي النَّارِ؛ ثُمَّ يُدْعَى النَّصَارَى فَيُقَالُ لَهُمْ: مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ ؟ قَالُوا : كُنَّا نَعْبُدُ الْمَسِيحَ ابْنَ اللهِ. فَيُقَالُ لَهُمْ: كَذَبْتُمْ، مَا اتَّخَذَ اللهُ مِنْ صَاحِبَةٍ وَلَا وَلَدٍ . فَيُقَالُ لَهُمْ : مَاذَ ا تَبْغُونَ ؟ فَيَقُولُونَ عَطِشْنَا، يَا رَبَّنَا فَاسْقِنَا. قَالَ: فَيُشَارُ إِلَيْهِمْ: أَلَا تَرِدُونَ؟ فَيُحْشَرُونَ إِلَى جَهَنَّمَ كَأَنَّهَا سَرَابٌ يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا فَيَتَسَاقَطُونَ فِي النَّارِ؛ حَتَّى إِذَا لَمْ يَبْقَ إِلَّا مَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللهَ تَعَالَى مِنْ بَرٍّ وَفَاجِرٍ أَتَاهُمْ رَبُّ الْعَالَمِينَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى …

Ketika hari kiamat terjadi, ada penyeru yang mengumumkan,“Setiap umat hendaklah mengikuti apa yang dahulu disembah.”Tidak tersisa orang orang yang dahulu menyembah selain Allah Subhanahuwata’ala ,yakni berhala, selain berjatuhan ke dalam neraka. Hingga yang tinggal hanya orang-orang yang menyembah Allah l, ada yang baik dan ada yang jahat serta sisa-sisa Ahli Kitab.

Dipanggillah orang-orang Yahudi. Mereka ditanya,“Apa yang dahulu kalian sembah?” Mereka menjawab, “Kami menyembah Uzair, anak Allah.” Dikatakan,“Kalian dusta! Allah tidak menjadikan seorang pun sebagai istri atau anak. Lalu apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab,“Kami haus, wahai Rabb kami, berilah kami minum!” Lalu ditunjukkan kepada mereka,“Kenapa kalian tidakdatang kesana?” Mereka digiring ke neraka, seolah-olah neraka itu fatamorgana yang saling menghancurkan. Mereka pun berjatuhan ke dalam neraka.

Kemudian orang-orang Nasrani dipanggil. Mereka ditanya, “Apa yang dahulu kalian sembah?” Mereka menjawab,“Kami menyembah Isa al- Masih anak Allah.” Dikatakan kepada mereka, “Kalian dusta! Allah tidak menjadikan seorang pun sebagai istri atau anak. Apa yang kalian inginkan?”Mereka menjawab,“Kami haus, wahai Rabb, berilah kami minum.” Lalu ditunjukkan kepada mereka, “Kenapa kalian tidak datang kesana?” Mereka digiring ke neraka Jahanam, seolah-olah neraka itu fatamorgana yang saling menghancurkan. Mereka pun berguguran kedalam neraka. Ketika yang tinggal hanya orang orang yang dahulu menyembah Allah Subhanahuwata’ala (yang baik dan yang jahat),Allah Subhanahuwata’ala datang kepada mereka…

Islam Mengeluarkan Manusia dari Kegelapan Menuju Cahaya

Keindahan Islam ini disaksikan oleh semua mata manusia, dan dibuktikan oleh sejarah kehidupan manusia. Islam mengeluarkan manusia dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid, mengeluarkan manusia dari kegelapan kemaksiatan menuju cahaya ketaatan, kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan ( kekafiran) . Mereka itu adalah penghuni neraka;  mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah: 257)

Dahulu manusia berada di atas Islam, mentauhidkan Allah l dalam beribadah kepada-Nya. Kemudian muncullah awal kesyirikan di masa Nabi Nuh ‘Alaihisslam. Sekelompok manusia ketika itu menjadikan Wadd, Suwa’, Yaghuts, dan Nasr sebagai sesembahan selain Allah Subhanahuwata’ala. Allah Subhanahuwata’ala pun mengutus Nuh ‘Alaihissalam menyeru manusia mengajak mereka keluar dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid.

Demikian seterusnya, Allah Subhanahuwata’ala mengutus para rasul-Nya silih berganti. Hingga Allah Subhanahuwata’ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada manusia seluruhnya, di saat kegelapan jahiliah meliputi kehidupan anak manusia. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka ,yang membacakan ayat ayat-Nya kepada mereka, menyucikan merekadan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah  (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar benar dalam kesesatan yang nyata.” (al-Jumu’ah: 2)

Sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, umat manusia secara menyeluruh berada pada masa kejahiliahan. Mereka diperbudak oleh kesyirikan. Dunia juga gelap dipenuhi kezaliman dan kerusakan di muka bumi.

Sebagai contoh, kaum wanita benarbenar dijatuhkan kedudukannya. Wanita adalah barang dagangan dan warisan, tidak ada nilainya sedikit pun. Bahkan, manusia merasa malu dengan karunia Allah Subhanahuwata’ala berupa anak perempuan, hingga mereka tega menguburkan anak perempuannya hidup-hidup menjemput kematian dengan sangat tragis.

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِالْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ () يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ ()

“Apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah ) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (an-Nahl: 58—59)

Demikianlah kejahiliahan melingkupi, hingga datang cahaya Islam mengeluarkan manusia dari kegelapan masa jahiliah menuju cahaya hidayah. Manusia lepas dari belenggu kesyirikan, hak-hak manusia terjaga, termasuk kaum wanita, diangkat dan dihormati hak-hak mereka. Manusia pun bersatu dalam ikatan Islam, dan berusaha menjauhkan diri dari kezaliman. Allah Subhanahuwata’ala berfirman mengingatkan nikmat ukhuwah,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai. Ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, kemudian Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Kalian telah berada ditepi jurang neraka ,lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk.” (Ali Imran: 103)

Islam, Fitrah yang Seluruh Manusia Terlahir di Atasnya

Di antara keindahan Islam, Islam adalah agama yang manusia dilahirkan di atasnya. Inilah fitrah yang Allah Subhanahuwata’ala tetapkan atas seluruh manusia. Oleh karena itu, seluruh syariat Islam diterima oleh akal sehat dan fitrah yang selamat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ، هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ

“Semua bayit erlahir di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkannya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. Seperti halnya hewan ternak yang dilahirkan, apakah engkau dapatkan lahir dalam keadaan terpotong (dicacati)?” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Fitrah yang dimaksud dalam hadits ini adalah Islam, sebagaimana diterangkan oleh riwayat lain dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikianlah, manusia diciptakan di atas Islam, di atas tauhid, meyakini Allah Subhanahuwata’ala sebagai Rabbul ‘alamin, meyakini bahwa Dia adalah satu-satunya yang berhak diibadahi.

Allah Subhanahuwata’ala  mengabarkan, manusia seluruhnya telah diambil persaksiannya di hadapan Allah Subhanahuwata’ala  bahwa mereka adalah para hamba-Nya.

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ () أَوْ تَقُولُوا إِنَّمَا أَشْرَكَ آبَاؤُنَا مِن قَبْلُ وَكُنَّا ذُرِّيَّةً مِّن بَعْدِهِمْ ۖ أَفَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ الْمُبْطِلُونَ ()

“ Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman),“Bukankah Aku ini Rabb kalian?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau adalah Rabb kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang  lengah terhadap ini ( keesaan Rabb)”, atau agar kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Rabb sejak dahulu,sedangkan kami ini adalah anak anak keturunan yang ( datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” (al-A’raf: 172—173)

Karena Islam adalah fitrah yang manusia terlahir di atasnya, semua ajaran Islam adalah ajaran yang diterima oleh fitrah manusia, menyucikan jiwa mereka, dan tidak memberatkan.

Islam adalah Agama yang Mudah

Di antara keindahan Islam, ia adalah agama yang mudah, tidak memberatkan sama sekali. Bahkan, siapa yang berpegang dengannya, ia dapatkan semuanya dimudahkan oleh Allah Subhanahuwata’ala. Akidah Islam adalah akidah yang mudah, karena ia sesuai dengan fitrah penciptaan manusia.

Demikian pula ibadah, muamalah, dan akhlak yang diajarkan Islam, semuanya mudah dan mendatangkan maslahat (kebaikan kebaikan) dunia dan akhirat. Keindahan Islam berupa kemudahan ini ditunjukkan oleh dalil-dalil dari al- Kitab dan as-Sunnah. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“… Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat- Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (al-Maidah: 6)

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Alah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” (al-Baqarah: 185)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah n bersabda menegaskan pokok yang agung ini,

إِنَّ هَذَا الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌإِلَّا غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama Islam ini mudah, dan tidak ada seorang pun memperberat agama ini melainkan ia akan dikalahkan.” (HR. al-Bukhari dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Shalat lima waktu, misalnya, Allah Subhanahuwata’ala mewajibkannya pada waktu-waktu yang sesuai, tidak mengganggu keseimbangan kehidupan seseorang di dunia ini. Bahkan, dengan shalat, seseorang senantiasa memperoleh dua kebaikan sekaligus, kebaikan dunia dan akhirat. Shalat subuh misalnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللهِ

“Barang siapa shalat subuh, dia dalam jaminan Allah Subhanahuwata’ala.” (HR. Muslim dari sahabat Jundab bin Abdillah al- Qasri radhiyallahu anhu)

Belum lagi faedah-faedah lain yang bersifat duniawi dan ukhrawi dari ibadah shalat; menggugurkan dosa-dosa, mencegah perbuatan keji dan mungkar, shalat berjamaah mempererat ukhuwah, tidak lupa pula keutamaan kalimat “Amin” dalam sabda-sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kalimat inilah yang menyebabkan orangorang Yahudi sangat iri kepada kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ماَ حَسَدَكُمُ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ مَا حَسَدُوكُمْ عَلَى السَّ مَالِ وَالتَّأْمِينِ

“Yahu ditidaklah hasad terhadap sesuatu yang ada pada kalian sebagaimana hasad mereka terhadap kalian dalam hal ucapan salam dan amin.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabal Mufrad, dan dinyatakan sahih oleh al-Albani)

Semua keutamaan shalat semakin memperingan ibadah yang agung ini. Demikianlah semua syariat Islam, mudah dan dimudahkan oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Islam adalah Agama yang Diperkokoh

dengan Bukti yang Kuat Islam adalah agama yang diperkuat oleh mukjizat, bukti-bukti yang nyata, dan dalil-dalil yang terang. Setiap mata yang menyaksikannya akan yakin bahwa Islam adalah syariat yang datang dari Allah Subhanahuwata’ala.

Dalam mendakwahkan Islam, seluruh nabi dan rasul diperkuat oleh Allah Subhanahuwata’ala dengan bukti kebenaran dakwah mereka. Tentang Nabi Isa ‘Alaihissalam, Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

وَرَسُولًا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُم بِآيَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُم مِّنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَىٰ بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُنَبِّئُكُم بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda(mukjizat) dariRabb-mu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan dirumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.” (Ali Imran: 49)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ قَدْ أُعْطِيَ مِنَ

“Tidak ada seorang nabi pun, kecuali diberi mukjizat yang dengan semisal itu manusia beriman, dan (di antara) mukjizat yang dianugerahkan kepadaku adalah wahyu yang Allah Subhanahuwata’ala wahyukan kepadaku, dan aku berharap menjadi nabi yang terbanyak pengikutnya di hari kiamat.” (ShahihMuslim no. 152 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Sebagai rasul terakhir, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi oleh Allah Subhanahuwata’ala mukjizat yang sangat banyak dan beragam. Ulama menyebutkan bahwa mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencapai ribuan, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 60.000 mukjizat. Subhanallah!

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahumullah, beliau berkata, “Perjalanan hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh termasuk ayat-ayat (mukjizat), demikian pula akhlaknya, sabda-sabdanya, perbuatan-perbuatannya, syariatnya, umatnya, dan karamah-karamah orang orang saleh dari umat beliau, semua itu termasuk ayat (mukjizat-mukjizat) beliau.”

Mukjizat-mukjizat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak dan beragam itu bisa dibagi menjadi dua kelompok:

1. Mukjizat-mukjizat yang terjadi di masa hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berakhir dengan wafatnya beliau. Misalnya, makanan dan minuman yang sedikit menjadi banyak dengan berkah Allah Subhanahuwata’ala, demikian pula keluarnya air yang melimpah dari jari-jemari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua mukjizat itu berakhir dengan wafatnya beliau.

2. Mukjizat yang terus berlangsung sesudah wafatnya hingga hari kiamat. Contohnya, al-Qur’an dan beritaberita gaib yang beliau kabarkan dalam sabda-sabdanya yang mulia lantas terjadi sebagaimana yang beliau kabarkan, seperti tanda-tanda hari kiamat.

Wahai segenap manusia, sejenak kita lihat sebagian kecil dari mukjizat al- Qur’an, yaitu penjagaan yang dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala dalam firman-Nya,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkanal-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al- Hijr: 9)

Di antara yang Allah Subhanahuwata’ala jaga adalah lafadznya. Tidakkah kita renungkan, sejak empat belas abad silam al-Qur’an diturunkan, selama itu pula manusia dan jin seluruhnya ditantang untuk membuat satu surat saja yang terpendek yang semisal dengan al-Qur’an. Adakah orang yang mampu membuatkannya? Mana ahli bahasa? Mana ahli sastra Arab? Adakah al- Qur’an berubah lafadznya, hurufnya?

Wahai musuh-musuh Allah Subhanahuwata’ala, wahai semua orang kafir dan munafik dari kalangan jin dan manusia, berkumpullah kalian untuk mengubah satu saja ayat al-Qur’an. Bukankah kalian paling bersemangat untuk menghancurkan Islam? Jika kalian tidak mampu… dan sungguh empat belas abad telah berlalu, kalian semua lemah. Bersegeralah kalian bertobat. Peluklah agama Islam ini sebelum datangnya azab Allah Subhanahuwata’ala atas kalian.

Islam adalah Agama yang Dijaga dari Tabdil (Perubahan)

Di antara keindahan Islam, agama Islam adalah agama yang senantiasa dijaga oleh Allah Subhanahuwata’ala hingga hari kiamat. Penjagaan itu meliputi penjagaan sumber hukum Islam yaitu al-Qur’an dan hadits. Allah Subhanahuwata’ala juga terus menjaga keberadaan generasi yang senantiasa mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Dalil yang menunjukkan bahwa Allah Subhanahuwata’ala menjaga al-Qur’an dan as-Sunnah adalah firman Allah Subhanahuwata’ala,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr: 9)

Adapun penjagaan al-Qur’an yang dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala adalah pemeliharaan lafadz (huruf-huruf) nya. Semua ayat al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir. Tidak ada satu lafadz pun dari al-Qur’an yang dapat diubah oleh manusia (dan jin) sebagaimana telah disinggung di atas.

Allah Subhanahuwata’ala menjaga pula pemahaman al-Qur’an dari penyimpangan, yaitu dengan Allah Subhanahuwata’ala jaga hadits-hadits Rasulullah n yang berfungsi sebagai penjelas al-Qur’an atau sebagai penafsir al-Qur’an.

Di antara bentuk penjagaan Allah Subhanahuwata’ala terhadap hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Subhanahuwata’ala  menyiapkan generasi ahlul hadits yang gigih menjaga kemurnian hadits, sejak zaman sahabat, tabi’in, atba’ut tabi’in, hingga generasi berikutnya, semisal al-Imam Malik, al-Imam asy- Syafi’i, al-Imam Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Muslim, dan ribuan ulama ahlul hadits dari setiap generasi.

Dengan demikian, terjagalah kemurnian hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terpisahkanlah mana yang dusta dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mana yang sahih penyandarannya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Islam adalah Agama yang Sempurna, Syamil

Seseorang yang melihat Islam akan menyaksikan bahwa segala yang dibutuhkan oleh manusia ada di dalamnya. Tidak ada satu perkara pun yang dibutuhkan oleh manusia selain hal itu ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl: 89)

Diriwayatkan dalam sebuah hadits,

عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قِيلَ لَهُ لَقَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ وَأَنْ لَا  نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ وَأَنْ لَا يَسْتَنْجِيَ أَحَدُنَا بِأَقَلَّ  مِنْ ثثَالَةِ أحَْجَارٍ أَوْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ

Dikatakan kepada Salmanal- Farisi radhiyallahu anhu,“Sungguh, Nabi kalian telah mengajari kalian segala sesuatu, sampai pun masalah adab membuanghajat.” Salman menjawab,“ Benar. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar atau kencing. Beliau melarang pula kami beristinja’ dengan tangan kanan dan beristinja dengan batu kurang dari tiga atau beristinja dengan tulang.” (HR. Abu Dawud no. 6)

Tidak hanya mengatur muamalah antara manusia dan Allah Subhanahuwata’ala, atau antarmanusia, tetapi Islam juga menerangkan muamalah manusia dengan binatang atau jin. Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus radhiyallahu anhu , dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ

“ Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berlaku baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian membunuh, berlaku baiklah dalam membunuh. Apabila kalian menyembelih, berlaku baiklah dalam menyembelih. Dan hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan membuat nyaman hewan sembelihannya.”

Adakah syariat yang sempurna seperti syariat Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Pembaca, semoga Allah Subhanahuwata’ala merahmati kita semua, masih banyak keutamaan agama Islam di antaranya Islam adalah agama yang kekal hingga akhir zaman, seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Akan selalu ada sekelompok umatku berperang di atas al-haq, mendapat kemenangan sampai hari kiamat.” (HR. Muslim no. 3547 dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu)

Islam adalah agama yang universal bukan hanya untuk kalangan Arab, namun juga non-Arab, bahkan untuk kalangan jin, seperti firman Allah Subhanahuwata’ala,

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

Katakanlah,“Hai manusia sesungguhnyaa kua dalahu utusan Allah kepada kalian semua.” (al-A’raf: 158)

Islam adalah agama yang mengajari umatnya berbuat baik (ihsan). Bahkan, semua syariat Islam adalah ihsan. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Islam adalah agama yang dimenangkan oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Masih banyak keutamaan-keutamaan lain yang terkandung dalam dua wahyu, al-Kitab dan as-Sunnah. Waktu dan ruang tidak memungkinkan bagi kita menyelami lebih dalam samudra keindahan dan keutamaan Islam. Bahkan, seumur hidup kita sekalipun tidak mampu mengibaratkan keindahan dan keutamaan Islam.




Allah Subhanahuwata’ala berfirman :

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

 “Wahai Rabb kami, ampunilah dosa dosa kami dan tindakan- tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami atas kaum yang kafir.” (Ali Imran: 147)

Ya Allah, jadikanlah hati-hati kami mencintai-Mu, nabi dan para rasul-Mu, serta agama Islam yang Engkau ridhai. Lebih dari itu, wahai Rabb kami, cintailah kami, ampunilah dosa-dosa kami, dosa kedua orang tua kami, dan dosa seluruh kaum mukminin.
Amin




Wasalam
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar