Rabu, 07 Mei 2014

Teori ‘Big Light’ vs teori ‘Big Bang’ (2): Model alam semesta


Sebagai sesuatu teori atau konsep, tentunya teori 'Big Light' mestinya memiliki berbagai landasan teori, rumusan, logika, definisi, cakupan, dsb, atas segala hal yang terkait di dalamnya. Walaupun teori 'Big Light' memang bukan dibangun berdasarkan matematik, seperti pada teori 'Big Bang'. Berikut ini diungkap
model alam semesta ini menurut teori 'Big Light'.

Model alam semesta ini menurut teori 'Big Light'

Dalam artikel/posting terdahulu "teori 'Big Light' vs teori 'Big Bang' (1): Pengantar" dan dalam "teori 'Big Light' vs teori 'Big Bang' (2): Urutan penciptaan alam semesta", telah dikenalkan secara cukup ringkas, tentang teori 'Big Light', beserta urutan penciptaan alam semesta ini. Berikut ini akan diungkap model alam semesta ini menurut teori 'Big Light', yang di dalamnya disertakan berbagai landasan teori, rumusan, logika, definisi, cakupan, dsb, yang telah digunakan. Sekali lagi, model alam semesta ini sama sekali bukan dibangun berdasarkan model matematik, seperti pada teori 'Big Bang'. Namun justru hanya semata dibangun berdasarkan berbagai fenomena atau kejadian di alam semesta ini, dan bahkan hanya memakai berbagai logika dan teori fisika yang relatif amat sederhana. Maka dalam model inipun, umat Islam misalnya tidak akan menemukan perkiraan umur alam semesta ini, ataupun perkiraan lama waktu tiap proses penciptaannya, seperti pada teori 'Big Bang'.

Model alam semesta ini menurut teori 'Big Light', telah dibangun dari konsep dasar, bahwa penciptaan seluruh alam semesta ini dimulai dari penciptaan berbagai elemennya yang paling dasar, yang menyusun segala sesuatu zat ciptaan-Nya di dalamnya. Hal inipun telah ditunjukkan dalam gambar skema dasar teori 'Big Light' di bawah ini, serta sekaligus ditunjukkan proses penciptaannya (proses penciptaan yang paling awalnya). Urutan nomor poin pada gambar itu (poin 1 s/d 4), relatif menunjukkan urutan proses penciptaannya.

Seluruh alam semesta dan segala isinya ini justru hanya diciptakan-Nya dengan 3 elemen yang paling dasar, yaitu: 'Materi terkecil' (mati dan nyata), 'Ruh' (hidup dan gaib) dan 'Energi', masing-masingnya berupa poin 2, 3 dan 4 pada gambar di bawah. Hal inipun tentunya di samping segala aturan dan ketetapan-Nya (poin 1), yang telah diciptakan-Nya sebelumnya, yang memang pasti mengatur segala proses interaksi antar elemen tersebut. Urutan proses penciptaan di atas pada dasarnya hanya berupa pertimbangan logis semata, tetapi pada kenyataannya, segala 'Aturan-Nya', 'Materi terkecil', 'Ruh' dan 'Energi' bahkan justru bisa diciptakan-Nya secara bersamaan dan sekaligus keseluruhannya.

Terlebih lagi karena keempatnya memang amat saling terkait, seperti: 'ruh' perlu 'materi' sebagai tubuh wadahnya ataupun sarana menjalani kehidupan dunia (nyata-fisik-lahiriah); 'ruh' perlu 'energi' untuk bisa hidup dan beraktifitas; 'materi' perlu 'energi' untuk perubahan strukturnya; 'materi' perlu 'ruh' untuk menggerakkannya; 'energi' perlu 'ruh' untuk mengubah bentuknya; 'energi' perlu 'materi' sebagai tempatnya merambat; dsb. Serta 'aturan-Nya' justru tertanam sebagai 'fitrah dasar' pada tiap zat 'ruh' makhluk-Nya. Sehingga keempatnya pada dasarnya satu-kesatuan pada sesuatu hal yang sama.

Gambar skema sederhana penciptaan elemen dasar alam semesta



Model alam semesta ini menurut teori 'Big Light', telah diungkap pada tabel berikut. Sedangkan model terkait menurut teori 'Big Bang', tentunya bisa amat mudah didapatkan dari banyak sumber lainnya, seperti pada media internet Wikipedia (teori 'Big Bang', model standar 'Big Bang' − Lambda-CDM, urutan proses 'Big Bang', sejarah teori 'Big Bang', dsb). Perbedaan di antara kedua model itu akan diuraikan lebih lengkap dalam artikel/posting berikutnya, tentang " perbandingan antara teori 'Big Bang' dan teori 'Big Light', di samping topik-topik terkait lainnya.

Pembahasan atau penjelasan atas model alam semesta ini menurut teori 'Big Light', dalam tabel berikut antara lain mencakup:

✿    Definisi alam semesta
✿    Jumlah alam semesta
✿    Pusat alam semesta
✿    Ruang, luas dan posisi alam semesta
✿    Penyusun alam semesta
✿    Hubungan antar elemen penyusun alam semesta
✿   Aturan bagi segala proses kejadian di alam semesta
✿    Kerapatan materi di alam semesta
✿   Ruang vakum di alam semesta
✿   Penciptaan atau pembentukan alam semesta
✿    Bentuk awal dan akhir alam semesta
✿    Siklus alam semesta
✿    Perluasan atau ekspansi alam semesta
✿    Umur alam semesta
✿   Kehidupan di alam semesta
✿    Berakhirnya alam semesta ('akhir jaman')

    Hal-hal lain

Adapun pembahasan atau penjelasan lebih lengkapnya atas model alam semesta ini menurut teori 'Big Light', yaitu:
Model alam semesta menurut teori 'Big Light'

Definisi alam semesta

•     Alam semesta memiliki berbagai definisi, khususnya tergantung kepada urutan proses penciptaannya, model alam semesta yang dipakai, ataupun sudut pandang pembuat definisinya. Namun pada teori 'Big Light' hanya dipakai definisi alam semesta, sebagai berikut: (baca pula berbagai uraian terkait di bawah)
1.     Alam semesta adalah wilayah berbentuk bola dalam ruang tak-terbatas, yang bertemperatur 'di atas' nol mutlak, sebagai akibat dari pengaruh adanya "energi awal alam semesta", sebaliknya wilayah di luarnya bertemperatur nol mutlak.
2.     Alam semesta adalah wilayah berbentuk bola dalam ruang tak-terbatas, yang terpengaruh oleh medan gravitasi dan medan magnet dari 'pusat alam semesta'.
3.     Alam semesta adalah wilayah dalam ruang tak-terbatas, yang saat ini telah mampu teramati oleh manusia, yang melingkupi segala benda langit di dalamnya (termasuk segala materi di antaranya), sehingga biasa disebut pula sebagai 'alam semesta teramati'. Saat sekarang wilayahnya dianggap berbentuk suatu bidang yang relatif 'tipis' dan 'datar' (bidang elipsoid yang amat sangat lonjong).

•     Definisi alam semesta ke-1 dan ke-2 pada dasarnya dipakai secara berurutan, sesuai tahapan proses penciptaan alam semesta.

Definisi alam semesta ke-1 lebih tepat dipakai, sejak saat paling awal penciptaan alam semesta, sampai saat sebelum terbentuknya 'pusat alam semesta'. Pada tahapan-tahapan berikutnya (termasuk saat ini), lebih tepat dipakai definisi alam semesta ke-2.

Sedangkan definisi alam semesta ke-3 hanya dipakai, untuk meninjau alam semesta yang saat ini telah mampu teramati saja (hanya sebagian kecil dari definisi alam semesta ke-2).

Jumlah alam semesta

•     Alam semesta hanya berjumlah 'tunggal' atau 'satu'.

Namun di alam semesta ada banyak alam, beserta banyak tingkatannya masing-masing, seperti: alam nyata dan alam gaib; alam lahiriah dan alam batiniah; alam dunia dan alam akhirat; alam materi dan alam ruh; alam rahim; alam kubur; alam pria dan alam wanita; alam bayi, alam anak-anak, alam dewasa dan alam lansia; dsb.

•     Bukti atas alam semesta yang berjumlah tunggal, relatif cukup jelas bisa terlihat dari bentuk susunan ataupun lintasan revolusi segala benda langit di alam semesta, yang relatif berada pada suatu bidang 'datar'.
Hal ini juga bisa diamati misalnya dari bentuk lintasan planet-planet dalam sistem Tata surya dan bentuk lintasan bintang-bintang dalam sistem-sistem galaksi, yang relatif 'datar', terutama jika sistemnya memang terletak relatif berjauhan daripada sistem-sistem benda langit lainnya.

Sedangkan jika ada satu ataupun lebih alam semesta lainnya, di samping alam semesta tempat manusia berada saat ini, yang terletak relatif saling berdekatan (ada interaksi medan gravitasi dan medan magnet antar alam semesta tersebut), maka susunan berbagai benda langit di alam semesta ini mestinya tidak berupa suatu bidang 'datar'. Hal ini juga bisa diamati misalnya dari bentuk lintasan elektron-elektron dalam sistem atom, yang tidak 'datar', kerena memang terganggu oleh pengaruh atom-atom lain di sekitarnya.

Interaksi medan gravitasi dan medan magnet antar kelompok atau sistem benda langit, sedikit-banyak mestinya bisa berpengaruh terhadap susunan ataupun lintasan revolusi berbagai benda langit, pada masing-masing kelompok terkait.

Tentunya bukti di atas kurang berlaku, jika memang diciptakan-Nya 'berbagai alam semesta', yang relatif tidak bergerak dan letaknya saling berjauhan, sehingga relatif sama sekali tidak ada saling interaksi medan gravitasi dan medan magnetnya.

•     Dari sudut pandang lain, anggapan bahwa jumlah alam semesta yang bisa lebih dari satu, justru relatif tidak bermanfaat (relatif sama-sekali tidak 'menambah' bukti-bukti bagi kekuasaan-Nya). Karena segala bukti kekuasaan-Nya di alam semesta ini, yang hanya berjumlah satu saja, justru telah amat sangat berlimpah ruah untuk bisa mengenal Allah, Tuhan pencipta alam semesta, dan bahkan mustahil terjangkau seluruhnya bagi manusia, ataupun bagi segala zat makhluk-Nya lainnya di dalamnya.

Hal ini terutama berupa pengenalan tentang Allah Yang Maha Esa dan Maha Pencipta, melalui berbagai ajaran yang telah disampaikan oleh para nabi-Nya.
Pusat alam semesta

•     Seluruh alam semesta berpusat pada suatu benda langit, yang disebut di sini sebagai "pusat alam semesta", yang memiliki ukuran, massa dan gravitasi yang paling besar.

Amat kuat dugaan, bahwa "pusat alam semesta" adalah sesuatu 'black hole', serupa halnya dengan pusat-pusat galaksi. Namun "pusat alam semesta" hanya tersusun dari segala materi inti-pusat, yang paling tinggi massa jenisnya di seluruh alam semesta.

Dengan massanya yang paling besar, maka "pusat alam semesta" adalah benda langit paling pertama mencapai keadaan paling stabilnya (perpindahan materinya paling minimal, serta ukuran, massa dan gravitasinya relatif tidak berubah). Terutama karena segala akresi atau pertambahan materinya relatif tidak terjadi (langsung menguap atau terpancar keluar kembali), akibat tekanan dan temperaturnya yang amat sangat tinggi. Sedangkan segala pengurangan materinya juga relatif tidak terjadi, akibat gravitasinya yang amat sangat tinggi.

•     Bahkan dengan gravitasinya, "pusat alam semesta" inilah yang justru telah melingkupi ataupun menyatukan segala benda langit lainnya di seluruh alam semesta, menjadi satu kesatuan yang biasa dikenal sebagai 'alam semesta'.

•     Segala benda-materi di alam semesta memiliki berbagai pusat orbit, dari inti-pusat-nukleus atom, planet, bintang, pusat galaksi, bahkan sampai puncaknya berupa 'pusat alam semesta', tergantung kepada hierarki masing-masing kelompok benda-materi.

•     Keberadaan 'pusat alam semesta' itu cukup jelas terbukti dari susunan segala benda langit di alam semesta ini, yang semuanya relatif terletak pada suatu bidang 'datar'. Hal ini bisa terjadi karena pergerakan revolusi tiap benda langit amat terpengaruh kuat oleh medan magnet dari benda langit pusat orbitnya masing-masing, sehingga lintasan pergerakan revolusi tiap benda langit cenderung berada amat dekat dengan bidang 'ekuatorial' dari benda langit pusat orbitnya.

Dengan sendirinya semestinya ada sesuatu benda langit yang menjadi puncak hierarki tertinggi dari segala pusat orbit bagi segala benda langit di alam semesta, yaitu 'pusat alam semesta' tersebut.

•     Bumi, Matahari ataupun pusat galaksi Bima sakti justru bukan benda-benda langit yang menjadi pusat dari keseluruhan alam semesta, serta tidak memiliki posisi yang khusus atau istimewa di alam semesta, jika dibanding dengan segala benda langit lainnya.

Hal ini khusus disebut, karena menurut model alam semesta yang berkembang pada jaman dahulu, bahwa alam semesta berpusat di Bumi ataupun berpusat di Matahari, yang ternyata tidak terbukti.
Ruang, luas dan posisi alam semesta

•     Ruang alam semesta luasnya relatif amat terbatas (ruang wilayah pengaruh medan gravitasi dari 'pusat alam semesta'), namun dikelilingi oleh ruang yang tak-terbatas.

•     Ruang alam semesta seolah hanya suatu 'titik' kecil dibanding keseluruhan ruang tak-terbatas, serta berada pada posisi yang relatif di tengah-tengahnya.

•     Berdasar definisi alam semesta ke-1 dan ke-2 di atas, maka ruang alam semesta berupa suatu bola yang relatif amat sangat besar.

•     Saat sekarang dan sesuai definisi alam semesta ke-2, maka luas ruang alam semesta dianggap relatif telah tidak berubah, karena "pusat alam semesta" justru telah berbentuk stabil.

•     Jika kekuatan gravitasi benda-benda langit bisa diketahui, maka luas ataupun jari-jari ruang alam semesta relatif bisa diketahui pula (berdasar definisi alam semesta ke-2).

Penyusun alam semesta (lihat pula gambar di atas)

•     Seluruh alam semesta hanya tersusun dari 3 unsur atau elemen paling dasar, yaitu:
a.     Zat 'ruh' (bersifat gaib dan hidup, sebagai elemen paling dasar penyusun kehidupan segala zat makhluk ataupun ciptaan-Nya);
b.     Zat 'materi' (bersifat nyata dan mati, sebagai elemen paling dasar penyusun segala benda mati, ataupun sebagai tubuh wadah atau tempat zat ruh berada);
c.     'Energi' (sebagai elemen paling dasar penggerak kehidupan segala ruh, serta juga penggerak interaksi antar materi dan pengubah struktur materi);

•     Ketiga elemen diciptakan-Nya pada saat paling awal penciptaan alam semesta, secara relatif singkat, bersamaan dan sekaligus seluruhnya, dimana:

a.     Segala zat 'materi' diciptakan-Nya seluruhnya berupa 'materi terkecil', yang persis sama ukuran dan sifatnya masing-masing.

Tentunya dari hasil interaksi antar 'materi terkecil' telah membentuk segala benda mati ataupun tubuh wadah segala zat makhluk-Nya yang ada saat ini.

b.     Segala zat 'ruh' diciptakan-Nya seluruhnya juga persis sama kelengkapan (akal, hati, nafsu, dsb), sifat dan kemampuannya masing-masing.

Sehingga zat ruh segala makhluk-Nya lainnya pada dasarnya persis seperti zat ruh manusia. Namun perbedaan segala keadaan pada tubuh wadah tempat masing-masing zat ruh berada, yang menjadikannya seolah berbeda-beda.

Namun ada satu perbedaan yang amat penting antar zat ruh, karena ada yang diciptakan-Nya bersifat 'maskulin' dan ada pula yang bersifat 'feminin'.
Hal inilah yang justru telah membentuk segala dinamika, simetrisitas, ketidak-sempurnaan, ketidak-lengkapan dan keseimbangan pada segala zat ciptaan-Nya di alam semesta ini.

Lebih jelasnya, hal inilah yang membentuk misalnya: elektron dan proton; kutub benda langit dan magnet; gaya gravitasi (tarik-menarik) dan gaya tolak-menolak; jenis kelamin (pria & wanita, jantan & betina); simetrisitas bentuk tubuh makhluk nyata; dsb.

c.     'Enegi' diciptakan-Nya seluruhnya berupa energi panas (energi gerak), yang disebut "energi awal alam semesta", sebagai penggerak berjalannya seluruh alam semesta sampai akhir jaman (saat berakhirnya alam semesta). Tentunya "energi awal alam semesta" telah berubah bentuk menjadi segala jenis energi yang ada saat ini.

•     Di samping 3 elemen di atas, sebenarnya di alam semesta juga terdapat: sifat-sifat pada segala zat ciptaan-Nya (mutlak dan relatif, kekal dan fana), aturan-Nya atau sunatullah (hukum alam), pengajaran dan tuntunan-Nya, cobaan atau ujian-Nya, dsb.

Namun karena hal-hal ini berupa 'non-zat', maka tidak dianggap sebagai 'elemen'.(segala hal yang berupa 'zat', ataupun paling terkait langsung dengan 'zat').

•     Hanya dari 3 elemen paling dasar itulah (beserta segala sifatnya masing-masing yang telah diberikan-Nya), maka bisa terbentuk segala jenis benda mati dan segala jenis makhluk hidup (nyata dan gaib), di seluruh alam semesta.

•     Pada berbagai sumber lain sering disebut, bahwa seluruh alam semesta tersusun dari empat ataupun lima unsur-elemen dasar, yaitu: "air, api, angin dan tanah", ataupun "air, api, angin, tanah dan logam".

Namun ke-empat ataupun ke-lima elemen dasar ini justru pada dasarnya hanya tersusun dari 'materi' dan 'energi', bahkan juga telah mengabaikan 'ruh'.
Hubungan antar elemen penyusun alam semesta

•     'Materi terkecil' adalah pembawa energi yang terkecil, dan juga sebagai penyusun yang terkecil, bagi segala materi yang lebih kompleks (termasuk segala partikel sub-atom). Tidak ada energi tanpa adanya materi. Energi dan materi adalah ekuivalen.Juga tidak ada 'energi vakum' (suatu energi yang bisa berada ataupun menjalar dalam suatu ruangan, yang sama-sekali tanpa ada materi di dalamnya).

•       'Materi terkecil' mungkin relatif serupa dengan 'Ether' (Aether), 'quintessence', 'dark energy' (energi gelap), 'dark matter' (materi gelap), dsb, yang telah dikenal di kalangan para ilmuwan.
Namun untuk bisa menghadapi kemungkinan adanya perbedaan ide-konsep, definisi, keadaan ataupun sifatnya, maka sebutan 'materi terkecil' tetap dipakai.
Dan sebutan internasional bagi 'materi terkecil', adalah 'CATOM' (Composer of Atom and Sub-atomic particles).

•     Tidak ada zat 'anti-materi'. Lebih tepatnya, zat 'anti-materi' adalah zat 'materi' yang memiliki sifat-sifat tertentu yang transisional dan relatif amat sementara. Zat 'anti-materi' yang sebenarnya dan semestinya, adalah zat 'ruh'. Karena zat 'materi' bersifat nyata dan mati, sedangkan zat 'ruh' bersifat gaib dan hidup.

•     Tiap zat 'materi terkecil' ditempati oleh suatu zat 'ruh' (sebagai tubuh wadahnya). Dan zat 'ruh' ini sekaligus bertindak sebagai pengendali materinya.

Zat 'ruh' inilah yang membawa sifat-sifat materinya, serta menyebabkan bisa berjalannya segala hukum alam (sunatullah lahiriah). Dalam Al-Qur'an, para makhluk pemilik zat-zat ruh pada segala benda mati, biasanya disebut sebagai para malaikat 'Mikail'. Dan salah-satu tugas yang diberikan-Nya bagi para malaikat 'Mikail', adalah menurunkan air hujan.

•     Sunatullah adalah segala aturan atau rumus proses kejadian (lahiriah dan batiniah), yang pasti mengatur segala zat ciptaan-Nya di alam semesta. Sunatullah melekat sebagai sifat-sifat pada segala zat ciptaan-Nya, yang bersifat 'mutlak' dan 'kekal' (ditetapkan-Nya). Sifat-sifat ini juga biasa disebut 'fitrah dasar', yang ditanamkan-Nya langsung ke dalam tiap zat ruhnya maing-masing.
Sedangkan sifat-sifat lainnya pada segala zat ciptaan-Nya sebagai hasil dari segala perbuatan zat makhluk-Nya sendiri, justru bersifat 'relatif' dan 'fana'.

Karena itu dalam Al-Qur'an, para malaikat (sebagai pengawal 'utama' berjalannya sunatullah), juga disebut pasti tunduk, patuh dan taat kepada segala perintah-Nya.

•     Tiap zat 'ruh' memerlukan energi bagi segala aktifitas kehidupannya, walaupun energi yang diperlukannya memang relatif amat sangat kecil.

Karena itu dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi, para makhluk gaib disebut diciptakan-Nya dari 'cahaya' (para malaikat), 'api' (para iblis dan syaitan) dan 'api yang panas' (para jin), serta lebih umumnya lagi dari 'energi'. Dan segala zat ruh makhluk-Nya lainnya pada dasarnya juga diciptakan-Nya dari 'energi'.

Namun bagi makhluk hidup nyata (termasuk manusia) yang tubuh wadahnya jauh lebih kompleks, dan bisa tersusun dari milyaran sel (makhluk hidup nyata terkecil), tentunya justru memerlukan energi yang relatif amat besar.

•     Tiap zat 'materi' memerlukan energi, agar bisa berinteraksi dengan materi lainnya, dan juga agar bisa berubah strukturnya.

•     Segala zat 'ruh' makhluk ciptaan-Nya (para makhluk gaib, manusia, hewan, tumbuhan, sel, dsb) pada dasarnya memiliki kelengkapan (akal, hati, nafsu, dsb), sifat dan kemampuan yang persis 'sama'. Namun perbedaan kelengkapan, sifat dan kemampuan dari segala sarana pada tubuh wadahnya masing-masing (benda mati sebagai tempat zat 'ruh' berada), yang telah mengakibatkan tiap makhluk bisa memiliki sifat-sifat yang berbeda pula.

Keberadaan dan interaksi dengan segala makhluk lain di sekitarnya, juga ikut mempengaruhi sifat-sifat tiap makhluk. Segala kemampuan tiap zat 'ruh' hanya bisa teraktualisasi atau terwujud nyata melalui tubuh wadahnya. Tubuh wadah hanya dikendalikan atau hanya tunduk kepada segala perintah ruhnya.
Dan hakekat dari tiap makhluk memang hanya terletak pada ruhnya.

•     Tubuh manusia misalnya terdri dari tak-terhitung jumlah makhluk (ataupun ruh), yang saling berinteraksi secara harmonis, dan tersusun secara berhierarki.
Dan pada puncak hierarkinya ada zat ruh manusianya sendiri sebagai pengendali paling utama. Interaksi dan hierarki yang serupa juga terjadi pada segala benda mati.

•     Tiap benda mati pada dasarnya juga suatu makhluk hidup (ada ruhnya), namun memiliki kemampuan dan kebebasan yang memang paling terbatas, dan bahkan jauh lebih sederhana daripada sel.

Aturan bagi segala proses kejadian di alam semesta

•     'Di luar' proses penciptaan 'paling awal', atau proses keberadaan energi dan segala zat ciptaan-Nya (materi dan ruh), maka segala proses kejadian lainnya di alam semesta (termasuk segala proses penciptaan lainnya), pasti mengikuti sunatullah.

•     Sunatullah bersifat 'mutlak' (pasti terjadi) dan 'kekal' (pasti konsisten).

•     Sunatullah diciptakan ataupun ditetapkan-Nya saat sebelum awal penciptaan alam semesta, serta pasti tetap berlaku dan tidak berubah sampai akhir jaman.

•     Sunatullah adalah salah-satu dari ketetapan atau ketentuan-Nya yang telah tercatat pada kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, yang sangat mulia dan agung.

•     Sunatullah berupa segala aturan atau rumus proses kejadian (lahiriah dan batiniah), yang pasti mengatur segala zat ciptaan-Nya di alam semesta, dan berlaku sesuai segala keadaan lahiriah dan batiniah tiap saatnya pada tiap zat ciptaan-Nya.

•     Sunatullah juga biasa disebut sebagai hukum, aturan, ketetapan, ketentuan, kehendak ataupun perbuatan-Nya (Sunnah Allah).
Serta sunatullah merupakan sifat-sifat Allah dalam berbuat segala hal di alam semesta (sifat dinamis-proses-perbuatan Allah).

Tentunya sunatullah, hukum atau aturan-Nya (bersifat memaksa, untuk mengatur alam semesta) justru berbeda daripada segala 'hukum syariat' yang disampaikan oleh para nabi-Nya (bersifat tidak memaksa ataupun berupa anjuran, untuk mengatur umat-umat manusia yang mau beriman).

•     Segala 'hukum alam' yang telah ditemukan secara amat obyektif oleh umat manusia di saat ini ataupun di masa mendatang, pada dasarnya hanya hasil pengungkapan dan perumusan atas sebagian amat sedikit dari aturan atau rumus pada sunatullah.

Dan segala hukum alam memang umumnya hanya dikaitkan dengan sunatullah pada aspek lahiriah-nyata-fisik saja. Sedangkan ada pula sunatullah pada aspek batiniah-gaib-moril.

Kerapatan materi di alam semesta

•     Seluruh ruang tak-terbatas tempat alam semesta berada, pada awalnya hanya berupa suatu 'gas' yang terdiri dari segala 'materi terkecil', yang diciptakan dan disebarkan-Nya dengan kerapatan yang merata.

Namun pada sebagian ruang (berupa bola yang amat sangat kecil), yang berada di tengah-tengah ruang tak-terbatas itu, lalu diciptakan ataupun diberikan-Nya "energi awal alam semesta", yang seluruhnya berupa energi panas.
Sehingga kerapatan materinya menjadi relatif terganggu atau berubah-ubah, khususnya pada bola ataupun pada daerah di sekeliling bola (dari adanya radiasi, ekspansi dan konveksi energi panas).

Seluruh ruang yang terpengaruh oleh "energi awal alam semesta", juga relatif tetap berupa bola, dengan ukuran yang lebih besar daripada bola semula di atas. Walaupun bola terakhir itu tetap amat sangat kecil dibanding seluruh luas ruang tak-terbatas.

Dan bola terakhir itulah yang menjadi 'alam semesta' saat ini (definisi ke-1 di atas).

•     Kerapatan rata-rata seluruh 'materi terkecil' di alam semesta (daerah bertemperatur di atas nol mutlak), sama dengan kerapatan rata-rata 'materi terkecil' di luar wilayah alam semesta (daerah bertemperatur nol mutlak).

Massa jenis 'rata-rata' seluruh materi di alam semesta, juga 'sama dengan' massa jenis 'rata-rata' seluruh materi di luarnya. Sehingga alam semesta pada dasarnya melayang relatif tanpa bergerak di tengah-tengah ruang tak-terbatas.

•     Akibat dari adanya "energi awal alam semesta", sebagian besar dari 'materi terkecil' di alam semesta telah berubah bentuk menjadi segala materi-partikel-benda yang lebih kompleks, besar dan berat, seperti: partikel sub-atom, atom, molekul, butir benda, benda, segala benda langit, dan bahkan 'pusat alam semesta'.

Sehingga ada sebagian wilayah di alam semesta, yang kerapatan 'rata-rata' seluruh materinya berada relatif di atas kerapatan semula (pada saat awal penciptaan alam semesta), sedangkan sebagian wilayah lainnya berkerapatan relatif di.bawahnya. Namun secara keseluruhan, kerapatan 'rata-rata' segala materi di alam semesta, tetap sama dengan kerapatan semula di atas.

•     Alam semesta bukan berupa 'gelembung', karena massa jenis rata-rata seluruh materi di dalam suatu gelembung, relatif 'lebih kecil' daripada massa jenis rata-rata seluruh materi di luarnya. Juga alam semesta relatif akan terus bergerak-gerak dalam ruang tak-terbatas, jika berupa suatu 'gelembung'.

Namun selain dari pengertian itu, alam semesta memang berupa 'bola gelembung', yang relatif tidak bergerak sama sekali (diam).

•     Pada pemahaman yang amat ekstrim (berbeda dari pemahaman di atas), segala 'materi terkecil' justru dianggap tersusun relatif 'kontinu' (relatif tidak ada ruang kosong di antaranya), yang membentuk suatu medium 'superkonduktor' yang sebenarnya.

Segala materi-benda yang bisa tampak oleh manusia, justru dianggap sebagai sekumpulan besar 'materi terkecil' yang memiliki hubungan interaksi tertentu, terutama dari adanya energi. Gravitasi dan perpindahan materi (termasuk pada kecepatan cahaya), juga dianggap relatif tidak mengganggu kontinuitas 'materi terkecil'-nya.

Ruang vakum di alam semesta

•     Jika diurut makin berkurang kesempurnaannya, maka ruang 'vakum' atau 'kosong' di alam semesta ataupun di luar wilayah alam semesta, antara-lain:
a.     Ruang vakum yang sebenarnya dan paling sempurna (sama-sekali tanpa suatu materi di dalamnya). Ruang vakum ini hanya ada sebelum diciptakan-Nya alam semesta, dan meliputi seluruh ruang tak-terbatas tempat alam semesta berada.
b.     Ruang vakum yang di dalamnya hanya terdiri dari 'materi terkecil'. Saat sekarang ruang vakum ini hanya terdapat di luar wilayah ruang alam semesta, serta bertekanan dan bertemperatur nol mutlak.
c.     Ruang vakum yang berupa ruang 'kosong' antar partikel sub-atom di dalam sistem atom.
d.     Ruang vakum di antariksa (khususnya ruang di tengah-tengah ruang antar benda langit). Ruang vakum ini relatif makin sempurna, jika jarak antar benda langitnya makin jauh (terutama ruang antar galaksi ataupun antar kelompok galaksi).
e.     Ruang vakum buatan manusia (ruang yang bertekanan di bawah 1 Atm). Dsb.

•     Saat sekarang di alam semesta ataupun di luar wilayah alam semesta, ruang vakum atau 'kosong' yang sebenarnya (sama-sekali tanpa sesuatu materi di dalamnya), pada dasarnya telah tidak ada lagi. Sekali lagi, ruang vakum semacam ini hanya ada pada saat sebelum diciptakan-Nya alam semesta.

Ruang vakum yang paling sempurna saat sekarang, terdapat 'di luar' wilayah alam semesta, yang bertekanan dan bertemperatur nol mutlak (poin b di atas).

Sedangkan ruang vakum yang paling sempurna saat sekarang di alam semesta, berupa ruang 'kosong' antar partikel sub-atom di dalam sistem atom (poin c di atas).

Penciptaan atau pembentukan alam semesta

•     Proses penciptaan 'paling awal' berlangsung relatif amat cepat, bersamaan ataupun sekaligus seluruhnya, yaitu:
1.     Segala zat 'materi terkecil', sebagai penyusun segala benda mati.
2.     Segala zat 'ruh', sebagai penyusun segala kehidupan makhluk.
3.     'Energi awal alam semesta', sebagai energi panas penggerak berjalannya seluruh alam semesta, sejak saat paling awalnya sampai saat paling akhirnya ('akhir jaman').

•     Segala materi, ruh dan energi di alam semesta hanya diciptakan-Nya 'sekali' saja. Sedangkan segala proses penciptaan selanjutnya hanya berdasar dari hasil interaksi antar materi dan materi, materi dan ruh, serta antar ruh dan ruh, yang telah ada tersebut, dengan mengikuti aturan-Nya (sunatullah).
Dan segala interaksi itu tentunya didukung oleh adanya energi.

•     Materi dan energi khususnya hanya berubah-ubah bentuknya, dari hasil interaksi antar materi dan dari hasil perubahan struktur materinya.

Sedangkan tiap 'zat' ruh dan elemen-elemennya sama-sekali tidak berubah.
Dan hal yang berubah-ubah hanya segala 'keadaan batiniah' ruhnya (termasuk segala informasi batiniahnya), sesuai kehendaknya masing-masing.

•     Segala benda di seluruh alam semesta hanya terbentuk dari hasil interaksi antar materi dan hasil perubahan struktur materi (penggabungan ataupun pemisahan).

•     Segala benda memiliki segala hierarki bentuk, dari yang paling sederhana sampai paling kompleks ('materi terkecil', sistem sub-atom, sistem atom, sistem planet, sistem bintang, sistem galaksi, sistem kelompok galaksi, dan sistem alam semesta), yang terbentuk berdasar sifat-sifat 'materi' dan 'struktur materi' penyusunnya.

•     Secara umum, bentuk dan sifat segala benda langit hanya tergantung kepada ukuran, massa dan gravitasi inti-pusat-nukleusnya, yang tersusun dari partikel-partikel yang relatif paling besar massa jenisnya.

Sedangkan segala partikel lainnya (bermassa jenis jauh lebih ringan) pada dasarnya memang tersebar di alam semesta, secara 'homogen' (seragam) dan 'isotropi' (merata). Sehingga partikel inipun kurang berperan atas bentuk dan sifat segala benda langit (relatif hanya berperan mengubah-ubah ukuran benda langitnya saja).

Bentuk awal dan akhir alam semesta

•     Alam semesta berbentuk awal berupa suatu 'titik' sinar ("sinar alam semesta"), yang amat sangat terang dan meliputi seluruh alam semesta.
Sedangkan seluruh wilayah alam semesta itu sendiri hanya berupa suatu 'titik' di dalam ruang 'tak-terbatas'.

Bentuk paling awal ini bisa terjadi, karena segala 'materi terkecil' dalam wilayah alam semesta, telah diberikan-Nya "energi awal alam semesta" yang amat sangat panas, dan menjadikan segala 'materi terkecil' itu berpijar dan bergerak relatif amat sangat cepat. Juga bergerak secara acak ke segala arah, akibat saling bertumbukannya antar 'materi terkecil' itu.

Tentunya "sinar alam semesta" paling awal ini belum bisa tampak oleh segala peralatan ataupun segala alat indera manusia (jika manusia diibaratkan telah ada saat itu). Namun "sinar alam semesta" mulai bisa tampak setelah terbentuknya partikel-partikel sub-atom di seluruh alam semesta (terutama berupa partikel-partikel photon).

•     Alam semesta berbentuk akhir berupa suatu keadaan 'kegelapan', yang amat sangat gelap dan dingin, walaupun masih berada 'di atas' temperatur nol mutlak.

Bentuk paling akhir ini bisa terjadi, karena "energi awal alam semesta" yang pada awalnya hanya berupa energi panas, hampir seluruhnya telah berubah bentuk menjadi segala bentuk energi lainnya (khususnya energi kinetik, energi potensial dan energi elektromagnet pada seluruh benda langit). Dan hampir tidak ada lagi pancaran energi atau perpindahan materi antar benda langit.

Segala bintang dan quarsar khususnya telah tidak lagi bersinar, serta seluruhnya telah berubah bentuk menjadi 'black hole' ataupun bintang neutron, yang bergerak revolusi dan rotasi dalam keadaan yang paling stabil.

Siklus alam semesta

•     Alam semesta tidak mengalami siklus yang berulang-ulang, atau tidak berosilasi.

•     Penciptaan alam semesta hanya berlangsung searah dan tanpa siklus, dari berupa sinar yang amat sangat terang ("sinar alam semesta" atau 'Big Light'), menuju ke keadaan paling akhirnya pada jaman 'kegelapan'.
Perluasan atau ekspansi alam semesta

•     Alam semesta berekspansi secara terbatas (suatu saat pasti berhenti), seragam, stabil, thermal dan kinematik, tanpa melalui inflasi. Serta alam semesta tidak pernah berkontraksi (berkurang luasnya).

•     Proses ekspansi alam semesta terjadi dalam 2 tahap, yang relatif berurutan, yaitu: tahapan sebelum terbentuknya segala formasi kelompok benda langit (khususnya sebelum terbentuknya 'pusat alam semesta') dan diikuti oleh tahapan setelahnya.

Kedua tahapan ini relatif berbeda sifat dan prosesnya.

Pada tahapan pertama, terjadi atas keseluruhan sistem alam semesta (seluruh alam semesta makin meluas), khususnya terjadi karena pergerakan acak segala materi ataupun benda langit. Sedangkan pada tahapan kedua, hanya ada terjadi pergerakan saling menjauh antar benda-benda langit penyusun alam semesta (seluruh alam semesta justru tidak berubah luasnya, karena luas ruang wilayah pengaruh medan gravitasi 'pusat alam semesta' memang relatif tidak berubah).

Pergerakan saling menjauh itu sendiri bisa terjadi, karena makin berkurangnya ukuran, massa dan gravitasi benda-benda langit (dari adanya pancaran dan perpindahan materinya). Sehingga tiap benda langit relatif makin menjauh dari benda langit pusat orbitnya masing-masing.

Dan pada tahapan kedua ini, sejak dari saat awal terjadinya pergerakan saling menjauh antar benda-benda langit, sampai saat berhentinya pergerakan saling menjauh tersebut, segala benda langit justru masih tetap berada dalam wilayah pengaruh medan gravitasi 'pusat alam semesta'.

•     Proses ekspansi alam semesta tahapan pertama berlangsung sejak awal penciptaannya, sampai terbentuknya 'pusat alam semesta'.
Dan ekpansi tahapan kedua berlangsung sejak awal terbentuknya 'pusat alam semesta', dan berhenti saat jaman kegelapan (saat ukuran dan gerakan revolusi segala benda langit telah paling stabil).

Pada jaman kegelapan itu pula segala benda langit relatif telah tidak berubah-ubah lagi ukuran, massa dan gravitasinya, karena relatif telah tidak terjadi lagi pancaran dan perpindahan materi atau energi antar benda langit (segala bintang dan quasar khususnya telah tidak bersinar lagi).

•     Ekspansi alam semesta tahapan kedua, seperti halnya pada saat sekarang ini, bukan berpusat pada 'satu' titik (seperti halnya menurut teori 'Big Bang'), tetapi justru pada 'banyak' titik (pusat-pusat benda langit, seperti: bintang, pusat galaksi, pusat kelompok galaksi, ataupun 'pusat alam semesta').

Hanya pada ekspansi alam semesta tahapan pertama, yang terjadi di jaman dahulu (sekitar milyaran tahun dari sekarang), yang memang berpusat pada 'satu' titik.

•     Kedua tahapan ekspansi alam semesta (percepatan ataupun perlambatannya) tidak berlangsung statis, ataupun tidak mengikuti suatu pola tertentu yang cukup sederhana. Tetapi justru cukup rumit, karena mengikuti pergerakan acak materi ataupun benda langit (ekspansi tahapan pertama), dan juga mengikuti perubahan ukuran, massa dan gravitasi benda-benda langit (ekspansi tahapan kedua).

Sehingga ekspansi alam semesta 'teramati' bukan hanya berupa ekspansi sesuatu bidang 'datar' ataupun berupa ekspansi secara radial (bola yang mengembang).
Umur alam semesta

•     Alam semesta umurnya relatif terbatas (fana).

Namun setelah mencapai keadaan paling akhirnya (keadaan kegelapan), jika dikehendaki-Nya, maka alam semesta juga bisa bersifat kekal, dalam keadaan kegelapan tersebut (tidak dimusnahkan atau dihancurkan-Nya).

•     Alam semesta umurnya belum bisa diketahui (sampai saat ini ataupun sampai 'akhir jaman'). Karena penciptaan alam semesta tidak berlangsung dengan mengikuti suatu pola tertentu yang cukup sederhana, tetapi justru berlangsung berdasarkan interaksi secara relatif 'acak', antar tiap materi dan materi-materi di dekatnya.

•     Penentuan umur alam semesta pada dasarnya tidak sederhana, seperti halnya menurut teori 'Big Bang' (ekspansi alam semesta hanya berawal dari sesuatu titik pusat 'Big Bang', yang berupa suatu bola yang amat sangat besar, panas dan padat).

Sedangkan proses ekspansinya sendiri dianggap mengikuti suatu pola kurva eksponensial tertentu. Di mana pada awal 'Big Bang', ekspansi berlangsung amat sangat cepat (terdapat singularitas), selalu mengalami percepatan dan berlangsung selamanya.

Dan jika kurva itu dikaitkan dengan laju percepatan ekspansi saat sekarang, serta jarak antara Bumi dan titik pusat 'Big Bang', maka menurut teori 'Big Bang', umur alam semesta sampai saat ini dianggap telah mencapai sekitar 13,7 milyar tahun.

•     Menurut pemahaman di sini (menurut teori 'Big Light'), umur alam semesta sampai saat ini justru kemungkinan besar bisa jauh lebih besar daripada 13,7 milyar tahun. Karena proses penciptaan alam semesta menurut teori 'Big Light', relatif lebih rumit daripada teori 'Big Bang' dan juga seluruhnya hanya berasal dari 'materi terkecil'.

Namun begitu, teori dan konsep pendukung bagi teori 'Big Light' justru relatif jauh lebih sederhana, khususnya karena tidak memakai teori dan konsep, seperti: 'energi gelap', 'materi gelap', 'materi yang hilang', 'inflasi', 'energi vakum', dsb., yang justru masih misterius, belum terbukti ataupun amat diragukan kebenarannya.
Kehidupan di alam semesta

•     Secara teoritis, Bumi hanya salah-satu dari amat sangat banyak jumlah segala sistem planet pada segala sistem bintang, yang bisa memungkinkan terjadinya kehidupan makhluk (termasuk makhluk tingkat tinggi seperti halnya manusia).

Makhluk-makhluk tingkat rendah sampai tingkat tinggi di angkasa luar, secara teoritis pada dasarnya bisa terjadi, dan bentuknya juga serupa seperti halnya segala makhluk di Bumi, karena segala zat materi dan zat ruh di alam semesta, pada dasarnya memang bercampur-baur secara relatif homogen (seragam) dan isotropik (merata).

Dan makhluk-makhluk angkasa luar ini tentunya relatif amat berbeda daripada berbagai gambaran dari film dan cerita fiksi ilmiah, yang bentuknya relatif amat aneh dan tidak ada di Bumi.

•     Bumi dan Surga amat berbeda, masing-masing berada pada alam yang juga berbeda, yaitu pada alam nyata-lahiriah-dunia (bagi Bumi) dan pada alam gaib-batiniah-akhirat (bagi Surga).

Lebih jelasnya, kehidupan makhluk di Bumi (di dunia), adalah kehidupan lahiriah makhluk setelah zat ruhnya ditiupkan-Nya ke benih dasar tubuh wadah lahiriahnya di dunia, sampai zat ruhnya dicabut, diangkat atau dibangkitkan-Nya dari tubuhnya, pada saat kematiannya (Hari Kiamat kecil).

Sedangkan kehidupan makhluk di Surga (ataupun di Neraka), adalah kehidupan batiniah ruh pada tiap zat makhluk (kehidupan akhiratnya), yang relatif bersih dari dosa (Surga), ataupun yang relatif banyak mengandung dosa-dosa besar (Neraka).

•     Kehidupan akhirat tiap makhluk justru telah berlangsung sejak saat zat ruhnya diciptakan-Nya, dan tetap berlangsung kekal bahkan setelah akhir jaman, kecuali jika dikehendaki-Nya, zat ruh itupun justru dimusnahkan atau dihancurkan-Nya.

Sedangkan kehidupan dunia justru hanya sebagian amat kecil dari kehidupan akhirat tiap makhluk (hanya selama zat ruhnya masih menyatu dengan tubuh wadahnya).

•     Pada awalnya diciptakan-Nya, segala zat ruh masih suci-murni dan bersih dari dosa. Sehingga disebut dalam Al-Qur'an, bahwa Adam, para malaikat dan bahkan para iblis, pada awalnya masih tinggal di Surga.
Dan Adam dan iblis khususnya, lalu terusir dari Surga, tepat setelah masing-masingnya telah melakukan dosa pertamanya.

•     Penciptaan alam semesta dan kehidupan segala makhluk di dalamnya pada dasarnya bertujuan utama, sebagai sarana bagi Allah untuk bisa menguji keimanan tiap makhluk ciptaan-Nya, khususnya dalam menjaga kesucian atau kemurnian segala keadaan batiniah ruhnya.

•     Setelah berakhirnya kehidupan lahiriah tiap makhluk di dunia fana ini, maka zat ruhnya pasti akan kembali ke hadapan 'Arsy-Nya, untuk mempertanggung-jawabkan segala amal-perbuatannya di dunia, berdasarkan tugas, amanat atau perannya masing-masing yang telah diberikan-Nya.

Segala amal-perbuatan tiap makhluk di dunia, pada dasarnya pasti mengubah, membentuk atau membangun segala keadaan batiniah ruhnya, yang akan tetap kekal setelah zat ruhnya kembali ke hadapan-Nya, untuk 'tinggal' di Surga ataupun di Neraka.

•     Surga dan Neraka ada banyak (sesuai dengan jumlah zat ruh ciptaan-Nya). Karena Surga dan Neraka adalah tiap keadaan batiniah pada masing-masing zat ruh (sesuai dengan tugas yang diberikan-Nya dan segala amal-perbuatannya masing-masing).

Lebih jelasnya lagi, jumlah Surga dan Neraka justru sejumlah segala amal-perbuatan segala makhluk. Surga dan Neraka semacam ini bisa disebut sebagai 'Surga kecil' dan 'Neraka kecil'. Sedangkan Surga dan Neraka yang disebut dalam Al-Qur'an, biasanya berupa suatu hasil 'rangkuman' dan contoh perumpamaan atas segala keadaan batiniah ruh (gabungan dari segala 'Surga kecil' dan 'Neraka kecil'), serta bisa disebut sebagai 'Surga besar' dan 'Neraka besar'.

Kehidupan akhirat tiap makhluk di dunia, biasa disebut sebagai 'Surga kecil' (beban dosa) ataupun 'Neraka kecil' (pahala-Nya). Manusia memang relatif kurang bisa memahami kehidupan akhiratnya sendiri, terutama karena manusia memang relatif cenderung melalaikannya, akibat relatif sangat disibukkan oleh kehidupan dunianya.

Disebut pula dalam Al-Qur'an, bahwa kehidupan akhirat tiap makhluk akan 'disempurnakan-Nya' di Hari Kiamat kecil (saat kematian tiap makhluk), karena segala kesibukan duniawinya memang telah berakhir, dan ia telah benar-benar bisa memahami kehidupan akhirat yang sebenarnya, yang telah dibangunnya selama di dunia fana ini. Pemahaman inipun tentunya diperoleh setelah dituntun oleh para malaikat Rakid dan 'Atid, yang justru telah ikut menulis atau mencatat segala amalannya.

•     Kehidupan manusia di Surga ataupun di Neraka, relatif serupa halnya dengan kehidupan para malaikat ataupun para iblis di alam ruh atau alam arwah.
Bahkan penghuni Surga juga terdiri dari para malaikat, sedangkan penghuni Neraka juga terdiri dari para iblis, syaitan dan jin.

Sehingga kehidupan manusia di Surga dan di Neraka yang disebut dalam Al-Qur'an, yang seolah-olah serupa kehidupan duniawi, justru pada dasarnya hanya sebagai suatu contoh-perumpamaan simbolik saja (hanya analogi dan pendekatan, bukan fakta-kenyataan yang sebenarnya).

"Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa, ialah (seperti taman yang) mengalir sungai-sungai di dalamnya, (pohon-pohon yang) buahnya tak henti-henti, sedangkan naungannya (meneduhkan). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertaqwa. Sedangkan tempat kesudahan bagi orang-orang yang kafir ialah neraka." − (QS.13:35) dan (QS.47:15).

Berakhirnya alam semesta ('akhir jaman')

•     Serupa halnya yang disebut dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' bagi kehidupan segala makhluk ciptaan-Nya di dunia ini, bisa terjadi pada: (tahapan selengkapnya bisa dibaca pada artikel/posting terdahulu "Urutan penciptaan alam semesta")

a.     Jaman perluasan (ekspansi alam semesta)

'Akhir jaman' bisa terjadi pada jaman ini, jika selama pergerakan saling menjauhnya antar benda langit, terjadi pergeseran yang cukup ekstrim atas lintasan revolusi Bumi dan benda-benda langit di sekitarnya (termasuk Bulan). Sehingga Bumi bisa bertumbukan dengan benda-benda langit tersebut, ataupun hanya dilintasinya dengan relatif amat dekat (namun bisa menimbulkan segala kerusakan yang amat parah).

Dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' inipun disebut, seperti:
~     "Gunung-gunung dihancurkan" (pada QS.77:10, QS.81:3 dan QS.69:14).
~     "Bumi diratakan" (pada QS.84:3).
~     "Bulan terbelah" (pada QS.54:1).
~     "Lautan meluap" (pada QS.82:3).
~     "Lautan dipanaskan" (pada QS.81:6).

b.     Jaman 'supernova' (langit 'terbelah')

'Akhir jaman' bisa terjadi pada jaman ini, terutama jika bintang-bintang di dalam sistem galaksi Bima sakti (termasuk Matahari), telah banyak yang mengalami Supernova ataupun Nova (ledakan hebat pada bintang-bintang).
Maka pada berbagai saat, dari Bumi juga akan bisa terlihat langit yang seolah-olah terbelah, terpecah atau terbakar oleh ledakan hebat, serta relatif penuh dengan kabut dan debu.

Dan tentunya jika Matahari telah meledak, maka Bumi relatif telah tidak lagi memiliki sumber energi utama bagi kehidupan segala makhluk di dalamnya.

Dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' inipun disebut, seperti:
~     "Langit pecah-belah, terbakar, mengeluarkan kabut ataupun menjadi lemah" (pada QS.25:25, QS.73:18, QS.55:37, QS.77:9, QS.82:1, QS.84:1 dan QS.69:16).
~     "Bintang-bintang berjatuhan" (pada QS.81:2 dan QS.82:2).

c.     Jaman 'black hole' ('kematian' benda langit) dan jaman kegelapan ('kematian' alam semesta)

Serupa halnya dengan 'akhir jaman' pada jaman 'supernova' di atas, jika Matahari telah meledak dan berubah menjadi 'black hole' ataupun bintang neutron, maka Bumi relatif telah tidak lagi memiliki sumber energi utama bagi kehidupan segala makhluk di dalamnya.

Dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' inipun disebut, seperti:
~     "Langit digulung ataupun dilenyapkan " (pada QS.21:104 dan QS.81:11).
~     "Matahari dan bintang-bintang digulung ataupun dihapuskan" (pada QS.81:1 dan QS.77:8).
~     "Bulan dan matahari kehilangan cahayanya" (pada QS.75:8-9).

•     Amat penting diketahui kembali, bahwa fokus dari 'akhir jaman' yang disebut dalam Al-Qur'an, umumnya hanya menyangkut berakhirnya kehidupan segala makhluk ciptaan-Nya di dunia fana ini. Sedangkan dalam pembahasan sekarang, fokusnya relatif lebih luas lagi, dan menyangkut keadaan yang terakhir bagi alam semesta ini.

•     Di samping kehidupan di dunia yang bersifat fana ini, juga ada kehidupan di akhirat yang bersifat kekal (kecuali jika dikehendaki-Nya lain). Sehingga setelah berakhirnya kehidupan dunianya (setelah 'akhir jaman'), tiap makhluk ciptaan-Nya justru masih hidup di kehidupan akhiratnya.
Hal-hal lain

•     Alam semesta bersifat relatif 'homogen' dan 'isotropi'.

Lebih jelasnya, alam semesta terlihat relatif sama dari segala lokasi (bersifat homogen atau seragam), dan dari segala arah (bersifat isotropi atau merata).

Kedua hal ini diketahui sebagai prinsip-prinsip kosmologi yang paling utama.

•     Secara umum, sejak saat awal penciptaannya, alam semesta bersifat 'amat dinamis', tetapi saat terakhirnya (di jaman kegelapan ataupun 'akhir jaman'), alam semesta justru bersifat relatif 'amat statis'.

•     'Ruang dan waktu' pada dasarnya tidak berkembang ataupun tidak berubah-ubah, hanya tergantung referensi, pengukur dan alat ukurnya.
Sehingga teori relativitas 'ruang dan waktu' pada dasarnya hanya suatu hasil kesalahan, kekeliruan atau keterbatasan pada model dan formula matematis buatan manusia.

•     'Temperatur nol mutlak' (yang disebut-sebut di atas), adalah temperatur nol mutlak yang sebenarnya dalam sesuatu sistem, yang terjadi pada saat segala materi di dalamnya (bahkan termasuk segala partikel sub-atom dan segala 'materi terkecil'-nya), justru relatif tidak bergerak sama-sekali.

Sehingga 'temperatur nol mutlak' inipun relatif berbeda daripada temperatur nol mutlak menurut skala Kelvin, yang tinjauannya masih berada pada tingkat molekul atau atom. Dan 'temperatur nol mutlak' hanya terjadi dalam ruang tak-terbatas, relatif jauh di luar ruang wilayah alam semesta (di luar pengaruh 'pusat alam semesta').

•     Sama sekali mustahil ada 'singularitas' di alam semesta ini, yang segala sesuatu proses di dalamnya justru pasti berlangsung 'alamiah', sesuai dengan segala keadaan tiap saatnya pada tiap zat ciptaan-Nya, yang terlibat dalam tiap prosesnya.

Suatu proses perubahan keadaan yang amat besar misalnya, justru hanya semata suatu titik kulminasi, yang berasal dari rangkaian sejumlah amat besar perubahan yang amat kecil atau sederhana, yang makin meningkat secara bertahap.
Serta perubahan keadaan yang amat besar itu justru hanya terjadi pada sejumlah amat kecil zat, di antara keseluruhan zat yang terlibat dalam prosesnya.

Sedangkan 'singularitas' yang terjadi dalam teori 'Big Bang' (ledakan yang amat dahsyat), justru hanya semata bisa timbul berdasarkan segala kesalahan formulasi matematis, dari hasil buatan manusia. Termasuk karena memang mustahil ada segala sesuatu proses di alam semesta ini, yang bisa memicu terjadinya 'Big Bang'.

Padahal juga mustahil membandingkan atau menyamakan langsung antara kejadian 'Big Bang' dan ledakan supernova, terutama karena obyek sumber 'Big Bang' adalah obyek yang bersifat 'mandiri penuh', sebaliknya dengan bintang yang mengalami supernova (di sekitarnya telah ada segala benda langit lainnya).

Sedangkan bintang yang mengalami supernova, adalah bintang yang telah kehilangan sinarnya (bintang mati), karena tidak lagi memiliki kemampuan secara 'mandiri', untuk bisa menimbulkan reaksi fusi nuklir (bahan bakar nuklir pemicunya telah habis). Namun jika ada pemicunya, yang berasal dari benda-benda langit lain di sekitar yang mendekatinya, maka reaksi dan ledakan nuklir juga masih bisa terjadi kembali. Hal seperti ini tentunya mustahil bisa terjadi pada 'Big Bang', yang memang sama sekali tidak ada benda langit lain di sekitarnya (sebagai pemicu).

Dan ledakan supernova tentunya juga bukan suatu bentuk 'singularitas' (hanya hasil interaksi secara alamiah, antara segala potensi dari dalam dan dari luar bintangnya).

•     Sama sekali mustahil ada 'magnet monopol' di alam semesta ini (magnet berkutub satu, hanya positif ataupun hanya negatif), yang ada hanya semata berupa 'magnet dipol' (magnet berkutub dua, positif dan negatif sekaligus). Dan tentunya mustahil ada magnet yang berkutub lainnya (bukan positif dan negatif).

Jika dipaksakan untuk disebut, 'magnet monopol' yang sebenarnya yang ada, justru hanya berupa 'materi terkecil' (penyusun terkecil bagi segala benda atau materi), yang bermuatan positif ataupun negatif, karena zat ruh yang menempatinya memang bersifat 'maskulin' ataupun 'feminin'.
Namun segala benda atau materi yang berukuran lebih besar daripada 'materi terkecil' (berukuran kelipatannya), justru pasti berupa 'magnet dipol'.

Bahkan 'proton' (bermuatan positif) dan 'elektron' (bermuatan negatif), juga bukan berupa 'magnet monopol'. Karena muatan positif pada 'proton' dan muatan negatif pada 'elektron' justru hanya berupa 'selisih relatif' dari muatan positif dan negatif pada seluruh materi penyusunnya (muatannya bukan positif ataupun negatif seluruhnya). Dan secara keseluruhannya, 'proton' dan 'elektron' tetap berupa 'magnet dipol', persis seperti halnya benda-benda langit.

'Magnet dipol' pada dasarnya bisa timbul berdasarkan sifat 'maskulin' ataupun 'feminin' pada tiap zat ruh, yang memang pasti menempati dan mengendalikan tiap materinya. Dan tiap makhluk ataupun benda yang bersifat 'maskulin', relatif pasti menyukai atau tertarik kepada makhluk ataupun benda lainnya yang bersifat 'feminin', begitu pula sebaliknya.

•     Tidak lain dan tidak bukan, bahwa "medan gravitasi = medan magnet", dan juga tentunya bahwa "gaya gravitasi = gaya magnet".

Medan gravitasi bukan berupa garis-garis 'lurus' (vektor), yang ditarik langsung dari titik-titik pada suatu materi, ke titik-titik pada materi lainnya, seperti halnya menurut hukum gravitasi umum dari Newton. Medan gravitasi juga bukan berupa kurva ruang dan waktu, seperti halnya menurut teori relativitas umum dan persamaan medan dari Einstein.

Medan gravitasi ibarat sederhananya, berupa sekumpulan besar orang (materi, bahkan termasuk materi yang berukuran amat kecil dalam ruang vakum), yang saling berpegangan tangan kanan dan kirinya (saling tarik-menarik antar kutub positif dan negatifnya, serta sekaligus saling tolak-menolak antar kutub sejenis), yang tersusun membentuk kurva-kurva seperti pada medan magnet.

Dan di alam semesta ini sama sekali tidak ada ruang yang benar-benar vakum ('hampa' / 'kosong'), dan di dalamnya pasti terisi oleh materi, dari yang berukuran 'besar' seperti berupa atom, bahkan sampai berupa 'materi terkecil'.

KEAJAIBAN AL QUR'AN & ASTRONOMI

Penciptaan Alam Semesta
Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur'an pada ayat berikut:

"Dialah pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6:101)

Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.

Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.

Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan.

Pemisahan Langit dan Bumi



Gambar ini menampakkan peristiwa Big Bang, yang sekali lagi mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan jagat raya dari ketiadaan. Big Bang adalah teori yang telah dibuktikan secara ilmiah. Meskipun sejumlah ilmuwan berusaha mengemukakan sejumlah teori tandingan guna menentangnya, namun bukti-bukti ilmiah malah menjadikan teori Big Bang diterima secara penuh oleh masyarakat ilmiah.
Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:

"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (Al Qur'an, 21:30)

Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan.

Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.

Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta.

Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini.

Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.

Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.


Garis Edar

Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu. 

"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al Qur'an, 21:33)

Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:


"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (Al Qur'an, 36:38)

Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur'an ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana. 


Sebagaimana komet-komet lain di alam raya, komet Halley, sebagaimana terlihat di atas, juga bergerak mengikuti orbit atau garis edarnya yang telah ditetapkan. Komet ini memiliki garis edar khusus dan bergerak mengikuti garis edar ini secara harmonis bersama-sama dengan benda-benda langit lainnya
Keseluruhan alam semesta yg dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai berikut:

"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (Al Qur'an, 51:7)

Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.

Semua benda langit termasuk planet, satelit yang mengiringi planet, bintang, dan bahkan galaksi, memiliki orbit atau garis edar mereka masing-masing. Semua orbit ini telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang sangat teliti dengan cermat. Yang membangun dan memelihara tatanan sempurna ini adalah Allah, Pencipta seluruh sekalian alam.
Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.

Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur'an diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Qur'an yang diturunkan pada saat itu: karena Al Qur'an adalah firman Allah.


Mengembangnya Alam Semesta




Edwin Hubble dengan teleskop besarnya.
Dalam Al Qur'an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:

"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." (Al Qur'an, 51:47)

Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur'an dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.


Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.

Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".

Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.

Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur'an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur'an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.


Bentuk Bulat Planet Bumi


  "Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia  menutupkan  malam atas siang dan menutupkan siang atas malam..." (Al Qur'an, 39:5) Dalam Al Qur'an, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata Arab yang diterjemahkan sbg "menutupkan" dalam ayat di atas adalah "takwir". Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas yang lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.

Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling menutup satu sama lain berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur'an, yang telah diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat.

Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al Qur'an berisi informasi yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al Qur'an adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayatnya ketika menjelaskan jagat raya.


Atap yang Terpelihara



Gambar ini memperlihatkan sejumlah meteor yang hendak menumbuk bumi. Benda-benda langit yang berlalu lalang di ruang angkasa dapat menjadi ancaman serius bagi Bumi. Tapi Allah, Pencipta Maha Sempurna, telah menjadikan atmosfir sebagai atap yang melindungi bumi. Berkat pelindung istimewa ini, kebanyakan meteorid tidak mampu menghantam bumi karena terlanjur hancur berkeping-keping ketika masih berada di atmosfir.
Dalam Al Qur'an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik tentang langit:

"Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya." (Al Qur'an, 21:32)

Sifat langit ini telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20.
Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.

Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, - seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi.

Kebanyakan manusia yang memandang ke arah langit tidak pernah berpikir tentang fungsi atmosfir sebagai pelindung. Hampir tak pernah terlintas dalam benak mereka tentang apa jadinya bumi ini jika atmosfir tidak ada. Foto di atas adalah kawah raksasa yang terbentuk akibat hantaman sebuah meteor yang jatuh di Arizona, Amerika Serikat. Jika atmosfir tidak ada, jutaan meteorid akan jatuh ke Bumi, sehingga menjadikannya tempat yang tak dapat dihuni. Namun, fungsi pelindung dari atmosfir memungkinkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya dengan aman. Ini sudah pasti perlindungan yang Allah berikan bagi manusia, dan sebuah keajaiban yang dinyatakan dalam Al Qur'an.

Fungsi pelindung dari atmosfir tidak berhenti sampai di sini. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.

Tidak hanya atmosfir yang melindungi bumi dari pengaruh berbahaya. Selain atmosfir, Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita. Radiasi ini, yang terus- menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi. Dr. Hugh Ross berkata tentang perang penting Sabuk Van Allen bagi kehidupan kita:

Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van-Allen, yang melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius - tapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan Venus, planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi. (http://www.jps.net/bygrace/index. html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To Believe, Pasadena, CA.)

Energi yang dipancarkan dalam satu jilatan api saja, sebagaimana tercatat baru-baru ini, terhitung setara dengan 100 milyar bom atom yang serupa dengan yang dijatuhkan di Hiroshima. Lima puluh delapan jam setelah kilatan tersebut, teramati bahwa jarum magnetik kompas bergerak tidak seperti biasanya, dan 250 kilometer di atas atmosfir bumi terjadi peningkatan suhu tiba-tiba hingga mencapai 2.500 derajat celcius.

Singkatnya, sebuah sistem sempurna sedang bekerja jauh tinggi di atas bumi. Ia melingkupi bumi kita dan melindunginya dari berbagai ancaman dari luar angkasa. Para ilmuwan baru mengetahuinya sekarang, sementara berabad-abad lampau, kita telah diberitahu dalam Al Qur'an tentang atmosfir bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung.

Energi yang dipancarkan oleh sebuah letusan pada Matahari sungguh amat dahsyat sehingga sulit dibayangkan akal manusia: Letusan tunggal pada matahari setara dengan ledakan 100 juta bom atom yang pernah dijatuhkan di Hiroshima. Bumi terlindungi dari pengaruh merusak akibat pancaran energi ini.

The magnetosphere layer, formed by the magnetic field of the Earth, serves as a shield protecting the earth from celestial bodies, harmful cosmic rays and particles. In the above picture, this magnetosphere layer, which is also named Van Allen Belts, is seen. These belts at thousands of kilometres above the earth protect the living things on the Earth from the fatal energy that would otherwise reach it from space.
Langit yang Mengembalikan

   Ayat ke-11 dari Surat Ath Thaariq dalam Al Qur'an, mengacu pada fungsi  "mengembalikan" yang dimiliki langit.

  "Demi langit yang mengandung hujan." (Al Qur'an, 86:11)

    

Kata yang ditafsirkan sebagai "mengandung hujan" dalam terjemahan Al Qur'an ini juga bermakna "mengirim kembali" atau "mengembalikan".

Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati sejumlah contoh fungsi "pengembalian" dari lapisan-lapisan yang mengelilingi bumi tersebut.

Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai hujan.

Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.

Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi tanpa kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.

Lapisan magnet memantulkan kembali partikel-partikel radioaktif berbahaya yang dipancarkan Matahari dan bintang-bintang lainnya ke ruang angkasa sebelum sampai ke Bumi.

Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut, telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Qur'an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar