Senin, 14 April 2014

Nasib Mereka yang Belum Pernah Tahu Islam


Didalam fatwanya Syeikh Jadul Haq menyebutkan pendapat al Ghozali yang membagi manusia menjadi tiga golongan dalam hal bersentuhan dengan da’wah Rasulullah Muhammad saw kepada islam :

1. Orang yang tidak mengetahui islam sama sekali dari sarana manapun. Beliau (Ghozali) mengatakan bahwa orang yang semacam ini akan selamat.

2. Orang yang telah sampai kepadanya da’wah islamiyah dengan tampilan yang sebenarnya namun orang itu tidak ingin melihat kepada bukti-buktinya dikarenakan enggan, sombong dan menentangnya. Beliau mengatakan bahwa orang yang semacam ini akan mendapat siksa.

3. Orang yang telah sampai kepadanya da’wah islamiyah dengan tampilan yang tidak sebenarnya, seperti orang yang telah sampai kepadanya nama Muhammad saw dan tidak sampai kepadanya tentang sifat-sifat beliau saw akan tetapi dia mendengar namanya saw sejak kecil dari musuh-musuhnya yang pendusta dan membenci nabi saw. Beliau mengatakan bahwa orang yang semacam ini seperti golongan pertama.

Realitanya bahwa berjuta-juta manusia termasuk dalam golongan orang-orang yang pada asalnya tidak sampai kepadanya da’wah islam walaupun waktu diutusnya Muhammad saw dengan membawa aqidah dan syariah islam telah berlalu empat belas abad.

Hal itu bisa dikarenakan kebodohan mereka sama sekali terhadap islam, Rasulullah Muhammad saw, Qur’annya dan seluruh ajarannya. Atau bisa jadi mereka mengetahuinya dari musuh-musuh islam yang dikepalanya penuh dengan kebencian. Barangkali mereka termasuk orang-orang yang dimaafkan dalam berpalingnya mereka dari islam karena mereka tidak mendapatkan islam yang benar dari orang-orang yang benar.

Mereka adalah orang-orang yang disamakan dengan ahlul fatroh—orang-orang yang hidup setelah Nabi Isa as hingga diutusnya Muhammad saw—.

Terhadap Ahlul Fatroh ini maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama :

1. Jumhur ulama Ahlus Sunnah mengatakan bahwa mereka selamat (dari adzab) dikarenakan tidak terkena pembebanan syari’at dan da’wah dan mereka termasuk orang-orang yang tidak sampai kepadanya da’wah.

2. Orang-orang mu’tazilah dan sekelompok ulama Hanafi mengatakan bahwa akal mempunyai kemampuan untuk mengetahui yang wajib, haram, keyakinan yang benar dan batil. Karena itu ahlul fatroh dan orang-orang yang tidak sampai kepadanya da’wah tidaklah selamat.

3. Jumhur Ahlus Sunnah (al asya’iroh) mengatakan bahwa tidak mungkin akal mengetahuinya apabila tidak melalui syariat.

Disebutkan pula didalam kitab “Kasyful Mubham” bahwa seorang anak yang kemudian baligh yang berada di suatu gunung yang tinggi dan tidak sampai kepadanya da’wah maka orang-orang asya’iroh dan para imam, seperti Bukhori dan para ulama Hanafi mengatakan bahwa orang itu tidak terkena beban untuk beriman hanya sebatas kemampuan akalnya selama tidak berlalu atasnya waktu untuk ia bisa memahami dan prakiraan rentang waktu tersebut diserahkan kepada Allah swt.

Kemudian disebutkan bahwa siapa yang mencapai usia baligh sementara dia berada di suatu gunung yang tinggi dan tidak sampai kepadanya da’wah, tidak meyakini berbagai keyakinan dan tidak mengamalkan berbagai syari’at maka menurut mu’tazilah dan sebagian ulama Hanafi orang itu akan mendapat siksa di akherat dikarenakan tidak menggunakan potensi akalnya. Sedangkan menurut al asya’iroh dan jumhur ulama Hanafi bahwa orang itu tidaklah diadzab dikarenakan hukum ditetapkan dengan syari’at dan telah diketahui bahwa syari’at tidak sampai kepadanya.

Didalam fatwanya beliau menyebutkan bahwa manusia terbagi menjadi tiga golongan :
1. Orang yang beriman yaitu yang mengimani Allah saja, membenarkan seluruh nabi dan rasul-Nya, mengarahkan wajahnya kepada Allah dalam keadaan baik dan mendapatkan hidayah kepada jalan Allah melalui wahyu Al Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw untuk seluruh alam… maka orang-orang ini termasuk yang selamat sebagaimana firman-Nya :

إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ

Artinya : “Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”(QS. Al Hajj : 14)

2. Orang yang kafir yaitu orang-orang yang telah sampai kepadanya da’wah islam, kenabian terakhir yang membawa aqidah dan syariat yang terdapat didalam Al Qur’an yang selalu dibaca, kebenaran yang murni tanpa ada cacatnya, tidak bercampur dengan berbagai penyimpangan dan kekacauan dalam makna dan pemahamannya, sebagaimana firman-Nya,”kemudian dia memikirkan. Sesudah itu dia bermasam muka dan merenggut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri.” (QS, Al Mudatsir : 21 – 23).

Kemudian orang itu merasa nyaman dengan kekufuran dan keingkarannya bagaikan matahari ditengah hari mereka menolak untuk tunduk dengan kebenaran padahal ia memiliki kemampuan untuk menjadikan hatinya mendapat hidayah dan redho Tuhannya. Dan orang itu—tidak disangsikan lagi—telah berada dalam kekafiran yang jelas, sebagaimana firman Allah ;

ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

Artinya : “Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad : 28)

3. Manusia baik laki-laki maupun perempuan yang tidak sampai kepadanya da’wah islam dari berbagai jalan penyampaian sehingga ia menerima atau membelakanginya maka ia menyandarkan kehidupannya sesuai dengan warisan dari nenek moyangnya dan tidak mendapatkan keyakinan dan pemikiran apa pun. Dan golongan yang ini banyak terdapat di tengah-tengah manusia dengan berbagai karakter, tabiat, lapisan dan keyakinan sehingga sulit untuk menyatukan mereka dalam satu hukum. Dari mereka mungkin ada yang terbuka fitrahnya hingga sempurna, memuliakan akal sehingga menjauhi dosa dan melakukan berbagai perbuatan mulia dan memenuhi hak-haknya. Atau ada juga dari mereka ada yang membebek kepada orang lain dan lainnya ….

Ringkasnya : Apabila telah ada bukti bahwa suatu kaum itu tidak mengetahui segala sesuatu yang ada di alam ini dari berbagai sarana informasi, komunikasi dan transportasi dan tidak mengetahui dan tidak sampai kepadanya islam, baik aqidah, syariat dan akhlaknya melalui sumbernya Al Qur’an, Sunnah Nabi yang mulia maka mereka adalah seperti ahlul fatroh dari kalangan orang-orang arab yang tidak tersentuh dengan da’wah islam dan tidak mengetahuinya.

Dan apabila telah sampai kepada mereka da’wah islam dan mengetahuinya, baik aqidah dan syariatnya namun kemudian mereka enggan menerimanya dan tidak meluangkan waktunya bersama para alim ulama maka ia tidaklah dimaafkan dan tidak dianggap sebagai orang yang bodoh (tidak mengetahui). (disarikan dari Buhuts wa Fatawa Islamiyah juz IV hal 317 – 326)

Jadi terhadap orang-orang yang seperti anda tanyakan, yaitu orang-orang yang sama sekali belum pernah mengenal islam dikarenakan keterasingannya dari dunia luar sehingga tidak pernah mengetahui bahwa di alam ini telah diutus Muhammad saw dengan membawa syari’at yang lurus dengan membawa Al Qur’an yang mengajak kepada kebenaran maka mereka termasuk orang-orang yang dimaafkan, sebagaimana firman Allah swt :

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَّ يَعْلَمُونَ

Artinya : “demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah : 6)


 Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap

Akhirnya, kehidupan yang kita lalui akan senantiasa bermuara kepada dua hal, yakni bahagia dan kecewa. Begitulah kodrat perasaan manusia. Namun rasa bahagia dan kecewa bisa menjerumuskan manusia ke dalam kubang kemaksiatan bila hal itu tidak disikapi dengan bijak. Karenanya, seorang Muslim harus mampu menjaga keadaan dirinya dalam kondisi apapun untuk senantiasa menumbuhkan ladang kebaikan dan pahala. Caranya, senantiasa berdzikir dengan menjadikan sabar dan shalat sebagai perantara untuk menghadirkan pertolongan Allah SWT (QS. Albaqarah: 153).

Fithrah-Manusia

Puji kepada-Nya selalu. Sumber Segala Yang Wujud di milyunan alam. Alam material maupun immaterial. Lahiriah maupun ruhaniah.Puji kepada-Nya selalu. Sumber segenap Cahaya Rahmat dan Kesempurnaan. Yang Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Dari keseluruhannya, dari sebagiannya maupun dari zarrah-zarrah terkecilnya maupun yang ada di balik itu semua. Puji kepada-Nya selalu. Yang kekuatan-Nya mengaliri Segala. Sehingga tampak langit-langit material tanpa tiang, dan adakah pula tiang yang terlihat bagi langit-langit Ruhaniah.

Puji kepada-Nya selalu. Yang memancarkan dari Wujud-Nya yang Kekal Mewangi, Ruh ke dalam tubuh-tubuh mahalemah dari tanah dan air yang nista ini. Sehingga segala yang ada di tujuh lapisan langit keberadaan ini senantiasa menyampaikan Shawalat dan Salam kepada Junjungan Kita, Insan-Kamil, Manusia Sempurna, Muhammad (SAW), dan betapa para malaikat harus bersujud kepada Kakek Kita Yang Mulia, Nabi Adam (a.s).Puji kepada-Nya selalu. Yang memuliakan Bani Adam dengan Amanah Suci. Yang tidak mampu ditanggung oleh langit dan bumi…Yang menunjukkan jalan-Nya kepada Bani Adam untuk melaksanakan amanah ini dengan Nabi dan Risalah Yang Terang, dan dengan hati yang bagaikan cermin jernih menangkap Cahaya dari para Nabi dan Wali-Wali-Nya.

Maha Suci Nama-Mu, Duhai Tuhan Pujaan hati-ku. Duhai Tuhan Sari Cinta-ku. Duhai Tuhan segala ruang dan segala waktu. Duhai Tuhan segala imajinasi dan yang nyata. Maha Suci Nama-Mu, dari apa yang aku sifatkan. Karena sungguh seluruh keterbatasan diriku yang mahalemah ini niscaya mensifatkan sesuatu yang terbatas, dan Maha Suci Engkau. Engkau-lah Wujud Sempurna Tiada Berbatas. Lautan Agung Kesempurnaan Tiada Tara Yang Tunggal dalam KesendirianMu Yang Abadi. Pena Penciptaan menorehkan satu tujuan yang jelas bagi pencipataan jin dan manusia. Beribadah kepada-Nya. Beribadah kepada Yang Maha Agung. Beribadah dengan sepenuh hakikat diri kita kepada-Nya. Tuhan telah menciptakan jin dan manusia kita untuk beribadah kepada-Nya.

Maka dalam diri manusia ada sesuatu hasrat abadi untuk mengagungkan sesuatu dan menuhankannya. Memuliakan sesuatu dan memujinya tiada berbatas. Menalikan dirinya pada sesuatu yang kokoh dan menggantungkan nasibnya pada sesuatu ini. Ini adalah beberapa dari unsur-unsur yang substansial dalam ibadah. Beribadah kepada Tuhan adalah substansial dan essensial dalam diri manusia. Tidak aksidental dan additional. Beribadah kepada Tuhan adalah keniscayaan penciptaan suatu kemestian yang dilakukan manusia bukan keharusan.

Karena itu jika hati manusia di suatu saat tidak mengakui Tuhan Allah (SWT), Tuhan Yang Sebenarnya, maka pasti hatinya tertaut pada tuhan-tuhan selain Allah. Atau manakala hati sedang melupakan Tuhan, pasti ada tuhan-tuhan lain yang diingat selain Allah. Apakah itu harga. Apakah itu kedudukan. Apakah itu anak. Apakah itu istri. Apakah itu hasil karya. Apakah itu partai. Apakah itu mobil. Apakah itu keinginan-keinginan nafsunya yang lain.

Bayangkan ada seorang Romeo yang tengah merindukan Julietnya yang tak kunjung tiba. Lentik alis dan kecantikan Juliet yang tiada banding tentu membayanginya setiap saat setiap waktu. Mengganggu hati yang tentram. Menggundahkan sukma. Mencairkan wadah-wadah airmata hati.

Betapa mungkin seorang beriman melupakan TuhanNya, sedang ia menyaksikan kebesaran TuhanNya setiap saat dan setiap waktu di seluruh ufuk dan cakrawala alam maupun jiwa. Dan ia tahu dengan sebenar-benarnya pengetahuan bahwa Tuhan-lah sumber seluruh kecantikan wanita yang tercantik maupun bidadari surgawi, sumber keindahan semua keindahan, sumbe kasih semua yang mengasihi. Ia tahu bahwa Ia lah yang Maha Indah, Maha Agung, Maha Cantik (Al-Jamiil), Maha Kasih,….Betapa mungkin seorang berimana menegasikan satu interval pendek waktu hidupnya dengan hati yang lupa kepadaNya?

Yaa, sungguh hanya dengan berdzikir pada Allah-lah, hati menjadi tentram. Sebagaimana bayi dicipta untuk merintih kehausan, maka tatkala ia menemukan tetek ibunya kembalilah ia dalam ketentraman. Begitu pula fitrah manusia senantiasa merindukan Nama-Nama Allah.

Marilah kita berdoa bersama;

Yaa Allah, sungguh kami adalah hambamu yang dhoif, hina dan terhina, 

yang fakir dan miskin dihadapanMu.
Yaa Allah, duhai Tuanku, duhai Kecintaanku, dan DambaanKu
Sungguh hati kami telah bertabir
Dan jiwa kami berkekurangan
dan Akal kami tertipu
dan hawa nafsu kami telah menipu
dan ketaatanku kepadaMu sedikit
dan kemaksiatanku banyak
dan kini lisanku mengakui semua dosaku ini
Maka bagaimanakah dengan seluruh keadaanku ini,
Duhai Yang Menutupi Semua Keburukan
Dan Duhai Yang Mengetahui Semua Yang Ghaib
Dan Duhai Yang Menyingkapkan Semua Kesulitan.
Ampunilah dosa-dosa ku Seluruhnya
Dengan kehormatan Muhammad dan Keluarga Muhammad
Wahai Yang Maha Pengampun-
Wahai Yang Maha Pengampun-
Wahai Yang Maha Pengampun-
Dengan rahmatMu, Duhai Yang Paling Pengasih dari semua yang pengasih.
Allahumma sholli ‘ala Muhammadin, wa aali Muhammad.

Perhatikanlah firman Allah SWT yang mulia ini :

Berharaplah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan harapanmu sekalian.” (QS. Almukmin: 60). Allah SWT akan mengabulkan harapan bagi siapa saja yang berharap hanya kepada-Nya (QS. Al Baqarah: 186)

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh menakjubkan perkara orang-orang mukmin. Karena segala urusannya merupakan kebaikan. Ketika mendapat nikmat ia bersyukur, karena bersyukur itu baik baginya. Ketika mendapatkan musibah ia bersabar, karena sabar itu juga baik bagi dirinya."

  
Dengan kata lain, perkara apapun bagi seorang mukmin sejati, seluruhnya menjadi indah di hati. Semoga Allah SWT membantu kita merealisasikannya dalam kehidupan ini. Insya Allah! Wallaahu a’lam. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar