Awal penciptaan
"Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui,
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu.
Kemudian Kami pisahkan antara keduanya (masing-masing dibentuk-Nya).
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka tidak juga beriman?."
(QS. AL-ANBIYAA':21:30).
"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap (kabut).
Lalu Dia berkata kepadanya (langit) dan kepada bumi:
'Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku (masing-masing dihadirkan atau dibentuk-Nya), dengan suka hati atau terpaksa'.
Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati'."
(QS. FUSH SHILAT:41:11).
Awal Penciptaan Alam Semesta, dan Elemen Dasarnya
Keadaan awal penciptaan alam semesta
Alam semesta ini pada saat awal penciptaannya hanya berupa sesuatu 'asap atau kabut' yang meliputi keseluruhan alam semesta ini, yang amat sangat panas (jutaan ataupun milyaran derajat Celcius), dan bersinar amat sangat putih dan terang. Serupa halnya dengan sinar dari matahari yang amat menyilaukan itu, dan juga bisa membutakan mata manusia, jika terlalu lama melihatnya. Namun sinar dari "kabut alam semesta" itu tak-terhitung kali lipat jauh lebih terang daripada sinar matahari, karena justru meliputi keseluruhan alam semesta, sedangkan matahari hanya tampak seperti suatu bola kecil saja.
Beberapa keadaan pada awal penciptaan alam semesta di atas diakui memang sengaja ditambahkan, karena tidak disebut dalam surat Al-Anbiyaa' ayat 30 dan surat Fush Shilat ayat 11. Kedua ayat ini pada intinya hanya menyatakan, "bumi dan langit pada saat awalnya bersatu padu, berupa asap". Sedangkan keadaan yang amat sangat panas, putih dan terang itu berdasar teori, bahwa alam semesta pada saat awalnya tidak memiliki energi, ataupun berdasar teori dalam ilmu-pengetahuan modern, "bahwa energi bersifat kekal, tetapi energi bisa diubah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya", sehingga mestinya ada sesuatu energi paling awal, bagi berjalannya seluruh alam semesta dan segala isinya.
Maka diciptakan-Nya pula sesuatu yang disebut "energi awal alam semesta", yang amat sangat panas, putih dan terang itu, sehingga bisa dipakai sampai akhir jaman oleh segala jenis zat makhluk-Nya, untuk bisa hidup dan beraktifitas. Bahkan sesuai dengan teori ilmu-pengetahuan modern saat ini, bahwa dari energi justru bisa terbentuk berbagai jenis Atom, dari berbagai jenis atom yang lebih sederhana, sampai dari materi-benda yang 'terkecil'. Sedang Atom yang paling sederhana adalah atom gas Hidrogen (lihat pula pada penjelasan 2, tentang proses-proses di alam semesta dan atom-atom yang terjadi).
"Kabut alam semesta" itu sendiripun terdiri dari segala materi lahiriah-nyata-fisik penyusun seluruh alam semesta ini, dalam bentuk 'uap' dari unsur terkecilnya ('Atom'). Atom juga adalah bentuk setiap materi-benda dalam keadaannya yang paling panasnya. Dan seluruh Atom di alam semesta ini bercampur-baur, bertumbukan dan bergerak dengan amat sangat bebas dan cepat ke segala arah, akibat dari adanya "energi awal alam semesta" yang amat sangat panas tersebut.
Tentu saja setiap Atom itupun tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, akan tetapi jika telah bercampur dalam jumlah yang amat sangat banyak seperti di atas, maka bentuknya akan berupa 'kabut atau asap'. Sedang jika dilihat dari dekat, asap atau kabut itupun tetap tidak terlihat mata telanjang. Secara sederhananya, "kabut alam semesta itu adalah kabut dari atom-atom gas hidrogen yang sedang terbakar".
Hal inilah yang dimaksud dalam surat Al-Anbiyaa' ayat 30 di atas, tentang "masih bersatu-padunya langit dan Bumi" pada saat awal penciptaan alam semesta ini, karena Bumi, beserta segala benda langit lainnya (bintang, planet, komet, meteor, dsb) memang masih melebur dan menyatu dalam 'suatu kabut' (atau sama-sekali belum berwujud). Segala zat ciptaan-Nya di seluruh alam semesta ini (benda mati dan makhluk hidup, nyata dan gaib) pasti berasal dari suatu ketiadaan, lalu diciptakan oleh Allah, Yang Maha pencipta dan Maha kuasa.)
Energi awal di alam semesta dan "big bang"
Selain akibat dari "energi awal alam semesta", yang 'pertama kali' diciptakan-Nya itu. Sinar atau panas di alam semesta itu sendiri, juga timbul 'setelahnya', dari tak-terhitung jumlah ledakan yang terus-menerus terjadi hampir secara bersamaan dan luas, sebagai hasil dari gaya gravitasi dan hasil reaksi-reaksi tumbukan berantai antar materi-atom (reaksi fusi nuklir), sampai sekitar saat terbentuknya atom-atom penyusun inti-pusat segala benda langit, sejalan dengan mendinginnya suhu alam semesta. Berdasar teori ilmu-pengetahuan modern, tentang ada terjadinya ledakan yang amat sangat besar pada awal penciptaan alam semesta, terkenal disebut sebagai teori "big bang" (ledakan atau dentuman besar).
Walau bagi pemahaman pada buku ini, bahwa ledakan besar itu bukan terjadi pada sesuatu titik tertentu (satu ledakan saja), seperti halnya yang dikemukakan melalui teori "big bang" itu. Tetapi justru terjadi berupa sejumlah tak-terhitung ledakan di seluruh alam semesta ini, dan berupa ledakan suatu "gas, uap atau kabut alam semesta" atau sederhananya ledakan suatu kabut gas Hidrogen.
Sedang pada teori "big bang" itu berupa ledakan suatu "benda padat yang amat sangat besar", yang terdiri dari seluruh materi di alam semesta. Ada pula dugaan lain bagi teori "big bang", berbentuk berupa ledakan dari suatu "titik kosong", yang lalu tercipta sekaligus seluruh materi di alam semesta.
Hanya adanya 'satu ledakan' menurut teori "big bang", karena ada ditemukan fakta, bahwa alam semesta terus-menerus berkembang luasnya (atau galaksi-galaksi diketahui jaraknya saling menjauh). Hal inilah yang bisa menimbulkan anggapan, bahwa seluruh alam semesta hanya berasal dari 'satu titik' saja (titik pusat ledakan itu sendiri), lalu meluas ke segala arah.
Namun anggapan itu masih mengandung 'kelemahan', karena saling bergerak menjauhnya antar galaksi-galaksi itu juga bisa terjadi dengan makin berkurangnya energi pada tiap pusat-pusat benda langit (misalnya: bintang, pusat galaksi dan 'pusat alam semesta'), akibat pancaran energi yang terus-menerus dari tiap pusat benda langit ke daerah sekelilingnya, dan tentunya ukurannyapun pasti terus-menerus ikut berkurang. Sekaligus gaya gravitasi dari pusat-pusat benda langit itupun berkurang pula, akhirnya seluruh benda langit secara perlahan-lahan makin menjauh jaraknya, dari pusatnya masing-masing.
Pada dasarnya tiap ledakan pada 'kabut alam semesta' di atas, seperti suatu ledakan nuklir dan hidrogen, yang biasa terjadi dari hasil reaksi thermo-fusi nuklir pada bom buatan manusia, atau seperti yang terjadi secara alamiah sampai saat ini pada bintang-bintang (seperti Matahari). Namun tentunya, dengan sesuatu skala ledakan yang tak-terhitung kali lipat besarnya, juga karena justru terjadi di seluruh alam semesta ini (bukan hanya satu titik ledakan saja, seperti disebut pada teori "big bang").
Bahkan sampai saat ini terus-menerus terjadi ledakan nuklir di permukaan Matahari. Pancaran energi panas radiasi sinar Matahari itu juga mencapai Bumi, yang selalu bisa dirasakan kehangatannya tiap harinya oleh tiap manusia, dan sekaligus pula sebagai sumber energi paling utama bagi seluruh kehidupan makhluk hidup di Bumi.)
Penciptaan elemen paling dasar penyusun alam semesta
Jika diungkap lebih rinci lagi, maka penciptaan alam semesta dan segala isinya ini, secara ringkas dan terurut, diawali dari:
1. Diciptakan-Nya berbagai ketetapan atau ketentuan-Nya bagi alam semesta ini (termasuk aturan-Nya atau sunatullah), yang semuanya tercatat pada kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, yang sangat mulia dan agung.
2. Lalu diciptakan-Nya tak-terhitung jumlah materi yang paling kecil, ringan dan sederhana (atau disebut 'materi terkecil'), sebagai zat yang paling dasar penyusun segala jenis benda mati.
3. Lalu diciptakan-Nya tak-terhitung jumlah zat ruh, sebagai zat yang paling dasar penyusun kehidupan segala jenis zat makhluk-Nya ataupun segala jenis zat ciptaan-Nya. Zat-zat ruh ini sekaligus pula ditiupkan-Nya ke 'tiap' materi 'terkecil' di atas.
4. Lalu diciptakan-Nya "energi awal alam semesta", sebagai energi panas pemicu tercipta dan berjalannya keseluruhan alam semesta, sampai saat terakhirnya (biasa disebut 'akhir jaman'). Energi awal alam semesta inilah yang telah menghidupkan atau menggerakkan 'sebagian dari' seluruh zat ruh (hanyalah zat-zat ruh yang kira-kira berada dalam wilayah ruang alam semesta saat ini). Sehingga zat-zat ruh (terutama zat-zat ruh para makhluk hidup gaib) juga biasa disebut "diciptakan-Nya dari 'cahaya', 'api' dan 'api yang panas'" (lebih umumnya lagi dari 'energi').
5. "Energi awal alam semesta" itupun bisa membentuk materi-materi yang lebih sederhana, menjadi materi-materi yang lebih kompleks (menjadi segala jenis atom, dari yang paling ringan dan sederhana, sampai yang paling berat dan kompleks (baik yang telah dikenal manusia ataupun belum, seperti pada penjelasan 1 dan penjelasan 2).
6. Dan segala proses penciptaan lainnya sampai akhir jaman, pastilah mengikuti 'sunatullah', yang berlaku sesuai dengan segala keadaan tiap saatnya pada tiap zat ciptaan-Nya (Ruh dan Atom-materi).
Berbagai poin di atas, secara sederhana telah ditunjukkan pula pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4: Skema sederhana penciptaan elemen dasar alam semesta
Dan selanjutnya, pengungkapan atas proses awal penciptaan alam semesta pada buku ini disebutkan sebagai teori 'big light' ("sinar alam semesta" yang amat sangat panas, putih dan terang). Teori 'big light' ini pada dasarnya suatu kelanjutan ataupun pengembangan lebih detail atas konsep kosmologi Islam yang disebut dalam Al-Qur'an.
Bahwa 'energi panas' adalah unsur yang paling penting, yang dibutuhkan oleh tiap ruh, karena telah jelas diketahui, bahwa energi amat diperlukan bagi tiap zat makhluk hidup-Nya. Begitu pula halnya dengan tiap ruh, agar bisa hidup dan memberi kehidupan bagi tiap zat makhluk hidup nyata dan gaib.
Selain itu pula, energi panas bisa mengubah dari sesuatu jenis materike jenis materi lainnya. Lebih umum lagi, "tiap ada perubahan energi, maka ada perubahan pada struktur materi. Sebaliknya, tiap ada perubahan pada struktur materi, maka ada perubahan energi". Hal ini dirumuskan melalui teori relativitas yang amat terkenal itu (E=mc2), dari ilmuwan Albert Einstein)
Selain sebagai atom yang 'paling sederhana dan paling ringan' (hanyalah memiliki satu proton dan satu elektron saja), juga atom gas Hidrogen (H) adalah sesuatu unsur yang amat sangat mudah terbakar (menghasilkan energi panas). Bahkan atom gas Hidrogen justru sangat terkait langsung dengan tiap sumber energi panas yang ada di seluruh alam semesta ini. Setiap zat makanan bagi makhluk hidup nyata (lemak, protein, karbohidrat, dsb), dan setiap jenis bahan bakar (bensin, solar, minyak tanah, dsb) misalnya, semuanya justru pasti mengandung atom-atom gas Hidrogen. Energi panas sinar radiasi pada bintang-bintang justru juga bisa terjadi karena adanya atom-atom gas Hidrogen.
Dan dengan adanya hubungan yang sangat erat antara Energi, Ruh dan Atom (terutama atom gas Hidrogen) tersebut, maka tidaklah tertutup kemungkinan masih adanya hubungan lainnya, yang belumlah dibahas secara mendalam pada buku ini. Misalnya relatif sedikit bisa diungkap tentang adanya ruh-ruh yang menempati dan mengendalikan tiap materi atau atom (yang diungkap pada topik "Ruh-ruh", tentang hubungan antara ruh dan benda mati).
Juga dipahami di sini, bahwa ruh bisa berada dimana-mana di alam semesta, selama di situ ada pula energi sekecil apapun besarnya, seperti diketahui terdapat sel-sel pada komet ataupun meteor. Sedang pada ruang kosong di antara bintang-bintang (ruang antariksa), telah diketahui terisi ± 90% bagiannya oleh atom-atom gas Hidrogen, serta ± 10% bagiannya oleh atom-atom gas Helium.
Tentunya penciptaan ketiga hal itupun (Energi, Ruh dan Atom-materi yang terkecil), justru bisa berlangsung sangat bersamaan, cepat, dan bahkan bisa diciptakan-Nya sekaligus. Adapun penyebutan urutan di atas hanyalah hasil pertimbangan logis semata, terhadap fungsi dan proses keberadaannya masing-masing. Khususnya lagi, sesuai seperti urutan yang disebut dalam Al-Qur'an, yaitu "Ruh diciptakan-Nya dari cahaya, api, api panas atau energi", serta "Ruh ditiupkan-Nya ke benih tubuh wadah dari tiap zat makhluk hidup nyata (sejumlah atom pada sel janinnya)". Bahkan keterangan di dalam Al-Qur'an, yaitu "bumi dan langit pada awalnya bersatu padu, berupa asap", secara tidak langsung telah diperkuat atau dibenarkan pula oleh hasil temuan para ilmuwan barat, seperti "pada peristiwa 'big bang' hanya 'melibatkan' atom-atom gas Hidrogen (H) dan gas Helium (He)"
Secara ringkasnya, alam semesta dan segala isinya sejak awal diciptakan-Nya hanyalah tersusun dari dua elemen paling dasar, yaitu: Atom-materi (nyata, benda mati) dan Ruh (gaib, makhluk hidup).
Adapun berbagai macam ruh itu, antara lain: ruh para makhluk gaib (malaikat, jin, syaitan dan iblis), ruh manusia (pria dan wanita), berragam ruh tumbuhan, berragam ruh hewan (jantan dan betina), berragam ruh sel, dsb, masing-masing sesuai jenis zat makhluk-Nya. Sedang berbagai macam atom-materi, dari 109 jenis (ataupun lebih) yang telah dikenal manusia, antara-lain: Hidrogen (H), Oksigen (O), Karbon (C), Emas (Au), Tembaga (Pb), dsb. Tentunya masih banyak pula jenis-jenis atom yang belum dikenal manusia)
Proses penciptaan alam semesta secara ringkas
Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Sempurna, ketika telahdiselesaikan-Nya proses awal penciptaan alam semesta, yang berupa menciptakan 'Sunatullah' (beserta segala ketetapan-Nya lainnya), tak-terhitung jumlah materi 'terkecil' (nantinya menyusun sub-Atom dan Atom, bagi segala benda mati), tak-terhitung jumlah 'zat Ruh' (bagi segala zat makhluk ciptaan-Nya) dan juga menciptakan "energi awal alam semesta", seperti pada Gambar 4 poin 1 s/d 4 di atas, lalu Allah kembali ke 'Arsy-Nya, yang sangat mulia dan agung.
Lebih jelasnya lagi seperti pada uraian di atas, tentunya proses penciptaan segala jenis Atom, bukan diciptakan-Nya langsung begitu saja, namun diciptakan-Nya terlebih dahulu sesuatu materi benda mati yang paling sederhana (paling kecil dan ringan). Sederhananya, materi 'terkecil' ini jauh lebih kecil daripada segala elemen kecil pada Atom (materi sub-Atom), yang telah dikenal oleh manusia, seperti: Neutron, Proton dan Elektron, juga lebih kecil daripada Fermion (Quarks dan Leptons) dan Boson (Gulon, Foton, Boson W dan Boson Z).
Segala proses selanjutnya pada alam semesta ini (atau segala proses penciptaan lainnya, selain dari proses penciptaan segala materi 'terkecil', segala zat 'ruh' dan "energi awal alam semesta"), pasti akan mengikuti aturan-Nya (sunatullah), yang justru telah diciptakan atau ditetapkan-Nya sebelum penciptaan alam semesta. Dan sunatullah itu hanyalah berlaku berdasar segala keadaan dan sifat yang melekat pada setiap materi-Atom dan zat Ruh (termasuk zat ruh para malaikat yang telah ditugaskan-Nya, untuk menegakkan atau mengawal pelaksanaan sunatullah itu). Dan segala proses itupun melalui tak-terhitung jumlah proses penciptaanyang telah berlangsung tiap saat dan terus-menerus selama milyaran tahun sampai saat ini, bahkan sampai akhir jaman nanti.)
Aturan-Nya (sunatullah) itu berupa sekumpulan tak-terhitung aturan atau rumus proses kejadian di alam semesta ini, yang bersifat 'mutlak' (pasti terjadi) dan 'kekal' (pasti konsisten). Dan rumus atau hukum gravitasi misalnya, adalah suatu sunatullah yang telah dikenal, dipahami dan diformulasikan oleh manusia.
Baca pula topik "Sunatullah (sifat proses)".
Sehingga dua komponen penciptaan alam semesta ini adalah "isi" (sunatullah, segala sifat zat ciptaan-Nya, dsb) dan "zat" (materi-Atom dan zat Ruh). Sedang pada "isi" dan "zat" itu telah terkandung pula di dalamnya, segala bentuk pengajaran dan tuntunan-Nya bagi umat manusia.
Secara ringkasnya, pada tiap ruh manusia terdapat hati-nurani, sebagai suatu tuntunan-Nya yang paling dasar, dan juga pada segala jenis zat ciptaan-Nya yang sangat kaya dan segala kejadian di seluruh alam semesta ini terkandung tanda-tanda kekuasaan-Nya (berbagai hal yang bersifat mutlak dan kekal), sebagai suatu bahan pengajaran-Nya yang paling dasar, dan sangat berlimpah-ruah bagi umat manusia.
Berbagai kelemahan teori 'big bang' (dentuman besar)
Seperti telah diungkap pula pada penjelasan 2, ataupun pada uraian-uraian lainnya, bahwa teori 'big bang' (dentuman atau ledakan besar), yang berasal dari para ilmuwan barat (dikemukakan sekitar abad 20), justru diketahui mengandung berbagai kelemahan. Khususnya karena pada teori 'big bang' dianggap, bahwa proses penciptaan alam semesta hanya melalui 'satu' titik ledakan besar saja (ledakan dari suatu benda amat sangat besar, panas dan padat, yang meliputi keseluruhan materi penyusun alam semesta). Juga bahwa alam semesta ini bersifat 'kekal' (ada anggapan, siklus 'big bang' bisa terus berulang tanpa akhir).
Sebaliknya bagi pemahaman pada buku ini (teori 'big light'), bahwa proses penciptaan alam semesta diawali dari sesuatu sinar yang amat sangat putih, terang dan panas di seluruh tempatnya ('big light'). Lalu diikuti oleh 'amat sangat banyak' jumlah titik ledakan pada 'kabut alam semesta' juga di seluruh tempat. Dan alam semesta ini bersifat 'fana' (penciptaannya hanya sekali dan tanpa siklus).
Berikut ini diungkap lebih lengkap atas berbagai kelemahan di sekitar teori 'big bang' tersebut, seperti misalnya:
Berbagai kelemahan pada teori-teori tentang 'big bang'
• Anggapan dari sebagian penganut teori 'big bang', "bahwa alam semesta bersifat 'kekal'" ('siklus' penciptaannya terus berulang tanpa akhir). Maka peristiwa 'big bang' pada awal terbentuknya alam semesta saat ini hanyalah salah-satu dari 'big bang' lainnya yang telah terjadi sebelumnya, ataupun akan terjadi nantinya.
Berdasar anggapan ini tentunya menjadi amat meragukan posisi peranan Tuhan dalam proses penciptaan alam semesta (jika tidak disebut 'tidak ada'). Misalnya amat membingungkan "saat Tuhan memulai penciptaannya", serta "Tuhan seolah tanpa tujuan yang pasti dan jelas atas penciptaannya". Allah Yang Maha Suci pasti terhindar dari hal-hal semacam ini.
Sedang jika peranan Tuhan dianggap 'tidak ada', maka teori 'big bang' semestinya bisa menjawab tentang segala hal yang bersifat 'mutlak' dan 'kekal' yang terjadi di alam semesta ini (termasuk tentang hukum alam dan segala kejadian luar-biasa di dalamnya), terutama jawaban atas 'Sesuatu' yang bisa menyebabkannya.
Juga di alam nyata tidak ada sesuatu sistem yang prosesnya bisa berulang-ulang secara sempurna dan persis sama, tanpa adanya dukungan daya-kekuatan terus-menerus dari luar sistem itu (dari makhluk, dan khususnya dari Tuhan). Maka prosesnya mustahil bisa berjalan otomatis, hanya dari dan oleh sistem itu sendiri.
• Hampir mustahil ada bola raksasa yang terdiri dari segala materi penyusun seluruh alam semesta ini, yang bisa berbentuk 'padat'.
Padahal bola raksasa itu pasti memiliki tekanan yang amat sangat tinggi, untuk bisa 'mengikat atau menyatukan' segala materinya, sekaligus temperatur pasti yang amat sangat tinggi pula. Sedang ada berbagai jenis materi yang mudah menguap di alam semesta, apalagi dalam temperatur seperti itu, walaupun bola itu misalnya berupa 'black hole' yang tetap bisa mengumpulkannya kembali.
Bola raksasa padat itu hanya bisa terjadi, jika 'seluruh' materinya amat sangat tinggi massa jenis dan titik leburnya, serupa dengan materi penyusun inti-pusat 'black hole' pada umumnya.
• Hampir mustahil ada bola raksasa 'padat', yang 'seluruhnya' bisa berubah menjadi 'gas' (misalnya atom gas Hidrogen dan Helium, ataupun materi lainnya yang jauh lebih sederhana lagi), setelah melalui satu ledakan saja ('big bang').
Hal ini berdasar hasil temuan para ilmuwan barat sendiri, seperti "beberapa saat setelah peristiwa 'big bang', seluruh alam semesta pernah hanya tersusun dari atom-atom gas Hidrogen (H) dan gas Helium (He)" (lihat pula pada Tabel 2).
Padahal bola raksasa itupun 'seluruh' materinya mestinya berupa materi yang paling berat massa jenisnya, agar bentuknya terjaga tetap 'padat'. Padahal perubahan itu disebut oleh para penganut teori 'big bang', hanya berlangsung sekitar 'seper sekian detik' saja (dari bentuk 'padat' ke bentuk 'gas' seluruhnya). Kejadian dalam 'seper sekian detik' ini disebut sebagai hal "dimana saat orang tidak bisa berbicara, karena itu orang harus diam saja".
Adanya perubahan amat luar-biasa ini, bahkan telah memjadikan 'siklus' penciptaan alam semesta (menurut teori 'big bang'), tidak bersifat simetris (amat berbeda proses awal dan akhirnya). Maka teori 'big bang' seolah-olah terlalu dipaksakan (berbeda dari teori awalnya), hanya sekedar untuk memenuhi fakta-kenyataan yang telah bisa dibuktikan melalui pengamatan dan penelitian modern saat ini. Walau hasilnya memjadikan teori 'big bang' justru makin sulit bisa diterima oleh akal sehat (termasuk bertentangan dengan berbagai hukum alam, yang telah lama dikenal oleh manusia).
Di lain pihaknya, pada konsep kosmologi Islam justru sejak lama (abad ke-7) telah dinyatakan, "bahwa pada awalnya seluruh alam semesta bersatu-padu, melebur atau menyatu dalam bentuk 'gas, asap atau kabut' (segala benda langit belum berwujud)". Hal ini bahkan makin membuktikan keluar-biasaan dan kebenaran kitab suci Al-Qur'an (sesuai hasil pengamatan dan penelitian modern).
• Teori 'big bang' ada mengandung 'singularitas' (perubahan yang tidak kontinu dan amat drastis, dalam waktu yang amat singkat), terutama pada proses awal dan akhir penciptaan alam semesta.
Padahal sama-sekali tidak ada suatu 'singularitas' di alam nyata, yang justru hanya berasal dari keterbatasan dan kekeliruan model formula matematik buatan manusia di dalam merumuskan proses kejadian alam. Hal-hal 'singularitas' pada teori 'big bang' disebut sebagai hal-hal yang masih 'misterius' (belum bisa dijawab atau dijelaskan).
Dan pemaksaan atas konsep, model ataupun teori 'big bang' telah melahirkan konsep-konsep yang 'misterius' pula, seperti: 'energi gelap', 'materi gelap', 'materi yang hilang', 'inflasi', dsb.
• Teori 'big bang' berdasar teori 'inflasi', selanjutnya teori 'inflasi' justru berdasar teori 'energi vakum', yang sangatlah meragukan. Karena 'energi vakum' adalah energi yang 'dianggap' ada dalam ruang kosong atau vakum di antariksa (walau 'tanpa' ada sesuatu materi dalam ruang itu).
Padahal 'materi' dan 'energi' adalah dua hal yang mustahil bisa dipisahkan. Lebih jelasnya lagi, mustahil ada segala jenis energi, tanpa ada materi yang justru membawa energinya, walau ukuran materinya amat sangat kecil (tidak bisa dideteksi oleh manusia).
• Ledakan dari 'satu titik' saja (titik pusat ledakan) sesuai teori 'big bang', relatif sulit memungkinkan terjadi saling bercampur-baur dan bertumbukan antar materi-materi penyusun alam semesta ini, juga relatif sulit bisa tersebar merata (homogen), karena materi-materinya justru bergerak relatif saling menjauh (dari titik pusat ledakan ke segala arah).
Padahal materi-materi yang lebih kompleks dan berat hanya akan terbentuk, apabila materi-materi yang lebih sederhana dan ringan bergerak bebas, saling bercampur-baur dan bertumbukan. Hal ini tentunya hanya terjadi apabila ada 'energi panas', yang sekaligus memungkinkan bisa terjadi perubahan struktur materi.
Hal di atas berdasar teori ilmu fisika, "bahwa tiap ada perubahan energi, maka ada perubahan struktur materi. Juga sebaliknya, tiap ada perubahan struktur materi, maka ada perubahan energi".
• Pada proses 'big bang' sulit bisa menimbulkan penyebaran materi secara relatif merata (homogen), karena penyebarannya hanyalah berasal dari satu titik saja (titik pusat ledakan), yang justru relatif menyebar sesuai dengan besar massa materinya (menurut hukum kekekalan momentum).
Sehingga materi yang bermassa paling ringan, relatif pasti akan bergerak menjauh paling cepat pula. Hal sebaliknya pada materi yang bermassa makin berat, relatif pasti akan berada makin dekat ke titik pusat ledakan.
Padahal di Bumi saja, relatif merata terdapat banyak jenis materi, dari yang relatif amat ringan sampai yang amat berat. Padahal berbagai formasi benda-benda langit juga relatif tersebar merata dimana-mana (sistem asteroid, planet, bintang, galaksi, dsb).
• Makin meluasnya alam semesta, atau makin saling menjauhnya jarak antara pusat-pusat benda langitnya (bintang, pusat galaksi, dsb), bukan karena seluruh alam semesta berasal dari 'satu titik' saja (titik pusat 'big bang' itu sendiri), lalu meluas ke segala arah.
Namun hal ini justru terjadi, karena makin berkurangnya ukuran dan gaya gravitasi dari masing-masing pusat benda langit, akibat pancaran terus-menerus energi atau materinya, ke sekelilingnya. Pada akhirnya seluruh benda langit secara perlahan-lahan makin menjauh jaraknya dari pusatnya masing-masing.
Benda-benda langit bukanlah menjauh dari 'satu titik' (titik pusat 'big bang'), namun saling menjauh dari pusatnya masing-masing ('tak-terhitung titik', seperti berupa bintang, pusat galaksi, 'pusat alam semesta', dsb).
Juga proses saling menjauhnya benda-benda langit adalah proses yang sederhana, bukanlah karena adanya energi dari 'luar' sistem alam semesta, gelombang balik dari daerah batas alam semesta (efek balik dari 'big bang'), serta bukanlah karena adanya 'energi gelap' yang bisa mendorong menjauh dari titik pusat 'big bang'.
Sehingga seluruh alam semesta pada awalnya bukanlah berasal dari 'satu titik' saja (titik pusat 'big bang'). Namun seluruh benda langit pada awalnya memang bergerak amat bebas dan acak, lalu dari hasil interaksi medan gravitasinya masing-masing telah bisa membentuk segala jenis formasi (sistem asteroid, planet, bintang, galaksi, dsb).
Sedang hasil interaksi medan magnitnya telah bisa membentuk sistem bintang, galaksi dan alam semesta, menjadi relatif 'datar'. Di mana pergerakan revolusi benda-benda langit cenderung amat dekat dengan daerah bidang medan magnit 'netral' dari pusatnya masing-masing (atau daerah ekuatorial).
Tentunya pengaruh medan gravitasi dan medan magnit kurang kuat berlaku bagi benda-benda langit yang berukuran relatif amat kecil, ataupun amat jauh dari pusatnya (komet, planet kecil, dsb), sehingga bidang lintasan revolusinya relatif amat menyimpang.
• Teori 'big bang' justru telah amat mengabaikan hukum kekekalan energi dan massa, karena seluruh energi pada suatu benda langit (termasuk pula bola raksasa, yang dianggap sebagai sumber awal dari penciptaan alam semesta), dianggap bisa berubah seluruhnya menjadi energi panas (bentuk yang paling dasar dari segala jenis energi lainnya). Sementara energi panas inilah yang dipakai bagi berjalannya seluruh alam semesta sampai akhir jaman.
Dan sekaligus pula tentunya, segala materi pada benda langit itu dianggap bisa terurai kembali menjadi bentuk 'terkecilnya' (atau materi penyusun 'terkecil' dari atom dan bahkan sub-atom).
Padahal perubahan energi atau materi semacam itu pastilah harus melibatkan daya-kekuatan lain, dari 'luar' sistem alam semesta (dari Tuhan). Maka 'big bang' pada dasarnya justru bukan proses yang alamiah, apalagi jika dianggap bisa terjadi berulang-ulang.
Namun untuk bisa mempertahankan kealamiahan 'big bang' (juga sekaligus tidak perlu adanya daya dari luar sistem alam semesta), maka dipaksakanlah lahirnya konsep 'energi gelap' (energi yang mengisi seluruh ruang, serta bertekanan negatif yang kuat, atau berlawanan terhadap gravitasi), serta konsep 'materi gelap' atau 'materi yang hilang'. Walau konsep-konsep ini amat diragukan, karena tidak diketahui berpengaruh bagi berjalannya keseluruhan alam semesta dan kehidupan segala makhluk di dalamnya.
• Sebagian dari teori 'big bang' berdasarkan dari suatu hasil analogi atas peristiwa Supernova (ledakan hebat pada akhir usia bintang).
Padahal analogi ini justru kurang tepat, karena Supernova antara-lain: (hal-hal yang relatif sebaliknya bagi 'big bang')
~ Di sekitarnya telah ada benda-benda langit dan segala materi antar bintang. Maka ada pengaruh dari kerapatan materi antar bintang dan dari medan gravitasi benda-benda langit tersebut.
~ Adanya energi atau materi pemicu dari 'luar' sistem bntang awalnya, yang bisa menyebabkan timbulnya ledakan.
Dan selain akibat dari pemicu ini, tidak terbukti ada 'siklus' Supernova yang terjadi pada suatu bintang yang sama.
~ Sebagian terbesar dari inti-pusat bntang awalnya, justru sama sekali tidak ikut meledak ataupun berubah menjadi debu, gas dan cahaya (hanya atmosfir dan amat sedikit permukaannya, yang meledak dan terpancar keluar).
~ Materi yang terpancar keluar, bukanlah berbagai materi yang bisa menyusun inti-pusat benda langit berukuran relatif besar (pada Tabel 2), misalnya bintang berukuran kecil dan planet. Bintang berukuran kecil dan planet sebelumnya justru telah ada, namun hanya 'makin tumbuh' oleh hasil Supernova.
~ Skala prosesnya relatif amat kecil, terutama dalam hal jumlah 'seluruh' materi atau energinya; Dsb.
• Adanya kelemahan pada model batas ruang alam semesta, yang dianggap relatif terbatas, dan relatif berpengaruh bagi kerapatan rata-rata penyebaran segala jenis materi di alam semesta ini.
Padahal kenyataannya ruang alam semesta ini relatif tak-terbatas, bahkan sama sekali belum diketahui dan belum terukur batasnya.
Model 'ruang yang terbatas' itulah yang biasa dipakai oleh para ilmuwan barat, saat menjawab tentang adanya perlambatan amat tinggi, pada proses perkembangan luas ataupun ekspansi seluruh alam semesta, dibandingkan dengan perkembangan luas awalnya yang terjadi relatif pada tingkat kecepatan cahaya, ke segala arah dari sesuatu titik (titik pusat 'big bang').
Solusi atau jawaban itu justru amat keliru dan terlalu dipaksakan, karena mestinya terdapat 'gelombang tekanan' yang amat sangat besar, yang berasal dari daerah batas ruang alam semesta, yang telah menghambat laju perkembangan luas seluruh alam semesta. Padahal sama sekali belum ada bukti dan keterangan cukup jelas, yang bisa menerangkan tentang adanya 'gelombang tekanan' itu.
Serta besar dari 'gelombang tekanan' dari daerah batas (reaksi), mestinya sebanding dengan besar dari 'gelombang tekanan' dari pusat ledakan pada teori 'big bang' (aksi).
Pemahaman pada buku ini, bahwa barangkali alam semesta bisa memiliki 'ujung-batas ruang', namun jaraknya dianggap berlipat-lipat kali daripada jarak 'antar' bintang yang terjauh yang telah diketahui oleh manusia. Padahal seluruh 'volume ruang kosong' antara benda langit juga berlipat-lipat kali lebih besar daripada 'volume seluruh benda langit' di alam semesta.
Maka 'batas ruang' itupun justru relatif tidak memiliki pengaruh yang cukup penting bagi proses perlambatan perkembangan luas seluruh alam semesta ini, ataupun pada proses pergerakan saling menjauh antar benda-benda langit, termasuk pula tentunya relatif tidak ada pengaruh (bisa diabaikan, atau tidak cukup signifikan) bagi kerapatan rata-rata penyebaran materinya.
Bahwa pada proses-proses itu, perubahan keadaan energi di alam semesta ataupun energi pada tiap benda langit justru jauh lebih berperan penting. Energi inipun tentunya termasuk berupa energi gaya tarik gravitasi pada tiap benda langit. Baca pula uraian pada poin lainnya di atas.
• Hanya adanya satu titik ledakan pada teori 'big bang' itu, bahkan mengharuskan adanya terpenuhi suatu "nilai laju pengembangan kritis", yang justru sesuatu yang sangat tidak alamiah.
Jika percepatan materi dari hasil efek 'big bang' itu sangat dekat dari "nilai laju pengembangan kritis", maka alam semesta bisa terbebas dari gaya gravitasinya sendiri, benda-benda langit juga bisa terbentuk dan mengembang, seperti keadaannya saat ini.
Jika sedikit lebih lambat dari "nilai laju pengembangan kritis", maka alam semesta akan hancur bertubrukan. Sedang jika sedikit lebih cepat, maka banyak materinya akan tersebar 'ke luar'. Pada akhirnya benda-benda langit tidak akan terbentuk seperti saat ini.
Keharusan adanya "nilai laju pengembangan kritis" itupun justru bertentangan dengan hukum-hukum alam yang telah dikenal oleh manusia, yang justru bersifat amat sangat alamiah sesuai dengan segala keadaan pada tiap materi terkait.
• Sebagian terbesar dari segala jenis materi di alam semesta, justru telah terbentuk 'ketika' awal penciptaan alam semesta itu sendiri, melalui keberadaan "energi awal alam semesta" dan energi panas dari hasil tak-terhitung jumlah ledakan di seluruh alam semesta, dan bukan 'setelahnya' (setelah terbentuk benda-benda langit), seperti menurut pemahaman para ilmuwan barat (pada penjelasan 2).
Karena ketika awal penciptaan itulah justru segala materinya bisa tersebar secara relatif seragam (homogen), bergerak bebas, saling bercampur-baur dan bertumbukan. Dan sekali lagi, hal ini justru mustahil terjadi pada 'big bang' (hanya satu titik ledakan saja).
Sedangkan proses-proses pembentukan materi pada Supernova, Bintang besar dan kecil misalnya, justru amat sedikit jenis materi 'baru' yang bisa tersebar kemana-mana (pada penjelasan 2).
Padahal materi yang bisa melintasi ruang antariksa saat ini, justru hanya berbagai jenis materi yang relatif amat sangat ringan saja.
Padahal segala jenis materi 'lama' pada bintang misalnya, justru belum dijelaskan proses kejadiannya oleh para ilmuwan barat itu (seperti pada materi penyusun dari inti-pusat bintang, yang relatif amat sangat besar massa jenisnya, atau amat sangat berat).
Dan sangat kentara, bahwa para ilmuwan barat masih belum bisa menjelaskan mengenai proses kejadian dari segala jenis materi yang amat sangat berat, penyusun inti-pusat benda-benda langit, juga tentunya belum bisa dijelaskan melalui teori 'big bang'.
• Ada kelemahan pada teori 'entropi terbalik', sehingga 'big bang' itu dianggap bisa terjadi berulang-ulang, ataupun alam semesta dianggap bersifat 'kekal' (pada poin di atas).
Menurut teori ilmu alam sampai saat ini, bahwa nilai 'entropi' dari tiap materi, secara perlahan-lahan pastilah makin meningkat, atau tingkat keaktifan tiap materi secara perlahan-lahan pastilah makin berkurang, karena jumlah seluruh 'energi panas' di alam semesta, memang makin berkurang (karena terus-menerus relatif pasti berubah bentuk, menjadi segala jenis energi lainnya). Sehingga seluruh alam semesta justru terus-menerus berkembang luasnya, karena energi pada tiap pusat benda langit untuk bisa 'mengikat' benda-benda langit lainnya, ikut berkurang pula.
Sedang menurut teori 'entropi terbalik', bahwa sesuatu saat nanti justru terjadi suatu keadaan yang 'berkebalikan' dari berbagai hal pada keadaan saat ini. Pada saat itu alam semesta akan menyusut luasnya sampai menjadi suatu titik kembali, lalu setelah itu bisa terjadi lagi suatu peristiwa 'big bang' yang berikutnya. Dan siklus seperti ini akan terus-menerus berulang 'tanpa akhir'. Sehingga orang-orang yang menyetujui teori entropi terbalik itu menganggap, bahwa alam semesta bersifat 'kekal'.
Tetapi teori entropi terbalik itu justru belum pernah terbukti sama sekali, dan hanya berdasar hasil simulasi model matematis.
Padahal proses prnyusutan alam semesta, seperti menurut teori entropi terbalik itu, justru pasti memerlukan 'energi tambahan', yang mestinya setara pula dengan jumlah seluruh energi, seperti saat awal penciptaan alam semesta. Keberadaan 'energi tambahan' itu justru tidak pernah dijelaskan secara lengkap dan jelas, dalam teori entropi terbalik.
Pada teori itupun keberadaan 'energi tambahan' hanyalah timbul berdasar contoh, bahwa pada saat terjadinya suatu 'bintang mati', maka akan disusul terjadinya suatu ledakan yang amat dahsyat. Hal inipun melahirkan asumsi bahwa pada saat akan menghadapi 'kematiannya', keseluruhan alam semesta menyusut amat sangat cepat luasnya, dan lalu terjadi 'big bang' kembali.
Asumsi di atas ada mengandung kelemahan, karena tiap 'bintang mati' pada awalnya bintang biasa, yang telah tidak ada berbagai keadaan dan materi pemicu, yang bisa memungkinkan terjadinya ledakan fusi nuklir di permukaannya. Sehingga jika ada sedikit saja keadaan dan materi pemicu, yang berasal 'dari luar' sistem bintang mati, maka ledakan fusi nuklir juga masih bisa terjadi kembali.
Hal ini justru mustahil terjadi pada 'keseluruhan' alam semesta, karena pada pemahaman di sini, pada saat awal penciptaannya hampir keseluruhan alam semesta ini terdiri dari atom-atom 'gas Hidrogen', yang memang amat mudah terbakar atau meledak. Maka agar keadaan ini bisa terulang kembali, seluruh materi di alam semesta ini harus terlebih dahulu 'terurai' kembali menjadi atom-atom 'gas Hidrogen'. Hal inilah yang mustahil bisa terjadi.
Sedang ledakan pada bintang mati tentunya memang masih bisa terjadi, karena memang masih tersisa atom-atom 'gas Hidrogen', pada permukaannya, sehingga tinggal menunggu adanya energi pemicu dari luar, karena sistem bintang itu sendiri memang tidak lagi bisa memicunya secara alamiah, dari dalam dirinya sendiri.
Dan tentunya karena energi dari ledakan pada bintang mati amat jauh lebih kecil, daripada jumlah energi di seluruh alam semesta, maka kejadian pada bintang mati tidak bisa disejajarkan begitu saja dengan kejadian pada keseluruhan alam semesta, tanpa suatu dalil-alasan yang kuat (khususnya tentang berbagai keadaan dan materi pemicu, yang memungkinkan timbulnya ledakan nuklir).
Dari berbagai kelemahan pada teori 'big bang' di atas, justru secara tidak langsung semakin memperkuat kebenaran kandungan isi kitab suci Al-Qur'an, khususnya di dalam surat Al-Anbiyaa' ayat 30 (QS.21:30) dan surat Fush shilat ayat 11 (QS.41:11) di atas
Sekaligus pula telah membantah hal-hal yang dianggap sebagai keunggulan dari teori 'big bang', di dalam menjelaskan seperti: proses pengembangan luas alam semesta; radiasi gelombang mikro latar alam semesta yang merata (cosmic microwave background radiation); amat berlimpahnya elemen-elemen purba sampai saat ini di ruang antariksa (gas Hidrogen dan Helium); juga proses evolusi dan distribusi galaksi. Serta lebih umumnya lagi membantah asumsi, bahwa teori 'big bang' sesuai dengan sifat-sifat kosmologi yang 'homogen' (relatif seragam) dan 'isotropi' (relatif merata) di seluruh tempat.
Sedangkan perbedaan paling utama antara teori 'big bang' dan keterangan dari Al-Qur'an, adalah pada bentuk wujud awal dari alam semesta. Keterangan dari Al-Qur'an, bahwa wujud awal alam semesta berupa sesuatu "kabut alam semesta" (meliputi seluruh materi di alam semesta, dalam wujud yang paling sederhana, kecil, ringan dan panas, yaitu gas). Di lain pihaknya dari teori 'big bang', bahwa wujud awal alam semesta berupa suatu "benda" yang amat sangat besar, panas dan padat (meliputi seluruh materi di alam semesta). Walau teori 'big bang' selanjutnya juga mendukung keterangan dari Al-Qur'an ("benda" yang amat sangat besar, panas dan padat itu lalu beberapa saat kemudian berubah menjadi "kabut alam semesta" yang amat sangat panas). Sehingga awal penciptaan alam semesta pada teori 'big bang', dimulai hanya melalui 'satu' titik ledakan besar saja. Di lain pihaknya, berdasarkan hasil pengembangan atas keterangan dari Al-Qur'an, alam semesta dimulai dari 'tak-terhitung' jumlah titik ledakan pada "asap-kabut-gas alam semesta", yang terjadi di seluruh alam semesta. Walau sekali lagi, teori 'big bang' juga mendukung hal ini (ada 'tak-terhitung' jumlah reaksi dan ledakan fusi nuklir). Dan tentunya 'kesalahan' pada teori 'big bang' terutama timbul dari anggapan, bahwa alam semesta berawal dari suatu "benda yang amat sangat besar, panas dan 'padat'".
Begitu pula keterangan dari Al-Qur'an, bahwa wujud 'akhir' dari alam semesta di akhir jaman (di Hari Kiamat besar), juga berupa sesuatu 'kabut' (QS.25:25 dan QS.44:10). Walau belum bisa dipahami benar pada buku ini, tentang proses kejadian lebih lengkapnya.
Secara sekilas dari pemahaman pada buku ini, bahwa 'kabut' yang terjadi di akhir jaman, adalah suatu 'Nova' ataupun 'Supernova' (ledakan dari Matahari, tempat manusia berada), yang menghancurkan seluruh kehidupan di Bumi. Dan bahwa. 'kabut' di akhir jaman, relatif berbeda daripada 'kabut' di awal penciptaan alam semesta ini. Karena 'kabut' di akhir jaman hanya meliputi 'sebagian kecil' wilayah saja di alam semesta. Sedang 'kabut' di awal penciptaan alam semesta, justru meliputi 'keseluruhan' wilayah di alam semesta.
"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap (kabut), lalu Dia berkata kepadanya (langit) dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku (masing-masing dihadirkan atau dibentuk-Nya), dengan suka hati atau terpaksa'. Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati'." – (QS.41:11).
"Dan (ingatlah) hari (Kiamat, ketika) langit pecah-belah mengeluarkan kabut, dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang." – (QS.25:25).
"Maka tunggulah hari (Kiamat), ketika langit membawa kabut yang nyata." – (QS.44:10).
Lebih lanjut, teori 'big light' dan model alam semestanya
Dari uraian-uraian di atas, secara relatif ringkas telah diungkaptentang teori 'big light' ("sinar alam semesta"), termasuk pula skema dasarnya pada Gambar 4. Tetapi sebagai suatu konsep kosmologi yang utuh, pengungkapan atas teori 'big light' relatif masih belum memadai. Karena itu pada tabel-tabel berikut diungkap lebih lanjut lagi, tentang model alam semesta yang dipakai pada teori 'big light', dan tentang berbagai tahapan proses penciptaan atau pembentukan alam semesta, sejak saat paling awal sampai saat paling akhirnya ('akhir jaman').
Model alam semesta menurut teori 'big light'
Definisi alam semesta
• Alam semesta memiliki berbagai definisi, khususnya tergantung kepada urutan proses penciptaannya, model alam semesta yang dipakai, ataupun sudut pandang pembuat definisinya. Namun pada teori 'big light' hanya dipakai definisi alam semesta, sebagai berikut: (baca pula berbagai uraian terkait di bawah)
1. Alam semesta adalah wilayah berbentuk bola dalam ruang tak-terbatas, yang bertemperatur 'di atas' nol mutlak, sebagai akibat dari pengaruh adanya "energi awal alam semesta", sebaliknya wilayah di luarnya bertemperatur nol mutlak.
2. Alam semesta adalah wilayah berbentuk bola dalam ruang tak-terbatas, yang terpengaruh oleh medan gravitasi dan medan magnet dari 'pusat alam semesta'.
3. Alam semesta adalah wilayah dalam ruang tak-terbatas, yang saat ini telah mampu teramati oleh manusia, yang melingkupi segala benda langit di dalamnya (termasuk segala materi di antaranya), sehingga biasa disebut pula sebagai 'alam semesta teramati'. Saat sekarang wilayahnya dianggap berbentuk suatu bidang yang relatif 'tipis' dan 'datar' (bidang elipsoid yang amat sangat lonjong).
• Definisi alam semesta ke-1 dan ke-2 pada dasarnya dipakai secara berurutan, sesuai tahapan proses penciptaan alam semesta.
Definisi alam semesta ke-1 lebih tepat dipakai, sejak saat paling awal penciptaan alam semesta, sampai saat sebelum terbentuknya 'pusat alam semesta'. Pada tahapan-tahapan berikutnya (termasuk saat ini), lebih tepat dipakai definisi alam semesta ke-2.
Sedang definisi alam semesta ke-3 hanya dipakai, untuk meninjau alam semesta yang saat ini telah mampu teramati saja (sebagian kecil dari definisi alam semesta ke-2).
Jumlah alam semesta
• Alam semesta hanya berjumlah 'tunggal' atau 'satu'.
Namun di alam semesta ada banyak alam, beserta banyak tingkatannya masing-masing, seperti: alam nyata dan alam gaib; alam lahiriah dan alam batiniah; alam dunia dan alam akhirat; alam materi dan alam ruh; alam rahim; alam kubur; alam pria dan alam wanita; alam bayi, alam anak-anak, alam dewasa dan alam lansia; dsb.
• Bukti atas alam semesta yang berjumlah tunggal, relatif cukup jelas bisa terlihat dari bentuk susunan ataupun lintasan revolusi segala benda langit di alam semesta, yang relatif berada pada suatu bidang 'datar'.
Sedang jika ada satu ataupun lebih alam semesta lainnya, di samping alam semesta tempat manusia berada saat ini, yang terletak relatif saling berdekatan (ada interaksi medan gravitasi dan medan magnet antar alam semesta tersebut), maka susunan berbagai benda langit di alam semesta ini mestinya tidak berupa suatu bidang 'datar'.
Karena interaksi medan gravitasi dan medan magnet antar kelompok benda langit, sedikit-banyak mestinya bisa berpengaruh terhadap susunan ataupun lintasan revolusi berbagai benda langit, pada masing-masing kelompok terkait.
Tentunya bukti di atas kurang berlaku, jika berbagai alam semesta tersebut relatif tidak bergerak dan letaknya relatif saling berjauhan, sehingga justru sama sekali tidak ada saling interaksi medan gravitasi dan medan magnetnya.
• Dari sudut pandang lain, anggapan bahwa jumlah alam semesta yang bisa lebih dari satu, justru relatif tidak bermanfaat (relatif sama-sekali tidak 'menambah' bukti bagi kebesaran-Nya). Karena segala bukti kebesaran ataupun kekuasaan-Nya di alam semesta ini (hanya berjumlah satu saja), justru telah amat sangat berlimpah ruah untuk bisa mengenal Allah, Tuhan pencipta alam semesta, dan bahkan mustahil terjangkau seluruhnya bagi manusia (ataupun segala zat makhluk-Nya lainnya di dalamnya).
Terutama berupa pengenalan tentang Allah Yang Maha Esa dan Maha Pencipta, melalui berbagai ajaran yang telah disampaikan oleh para nabi-Nya.
Pusat alam semesta
• Seluruh alam semesta berpusat pada suatu benda langit, yang disebut di sini sebagai "pusat alam semesta", yang memiliki ukuran, massa dan gravitasi yang paling besar.
Amat kuat dugaan, bahwa "pusat alam semesta" adalah sesuatu 'black hole', serupa halnya dengan pusat-pusat galaksi. Namun "pusat alam semesta" hanya tersusun dari segala materi inti-pusat, yang paling tinggi massa jenisnya di seluruh alam semesta.
Dengan massanya yang paling besar, maka "pusat alam semesta" adalah benda langit paling pertama mencapai keadaan paling stabilnya (perpindahan materinya paling minimal, serta ukuran, massa dan gravitasinya relatif tidak berubah). Terutama karena segala akresi atau pertambahan materinya relatif tidak terjadi (langsung terpancar keluar kembali), sedang segala pengurangan materinya juga relatif tidak terjadi.
• Bahkan dengan gravitasinya, "pusat alam semesta" inilah yang justru telah melingkupi ataupun menyatukan segala benda langit lainnya di seluruh alam semesta, menjadi satu kesatuan yang biasa dikenal sebagai 'alam semesta'.
• Segala benda-materi di alam semesta memiliki berbagai pusat orbit, dari inti-pusat-nukleus atom, planet, bintang, pusat galaksi, bahkan sampai puncaknya berupa 'pusat alam semesta', tergantung kepada hierarki masing-masing kelompok benda-materi.
• Keberadaan 'pusat alam semesta' itu cukup jelas terbukti dari susunan segala benda langit di alam semesta ini, yang semuanya relatif terletak pada suatu bidang 'datar'.
Hal ini bisa terjadi karena pergerakan revolusi tiap benda langit amat terpengaruh kuat oleh medan magnet dari benda langit pusat orbitnya masing-masing, sehingga lintasan pergerakan revolusi tiap benda langit cenderung berada amat dekat dengan bidang 'ekuatorial' dari benda langit pusat orbitnya.
Dengan sendirinya semestinya ada sesuatu benda langit yang menjadi puncak hierarki tertinggi dari segala pusat orbit bagi segala benda langit di alam semesta, yaitu 'pusat alam semesta' tersebut.
• Bumi, Matahari ataupun pusat galaksi Bima sakti bukanlah benda-benda langit yang menjadi pusat dari keseluruhan alam semesta, serta tidak memiliki posisi yang khusus atau istimewa di alam semesta, jika dibanding dengan segala benda langit lainnya.
Hal ini khusus disebut, karena menurut model alam semesta yang berkembang pada jaman dahulu, bahwa alam semesta berpusat di Bumi ataupun berpusat di Matahari, yang ternyata tidak terbukti.
Ruang, luas dan posisi alam semesta
• Ruang alam semesta luasnya relatif amat terbatas (ruang wilayah pengaruh medan gravitasi dari 'pusat alam semesta'), namun dikelilingi oleh ruang yang tak-terbatas.
• Ruang alam semesta seolah hanya suatu 'titik' kecil dibanding keseluruhan ruang tak-terbatas, serta berada pada posisi yang relatif di tengah-tengahnya.
• Berdasar definisi alam semesta ke-1 dan ke-2 di atas, maka ruang alam semesta berupa suatu bola yang relatif amat sangat besar.
• Saat sekarang dan sesuai definisi alam semesta ke-2, maka luas ruang alam semesta dianggap relatif telah tidak berubah, karena "pusat alam semesta" justru telah stabil.
• Jika kekuatan gravitasi benda-benda langit bisa diketahui, maka luas ataupun jari-jari ruang alam semesta relatif bisa diketahui pula (berdasar definisi alam semesta ke-2).
Penyusun alam semesta (lihat pula Gambar 4 di atas)
• Seluruh alam semesta hanya tersusun dari 3 unsur atau elemen paling dasar, yaitu:
a. Zat 'ruh' (bersifat gaib dan hidup, sebagai elemen paling dasar penyusun kehidupan segala zat makhluk ataupun ciptaan-Nya);
b. Zat 'materi' (bersifat nyata dan mati, sebagai elemen paling dasar penyusun segala benda mati, ataupun sebagai tubuh wadah atau tempat zat ruh berada);
c. 'Energi' (sebagai elemen paling dasar penggerak kehidupan segala ruh, serta juga penggerak interaksi antar materi dan pengubah struktur materi);
• Ketiga elemen diciptakan-Nya pada saat paling awal penciptaan alam semesta, secara relatif singkat, bersamaan dan sekaligus seluruhnya, dimana:
a. Segala zat 'materi' diciptakan-Nya seluruhnya berupa materi 'terkecil', yang persis sama ukuran dan sifatnya masing-masing.
Tentunya dari hasil interaksi antar materi 'terkecil' telah membentuk segala benda mati ataupun tubuh wadah segala zat makhluk-Nya yang ada saat ini.
b. Segala zat 'ruh' diciptakan-Nya seluruhnya juga persis sama kelengkapan (akal, hati, nafsu, dsb), sifat dan kemampuannya masing-masing.
Sehingga zat ruh segala makhluk-Nya lainnya pada dasarnya persis seperti zat ruh manusia. Namun perbedaan segala keadaan pada tubuh wadah tempat masing-masing zat ruh berada, yang menjadikannya seolah berbeda-beda.
c. 'Enegi' diciptakan-Nya seluruhnya berupa energi panas, yang disebut "energi awal alam semesta", sebagai penggerak berjalannya seluruh alam semesta sampai akhir jaman (saat berakhirnya alam semesta).
Tentunya "energi awal alam semesta" telah berubah bentuk menjadi segala jenis energi yang ada saat ini.
• Di samping 3 elemen ini, sebenarnya di alam semesta juga terdapat: sifat-sifat pada segala zat ciptaan-Nya (mutlak dan relatif, kekal dan fana), aturan-Nya atau sunatullah (hukum alam), pengajaran dan tuntunan-Nya, cobaan atau ujian-Nya, dsb.
Namun karena hal-hal ini berupa 'non-zat', maka tidak dianggap sebagai 'elemen'.(segala hal yang berupa 'zat', ataupun paling terkait langsung dengan 'zat').
• Hanya dari 3 elemen paling dasar inilah (beserta segala sifatnya masing-masing yang telah diberikan-Nya), maka bisa terbentuk segala jenis benda mati dan segala jenis makhluk hidup di seluruh alam semesta.
• Pada berbagai sumber lain sering disebut, bahwa seluruh alam semesta tersusun dari empat ataupun lima unsur-elemen dasar, yaitu: "air, api, angin dan tanah", ataupun "air, api, angin, tanah dan logam".
Namun ke-empat ataupun ke-lima elemen dasar ini justru pada dasarnya hanya tersusun dari 'materi' dan 'energi', dan bahkan telah mengabaikan 'ruh'.
Hubungan antar elemen penyusun alam semesta
• Materi 'terkecil' itu adalah pembawa energi yang terkecil, dan juga sebagai penyusun bagi segala materi yang lebih kompleks (termasuk segala partikel sub-atom).
Tidak ada energi tanpa adanya materi. Energi dan materi adalah ekuivalen.
Juga tidak ada 'energi vakum' (suatu energi yang bisa berada ataupun menjalar dalam suatu ruangan, yang sama-sekali tanpa ada materi di dalamnya).
• Tidak ada zat 'anti-materi'. Lebih tepatnya, zat 'anti-materi' hanyalah zat 'materi' yang memiliki sifat-sifat tertentu yang transisional dan relatif amat sementara. Zat 'anti-materi' yang sebenarnya dan semestinya, adalah zat 'ruh'. Karena zat 'materi' bersifat nyata dan mati, sedang zat 'ruh' bersifat gaib dan hidup.
• Tiap zat materi 'terkecil' ditempati oleh suatu zat 'ruh' (sebagai tubuh wadahnya). Dan zat 'ruh' ini sekaligus bertindak sebagai pengendali materinya.
Zat 'ruh' inilah yang membawa sifat-sifat materinya, serta menyebabkan bisa berjalannya segala hukum alam (sunatullah lahiriah). Dalam Al-Qur'an, para makhluk pemilik zat-zat ruh pada segala benda mati, biasanya disebut sebagai para malaikat 'Mikail'. Dan salah-satu tugas yang diberikan-Nya bagi para malaikat 'Mikail', adalah menurunkan air hujan.
• Sunatullah adalah segala aturan atau rumus proses kejadian (lahiriah dan batiniah), yang pasti mengatur segala zat ciptaan-Nya di alam semesta (zat materi ataupun ruh).
Sunatullah melekat sebagai sifat-sifat pada segala zat ciptaan-Nya, yang bersifat 'mutlak' dan 'kekal' (ditetapkan-Nya). Sedang sifat-sifat pada segala zat ciptaan-Nya sebagai hasil dari segala perbuatan zat makhluk-Nya, justru bersifat 'relatif' dan 'fana'.
Karena itu dalam Al-Qur'an, para malaikat (sebagai pengawal utama berjalannya sunatullah), disebut pasti tunduk, patuh dan taat kepada segala perintah-Nya.
• Tiap zat 'ruh' memerlukan energi bagi segala aktifitas kehidupannya, walaupun energi yang diperlukannya relatif amat sangat kecil.
Karena itu dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi, para makhluk gaib disebut diciptakan-Nya dari 'cahaya' (para malaikat), 'api' (para iblis dan syaitan) dan 'api yang panas' (para jin), dan lebih umumnya lagi dari 'energi'. Dan segala zat ruh makhluk-Nya lainnya pada dasarnya juga diciptakan-Nya dari 'energi'.
Namun bagi makhluk hidup nyata (termasuk manusia) yang tubuh wadahnya jauh lebih kompleks, dan bisa tersusun dari milyaran sel (makhluk hidup nyata terkecil), justru memerlukan energi yang relatif amat besar.
• Tiap zat 'materi' memerlukan energi, agar bisa berinteraksi dengan materi lainnya, dan agar bisa berubah strukturnya.
• Segala zat 'ruh' makhluk ciptaan-Nya (para makhluk gaib, manusia, hewan, tumbuhan, sel, dsb) pada dasarnya memiliki kelengkapan (akal, hati, nafsu, dsb), sifat dan kemampuan yang persis 'sama'.
Namun perbedaan kelengkapan, sifat dan kemampuan dari segala sarana pada tubuh wadahnya masing-masing (benda mati sebagai tempat zat 'ruh' berada), yang telah mengakibatkan tiap makhluk bisa memiliki sifat-sifat yang berbeda pula.
Keberadaan dan interaksi dengan segala makhluk lain di sekitarnya, juga ikut mempengaruhi sifat-sifat tiap makhluk. Segala kemampuan tiap zat 'ruh' hanya bisa teraktualisasi atau terwujud nyata melalui tubuh wadahnya. Tubuh wadah hanya dikendalikan atau hanya tunduk kepada segala perintah ruhnya. Dan hakekat segala makhluk hanya terletak pada ruhnya.
• Tubuh manusia misalnya terdri dari tak-terhitung jumlah makhluk (ataupun ruh), yang saling berinteraksi secara harmonis, dan tersusun secara berhierarki. Dan pada puncak hierarkinya ada zat ruh manusianya sendiri sebagai pengendali paling utama.
Interaksi dan hierarki yang serupa juga terjadi pada segala benda mati.
• Tiap benda mati pada dasarnya juga suatu makhluk hidup (ada ruhnya), namun memiliki kemampuan yang paling terbatas, dan bahkan jauh lebih sederhana daripada sel.
Aturan bagi segala proses kejadian di alam semesta
• 'Di luar' proses penciptaan 'paling awal', atau proses keberadaan energi dan segala zat ciptaan-Nya (materi dan ruh), maka segala proses kejadian lainnya di alam semesta (termasuk segala proses penciptaan lainnya), pasti mengikuti sunatullah.
• Sunatullah bersifat 'mutlak' (pasti terjadi) dan 'kekal' (pasti konsisten).
• Sunatullah diciptakan ataupun ditetapkan-Nya saat sebelum awal penciptaan alam semesta, serta pasti tetap berlaku dan tidak berubah sampai akhir jaman.
• Sunatullah adalah salah-satu dari ketetapan atau ketentuan-Nya yang telah tercatat pada kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, yang sangat mulia dan agung.
• Sunatullah berupa segala aturan atau rumus proses kejadian (lahiriah dan batiniah), yang pasti mengatur segala zat ciptaan-Nya di alam semesta (zat materi ataupun ruh), dan berlaku sesuai segala keadaan lahiriah dan batiniah pada tiap zat ciptaan-Nya.
• Sunatullah juga biasa disebut sebagai hukum, aturan, ketetapan, ketentuan, kehendak ataupun perbuatan-Nya (Sunnah Allah). Serta sunatullah merupakan sifat-sifat Allah dalam berbuat segala hal di alam semesta (sifat dinamis-proses-perbuatan Allah).
Tentunya sunatullah, hukum atau aturan-Nya (bersifat memaksa dan pasti mengatur alam semesta) berbeda daripada segala 'hukum syariat' yang disampaikan oleh para nabi-Nya (bersifat tidak memaksa ataupun berupa anjuran-Nya, agar bisa mengatur umat-umat manusia yang mau beriman).
• Segala 'hukum alam' yang telah ditemukan secara amat obyektif oleh umat manusia di saat ini ataupun di masa mendatang, pada dasarnya hanya hasil pengungkapan dan perumusan atas sebagian amat sedikit dari aturan atau rumus pada sunatullah. Dan segala hukum alam hanya sunatullah pada aspek lahiriah-nyata-fisik saja.
Kerapatan materi di alam semesta
• Seluruh ruang tak-terbatas tempat alam semesta berada, pada awalnya hanya berupa suatu 'gas' yang terdiri dari segala materi 'terkecil', yang diciptakan dan disebarkan-Nya dengan kerapatan yang merata.
Namun pada sebagian ruang (berupa bola yang amat sangat kecil), yang berada di tengah-tengah ruang tak-terbatas itu, lalu diciptakan ataupun diberikan-Nya "energi awal alam semesta", yang seluruhnya berupa energi panas. Sehingga kerapatan materinya menjadi relatif terganggu atau berubah-ubah, khususnya pada bola ataupun pada daerah di sekeliling bola (dari adanya radiasi, ekspansi dan konveksi energi panas).
Seluruh ruang yang terpengaruh oleh "energi awal alam semesta", juga relatif tetap berupa bola, dengan ukuran yang lebih besar daripada bola semula di atas. Walaupun bola terakhir itu tetap amat sangat kecil dibanding seluruh luas ruang tak-terbatas. Dan bola terakhir itulah yang menjadi 'alam semesta' saat ini (definisi ke-1 di atas).
• Kerapatan 'rata-rata' seluruh materi 'terkecil' di alam semesta (daerah bertemperatur di atas nol mutlak), sama dengan kerapatan 'rata-rata' materi 'terkecil' di luar wilayah alam semesta (daerah bertemperatur nol mutlak).
Massa jenis 'rata-rata' seluruh materi di alam semesta, juga 'sama dengan' massa jenis 'rata-rata' seluruh materi di luarnya. Sehingga alam semesta pada dasarnya melayang relatif tanpa bergerak di tengah-tengah ruang tak-terbatas.
• Akibat dari adanya "energi awal alam semesta", sebagian besar dari materi 'terkecil' di alam semesta telah berubah bentuk menjadi segala materi-partikel-benda yang lebih kompleks, besar ataupun berat, seperti: partikel sub-atom, atom, molekul, butir benda, segala benda langit, dan bahkan 'pusat alam semesta'.
Sehingga ada sebagian wilayah di alam semesta, yang kerapatan 'rata-rata' seluruh materinya berada relatif di atas kerapatan semula (pada saat awal penciptaan alam semesta), sedang sebagian wilayah lainnya berkerapatan relatif di.bawahnya. Namun secara keseluruhan, kerapatan 'rata-rata' segala materi di alam semesta, tetap sama dengan kerapatan semula di atas.
• Alam semesta bukan berupa 'gelembung', karena massa jenis rata-rata seluruh materi di dalam suatu gelembung, relatif 'lebih kecil' daripada massa jenis rata-rata seluruh materi di luarnya. Juga alam semesta relatif akan terus bergerak-gerak dalam ruang tak-terbatas, jika berupa suatu 'gelembung'.
• Pada pemahaman yang amat ekstrim (berbeda dari pemahaman di atas), segala materi 'terkecil' justru dianggap tersusun relatif 'kontinu' (relatif tidak ada ruang kosong di antaranya), yang membentuk suatu medium 'superkonduktor' yang sebenarnya.
Segala materi-benda yang bisa tampak oleh manusia, justru dianggap sebagai sekumpulan besar materi 'terkecil' yang memiliki hubungan interaksi tertentu, terutama dari adanya energi. Gravitasi dan perpindahan materi (termasuk pada kecepatan cahaya), juga dianggap relatif tidak mengganggu kontinuitas materi 'terkecil'-nya.
Ruang vakum di alam semesta
• Jika diurut makin berkurang kesempurnaannya, maka ruang 'vakum' atau 'kosong' di alam semesta ataupun di luar wilayah alam semesta, antara-lain:
a. Ruang vakum yang sebenarnya dan paling sempurna (sama-sekali tanpa suatu materi di dalamnya). Ruang vakum ini hanya ada sebelum diciptakan-Nya alam semesta, dan meliputi seluruh ruang tak-terbatas tempat alam semesta berada.
b. Ruang vakum yang di dalamnya hanya terdiri dari materi-materi 'terkecil'. Saat sekarang ruang vakum ini hanya terdapat di luar wilayah ruang alam semesta, serta bertekanan dan bertemperatur nol mutlak.
c. Ruang vakum yang berupa ruang 'kosong' antar partikel sub-atom di dalam sistem suatu atom.
d. Ruang vakum di antariksa (khususnya ruang di tengah-tengah ruang antar benda langit). Ruang vakum ini relatif makin sempurna, jika jarak antar benda langitnya makin jauh (terutama ruang antar galaksi ataupun antar kelompok galaksi).
e. Ruang vakum buatan manusia (ruang yang bertekanan di bawah 1 Atm). Dsb.
• Saat sekarang di alam semesta ataupun di luar wilayah alam semesta, ruang vakum atau 'kosong' yang sebenarnya (sama-sekali tanpa sesuatu materi di dalamnya), pada dasarnya telah tidak ada lagi. Sekali lagi, ruang vakum semacam ini hanya ada pada saat sebelum diciptakan-Nya alam semesta.
Ruang vakum yang paling sempurna saat sekarang, terdapat 'di luar' wilayah alam semesta, yang bertekanan dan bertemperatur nol mutlak (poin b di atas). Sedang ruang vakum yang paling sempurna saat sekarang di alam semesta, berupa ruang 'kosong' antar partikel sub-atom di dalam sistem suatu atom (poin c di atas).
Penciptaan atau pembentukan alam semesta
• Proses penciptaan 'paling awal' berlangsung relatif amat cepat, bersamaan ataupun sekaligus seluruhnya, yaitu:
1. Segala zat materi 'terkecil', sebagai penyusun segala benda mati.
2. Segala zat 'ruh', sebagai penyusun segala kehidupan makhluk.
3. 'Energi awal alam semesta', sebagai energi panas penggerak berjalannya seluruh alam semesta sampai saat paling akhirnya ('akhir jaman').
Baca pula uraian selengkapnya pada penjelasan berikut di bawah, tentang proses penciptaan alam semesta, sejak saat paling awalnya sampai saat paling akhirnya.
• Segala materi, ruh dan energi di alam semesta hanya diciptakan-Nya 'sekali' saja. Sedang segala proses penciptaan selanjutnya hanya berdasar dari hasil interaksi antar materi dan materi, materi dan ruh, serta antar ruh dan ruh, yang telah ada tersebut, dengan mengikuti aturan-Nya (sunatullah). Segala interaksi itu didukung oleh energi.
• Materi dan energi khususnya hanya berubah-ubah bentuknya, dari hasil interaksi antar materi dan hasil perubahan struktur materinya.
Sedang tiap 'zat' ruh dan elemen-elemennya sama-sekali tidak berubah. Hal yang berubah-ubah hanya segala 'keadaan batiniah' ruhnya (segala informasi batiniahnya).
• Segala benda di seluruh alam semesta hanya terbentuk dari hasil interaksi antar materi dan perubahan struktur materi (penggabungan ataupun pemisahan).
• Segala benda memiliki segala hierarki bentuk, dari yang paling sederhana sampai paling kompleks (materi 'terkecil', sistem sub-atom, sistem atom, sistem planet, sistem bintang, sistem galaksi, sistem kelompok galaksi, dan sistem alam semesta), yang terbentuk berdasar sifat-sifat 'materi' ataupun 'struktur materi' penyusunnya.
• Secara umum, bentuk dan sifat segala benda langit hanya tergantung kepada ukuran, massa dan gravitasi inti-pusat-nukleusnya, yang tersusun dari partikel-partikel yang relatif paling besar massa jenisnya.
Sedang segala partikel lainnya (bermassa jenis jauh lebih ringan) pada dasarnya memang tersebar di alam semesta, secara 'homogen' (seragam) dan 'isotropi' (merata). Sehingga partikel-partikel inipun kurang berperan atas bentuk dan sifat segala benda langit (relatif hanya berperan mengubah-ubah ukuran benda langitnya saja).
Bentuk awal dan akhir alam semesta
• Alam semesta berbentuk awal berupa suatu 'titik' sinar ("sinar alam semesta"), yang amat sangat terang dan meliputi seluruh alam semesta. Sedang seluruh wilayah alam semesta itu sendiri hanya berupa suatu 'titik' di dalam ruang 'tak-terbatas'.
Bentuk paling awal ini bisa terjadi, karena segala materi 'terkecil' dalam wilayah alam semesta, telah diberikan-Nya "energi awal alam semesta" yang amat sangat panas, dan menjadikan segala materi 'terkecil' itu berpijar dan bergerak relatif amat sangat cepat. Juga bergerak secara acak ke segala arah, akibat saling bertumbukannya antar materi 'terkecil' itu.
Tentunya "sinar alam semesta" paling awal ini belum bisa tampak oleh segala peralatan ataupun segala alat indera manusia (jika manusia diibaratkan telah ada saat itu). Namun "sinar alam semesta" mulai bisa tampak setelah terbentuknya partikel-partikel sub-atom di seluruh alam semesta (terutama berupa partikel-partikel photon).
• Alam semesta berbentuk akhir berupa suatu keadaan 'kegelapan', yang amat sangat gelap dan dingin, walaupun masih berada 'di atas' temperatur nol mutlak.
Bentuk paling akhir ini bisa terjadi, karena "energi awal alam semesta" yang pada awalnya hanya berupa energi panas, hampir seluruhnya telah berubah bentuk menjadi segala bentuk energi lainnya (khususnya energi kinetik, energi potensial dan energi elektromagnet pada seluruh benda langit). Dan hampir tidak ada lagi pancaran energi atau perpindahan materi antar benda langit.
Segala bintang dan quarsar khususnya telah tidak lagi bersinar, serta seluruhnya telah berubah bentuk menjadi 'black hole' ataupun bintang neutron, yang bergerak revolusi dan rotasi dalam keadaan yang paling stabil.
Baca uraian selengkapnya pada tabel berikut di bawah, tentang bentuk alam semesta, sejak saat paling awalnya sampai saat paling akhirnya.
Siklus alam semesta
• Alam semesta tidak mengalami siklus ataupun tidak berosilasi.
• Penciptaan alam semesta hanya berlangsung searah dan tanpa siklus, dari berupa sinar yang amat sangat terang ("sinar alam semesta" atau 'big light'), menuju ke keadaan paling akhirnya pada jaman 'kegelapan'.
Perluasan atau ekspansi alam semesta
• Alam semesta berekspansi secara terbatas (suatu saat pasti berhenti), seragam, stabil, thermal dan kinematik, tanpa melalui inflasi. Serta alam semesta tidak pernah berkontraksi (berkurang luasnya).
• Proses ekspansi alam semesta terjadi dalam 2 tahap, yang relatif berurutan, yaitu: tahapan sebelum terbentuknya segala formasi kelompok benda langit (khususnya sebelum terbentuknya 'pusat alam semesta') dan diikuti oleh tahapan setelahnya.
Kedua tahapan ini relatif berbeda sifat dan prosesnya. Pada tahapan pertama, terjadi atas keseluruhan sistem alam semesta (seluruh alam semesta makin meluas), khususnya terjadi karena pergerakan acak segala materi ataupun benda langit.
Sedang pada tahapan kedua, hanya ada terjadi pergerakan saling menjauh antar benda-benda langit penyusun alam semesta (seluruh alam semesta justru tidak berubah luasnya, karena luas ruang wilayah pengaruh medan gravitasi 'pusat alam semesta' memang relatif tidak berubah).
Pergerakan saling menjauh itu sendiri bisa terjadi, karena makin berkurangnya ukuran, massa dan gravitasi benda-benda langit (dari adanya pancaran dan perpindahan materinya). Sehingga tiap benda langit relatif makin menjauh dari benda langit pusat orbitnya masing-masing.
Dan pada tahapan kedua ini, sejak dari awal terjadinya pergerakan saling menjauh antar benda-benda langit, sampai berhentinya pergerakan saling menjauh tersebut, segala benda langit justru masih tetap berada dalam wilayah pengaruh medan gravitasi 'pusat alam semesta'.
• Proses ekspansi alam semesta tahapan pertama berlangsung sejak awal penciptaannya. Dan ekpansi tahapan kedua berhenti saat jaman kegelapan (saat ukuran dan gerakan revolusi segala benda langit telah paling stabil).
Pada jaman kegelapan itu pula segala benda langit relatif telah tidak berubah-ubah lagi ukuran, massa dan gravitasinya, karena relatif telah tidak terjadi lagi pancaran dan perpindahan materi atau energi antar benda langit (segala bintang dan quasar khususnya telah tidak bersinar lagi).
• Ekspansi alam semesta tahapan kedua bukan berpusat pada 'satu' titik (seperti halnya menurut teori 'big bang'), tetapi pada 'banyak' titik (pusat-pusat benda langit, seperti: bintang, pusat galaksi, pusat kelompok galaksi, ataupun 'pusat alam semesta').
• Kedua tahapan ekspansi alam semesta (percepatan ataupun perlambatannya) tidak berlangsung statis, ataupun tidak mengikuti suatu pola tertentu yang cukup sederhana. Tetapi justru cukup rumit mengikuti pergerakan acak materi ataupun benda langit (ekspansi tahapan pertama), dan juga mengikuti perubahan ukuran, massa dan gravitasi benda-benda langit (ekspansi tahapan kedua).
Sehingga ekspansi alam semesta 'teramati' bukan hanya berupa ekspansi sesuatu bidang 'datar' ataupun berupa ekspansi secara radial (bola yang mengembang).
Umur alam semesta
• Alam semesta umurnya relatif terbatas (fana).
Namun setelah mencapai keadaan paling akhirnya (keadaan kegelapan), jika dikehendaki-Nya, maka alam semesta juga bisa bersifat kekal dalam keadaan kegelapan tersebut (tidak dimusnahkan atau dihancurkan-Nya).
• Alam semesta umurnya belum bisa diketahui (sampai saat ini ataupun sampai 'akhir jaman'). Karena penciptaan alam semesta tidak berlangsung dengan mengikuti suatu pola tertentu yang cukup sederhana, tetapi berlangsung berdasarkan interaksi secara relatif 'acak' antar tiap materi dan materi-materi di dekatnya.
• Penentuan umur alam semesta pada dasarnya tidak sederhana, seperti halnya menurut teori 'big bang' (ekspansi alam semesta hanya berawal dari sesuatu titik pusat 'big bang', yang berupa suatu bola yang amat sangat besar, panas dan padat).
Sedang proses ekspansinya sendiri dianggap mengikuti suatu pola kurva eksponensial tertentu. Di mana pada awal 'big bang', ekspansi berlangsung amat sangat cepat (terdapat singularitas), selalu mengalami percepatan dan berlangsung selamanya.
Dan jika kurva itu dikaitkan dengan laju percepatan ekspansi saat sekarang, serta jarak antara Bumi dan titik pusat 'big bang', maka menurut teori 'big bang', umur alam semesta sampai saat ini dianggap telah mencapai sekitar 13,7 milyar tahun.
• Menurut pemahaman di sini (menurut teori 'big light'), umur alam semesta sampai saat ini justru kemungkinan besar dianggap bisa jauh lebih besar daripada 13,7 milyar tahun. Karena proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big light', relatif lebih rumit daripada teori 'big bang' dan juga seluruhnya hanya berasal dari materi 'terkecil'.
Namun begitu, teori dan konsep pendukung bagi teori 'big light' justru relatif jauh lebih sederhana, khususnya karena tidak memakai teori dan konsep, seperti: 'energi gelap', 'materi gelap', 'materi yang hilang', 'inflasi', 'energi vakum', dsb., yang justru masih misterius, belum terbukti ataupun amat diragukan kebenarannya.
Kehidupan di alam semesta
• Secara teoritis, Bumi hanyalah salah-satu dari amat sangat banyak jumlah segala sistem planet pada segala sistem bintang, yang bisa memungkinkan terjadinya kehidupan makhluk-Nya (khususnya makhluk tingkat tinggi seperti halnya manusia).
Makhluk-makhluk tingkat rendah sampai tingkat tinggi di angkasa luar, secara teoritis pada dasarnya bisa terjadi, dan bentuknya juga serupa seperti halnya segala makhluk di Bumi, karena segala zat materi dan zat ruh di alam semesta, pada dasarnya memang bercampur-baur secara relatif homogen (seragam) dan isotropik (merata).
Dan makhluk-makhluk angkasa luar ini tentunya relatif amat berbeda daripada berbagai gambaran dari film dan cerita fiksi ilmiah, yang bentuknya relatif amat aneh dan tidak ada di Bumi.
• Bumi dan Surga amat berbeda, masing-masing berada pada alam yang juga berbeda, yaitu pada alam nyata-lahiriah-dunia dan pada alam gaib-batiniah-akhirat.
Lebih jelasnya kehidupan makhluk di Bumi (di dunia), adalah kehidupan lahiriah makhluk setelah zat ruhnya ditiupkan-Nya ke benih dasar tubuh wadah lahiriahnya di dunia, sampai zat ruhnya dicabut, diangkat atau dibangkitkan-Nya dari tubuhnya, pada saat kematiannya (Hari Kiamat kecil).
Sedang kehidupan makhluk di Surga (ataupun di Neraka), adalah kehidupan batiniah ruh pada tiap zat makhluk (kehidupan akhiratnya), yang relatif bersih dari dosa (Surga), ataupun yang relatif banyak mengandung dosa-dosa besar (Neraka).
• Sementara pada awalnya diciptakan-Nya, segala zat ruh masih suci-murni dan bersih dari dosa. Sehingga disebut dalam Al-Qur'an, bahwa Adam, para malaikat dan bahkan para iblis, pada awalnya masih tinggal di Surga. Dan Adam dan iblis khususnya, lalu terusir dari Surga, tepat setelah masing-masing telah melakukan dosa pertamanya.
Kehidupan akhirat tiap makhluk justru telah berlangsung sejak zat ruhnya diciptakan-Nya, dan tetap berlangsung kekal bahkan setelah akhir jaman, kecuali jika suatu saat dikehendaki-Nya, segala zat ciptaan-Nya justru dimusnahkan atau dihancurkan-Nya.
• Penciptaan alam semesta dan kehidupan segala makhluk di dalamnya pada dasarnya bertujuan utama, sebagai sarana bagi Allah untuk bisa menguji keimanan tiap makhluk ciptaan-Nya, khususnya dalam menjaga kesucian ataupun kemurnian segala keadaan batiniah ruhnya.
• Setelah berakhirnya kehidupan lahiriah tiap makhluk di dunia fana ini, maka zat ruhnya pasti akan kembali ke hadapan 'Arsy-Nya, untuk mempertanggung-jawabkan segala amal-perbuatannya di dunia, berdasarkan tugas atau amanatnya masing-masing yang telah diberikan-Nya.
Segala amal-perbuatan tiap makhluk di dunia, pada dasarnya pasti mengubah, membentuk atau membangun segala keadaan batiniah ruhnya, yang akan tetap kekal setelah zat ruhnya kembali ke hadapan-Nya, untuk 'tinggal' di Surga ataupun di Neraka.
• Surga dan Neraka ada banyak (sesuai dengan jumlah zat ruh ciptaan-Nya). Karena Surga dan Neraka adalah keadaan batiniah pada masing-masing zat ruh (sesuai dengan tugas yang diberikan-Nya dan segala amal-perbuatannya masing-masing).
Lebih jelasnya lagi, Surga dan Neraka sejumlah segala amal-perbuatan segala makhluk. Sedang Surga dan Neraka yang disebut dalam Al-Qur'an, biasanya berupa suatu hasil 'rangkuman' dan contoh perumpamaan atas segala keadaan batiniah ruh.
Kehidupan akhirat tiap makhluk di dunia, biasa disebut sebagai 'Surga kecil' (beban dosa) ataupun 'Neraka kecil' (pahala-Nya). Manusia memang relatif kurang bisa memahami kehidupan akhiratnya sendiri, terutama karena manusia memang relatif cenderung melalaikannya, akibat relatif sangat disibukkan oleh kehidupan dunianya.
Disebut pula dalam Al-Qur'an, bahwa kehidupan akhirat tiap makhluk akan 'disempurnakan-Nya' di Hari Kiamat kecil (saat kematian tiap makhluk), karena segala kesibukan duniawinya memang telah berakhir, dan ia telah benar-benar bisa memahami kehidupan akhirat yang sebenarnya, yang telah dibangunnya selama di dunia fana ini.
Pemahaman inipun tentunya diperoleh setelah dituntun oleh para malaikat Rakid dan 'Atid, yang justru ikut serta menulis atau mencatat segala catatan amalannya.
• Kehidupan manusia di Surga ataupun di Neraka, relatif serupa halnya dengan kehidupan para malaikat ataupun para iblis di alam ruh atau alam arwah. Bahkan penghuni Surga juga terdiri dari para malaikat, sedang penghuni Neraka juga terdiri dari para iblis, syaitan dan jin.
Baca pula topik "Benda mati gaib", tentang wujud kehidupan manusia di akhirat setelah Hari Kiamat.
Sehingga kehidupan manusia di Surga dan di Neraka yang disebut dalam Al-Qur'an, yang seolah-olah serupa kehidupan duniawi, justru pada dasarnya hanya sebagai suatu contoh-perumpamaan simbolik saja (bukan fakta-kenyataan yang sebenarnya).
"Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa, ialah (seperti taman yang) mengalir sungai-sungai di dalamnya, (pohon-pohon yang) buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (meneduhkan). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertaqwa. Sedang tempat kesudahan bagi orang-orang yang kafir ialah neraka." − (QS.13:35) dan (QS.47:15).
Berakhirnya alam semesta ('akhir jaman')
• Serupa halnya yang disebut dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' bagi kehidupan makhluk di Bumi ini, bisa terjadi pada: (tahapan selengkapnya pada tabel berikut di bawah)
a. Jaman perluasan (ekspansi alam semesta)
'Akhir jaman' bisa terjadi pada jaman ini, jika selama pergerakan saling menjauhnya antar benda langit, terjadi pergeseran yang cukup ekstrim atas lintasan revolusi Bumi dan benda-benda langit di sekitarnya (termasuk Bulan). Sehingga Bumi bisa bertumbukan dengan benda-benda langit tersebut, ataupun hanya dilintasinya dengan relatif amat dekat.
Dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' inipun disebut, seperti:
~ "Gunung-gunung dihancurkan" (pada QS.77:10, QS.81:3 dan QS.69:14).
~ "Bumi diratakan" (pada QS.84:3).
~ "Bulan terbelah" (pada QS.54:1).
~ "Lautan meluap" (pada QS.82:3).
~ "Lautan dipanaskan" (pada QS.81:6).
b.
Jaman 'supernova' (langit 'terbelah')
'Akhir jaman' bisa terjadi pada jaman ini, terutama jika bintang-bintang di dalam sistem galaksi Bima sakti (termasuk Matahari), telah banyak yang mengalami Supernova ataupun Nova (ledakan hebat pada bintang-bintang). Maka pada berbagai saat, dari Bumi juga akan bisa terlihat langit yang seolah-olah terbelah, terpecah atau terbakar oleh ledakan hebat, serta relatif penuh dengan kabut dan debu.
Dan tentunya jika Matahari telah meledak, maka Bumi relatif telah tidak lagi memiliki sumber energi utama bagi segala kehidupan makhluk di dalamnya.
Dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' inipun disebut, seperti:
~ "Langit pecah-belah, terbakar, mengeluarkan kabut ataupun menjadi lemah" (pada QS.25:25, QS.73:18, QS.55:37, QS.77:9, QS.82:1, QS.84:1 dan QS.69:16).
~ "Bintang-bintang berjatuhan" (pada QS.81:2 dan QS.82:2).
c. Jaman 'black hole' ('kematian' benda langit) dan jaman kegelapan ('kematian' alam semesta)
Serupa halnya dengan 'akhir jaman' pada jaman 'supernova' di atas, jika Matahari telah meledak dan berubah menjadi 'black hole' ataupun bintang neutron, maka Bumi relatif telah tidak lagi memiliki sumber energi utama bagi segala kehidupan makhluk di dalamnya.
Dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' inipun disebut, seperti:
~ "Langit digulung ataupun dilenyapkan " (pada QS.21:104 dan QS.81:11).
~ "Matahari dan bintang-bintang digulung ataupun dihapuskan" (pada QS.81:1 dan QS.77:8).
~ "Bulan dan matahari kehilangan cahayanya" (pada QS.75:8-9).
Hal-hal lain
• Alam semesta bersifat relatif 'homogen' dan 'isotropi'.
Lebih jelasnya, alam semesta terlihat relatif sama dari segala lokasi (homogen, serba-sama atau seragam), dan dari segala arah (isotropi atau merata).
Kedua hal ini diketahui sebagai prinsip-prinsip kosmologi yang paling utama.
• Secara umum, sejak awal penciptaannya alam semesta bersifat 'amat dinamis', tetapi saat terakhirnya (jaman kegelapan), alam semesta justru bersifat relatif 'amat statis'.
• 'Ruang dan waktu' pada dasarnya tidak berkembang ataupun tidak berubah-ubah, hanya tergantung referensi, pengukur dan alat ukurnya.
Sehingga teori relativitas 'ruang dan waktu' pada dasarnya hanya suatu hasil kesalahan, kekeliruan atau keterbatasan pada model dan formula matematis buatan manusia.
• 'Temperatur nol mutlak' (yang disebut-sebut di atas), adalah temperatur nol mutlak yang sebenarnya dalam sesuatu sistem, yang terjadi pada saat segala materi di dalamnya (bahkan termasuk segala partikel sub-atom dan segala materi 'terkecil'-nya), justru relatif tidak bergerak sama-sekali.
Sehingga 'temperatur nol mutlak' inipun relatif berbeda daripada temperatur nol mutlak menurut skala Kelvin, yang tinjauannya masih berada pada tingkat molekul atau atom.
Dan 'temperatur nol mutlak' hanya terjadi dalam ruang tak-terbatas, relatif jauh di luar ruang wilayah alam semesta (di luar pengaruh 'pusat alam semesta')
Proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big light' ("sinar alam semesta")
Keadaan sebelum penciptaan
Hanya keadaan 'ketiadaan' (hanya ruang tak-terbatas yang kosong atau hampa sama sekali, tanpa ada sesuatupun materi ataupun zat ciptaan-Nya di dalamnya). Dan semata-mata hanya ada Zat Allah, Yang Maha Esa, Maha pencipta, Maha awal dan Maha kekal.
Namun sebelum peristiwa 'big light' (sebelum penciptaan alam semesta), telah diciptakan-Nya terlebih dahulu segala ketetapan atau ketentuan-Nya bagi alam semesta (ciptaan-Nya yang berupa non zat, termasuk aturan-Nya atau sunatullah). Dan semuanya telah tercatat pada kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, yang sangat mulia dan agung.
Tahapan proses penciptaan
1. Jaman pencipt (awal keberadaan materi, ruh dan energi)
Pada saat paling awal diciptakan-Nya relatif singkat, bersamaan dan sekaligus:
a. Tak-terhitung jumlah materi yang paling kecil, ringan dan sederhana (atau disebut materi 'terkecil'), sebagai zat yang paling dasar penyusun segala jenis benda mati, sekaligus sebagai materi pembawa unit energi terkecil.
b. Tak-terhitung jumlah zat ruh, sebagai zat yang paling dasar penyusun kehidupan segala jenis zat makhluk-Nya ataupun segala jenis zat ciptaan-Nya. Zat-zat ruh ini sekaligus pula ditiupkan-Nya ke 'tiap' materi 'terkecil' di atas.
Dan hal inilah bentuk paling dasar dari "proses ditiupkan-Nya zat ruh". Sedang segala proses peniupan berikutnya yang disebut-sebut dalam kitab suci Al-Qur'an pada dasarnya berupa "proses ditiupkan-Nya zat ruh (beserta zat materi 'terkecil' yang terkait), ke 'benih' tubuh wadah suatu makhluk hidup nyata".
c. "Energi awal alam semesta", sebagai energi panas pemicu tercipta dan berjalannya seluruh alam semesta, sampai saat terakhirnya (biasa disebut 'akhir jaman'). "Energi awal alam semesta" inilah yang telah menghidupkan atau menggerakkan 'sebagian dari' seluruh zat ruh (hanyalah zat-zat ruh yang kira-kira berada dalam wilayah ruang alam semesta saat ini).
Sehingga zat-zat ruh (terutama zat-zat ruh para makhluk hidup gaib) juga biasa disebut "diciptakan-Nya dari 'cahaya', 'api' dan 'api yang panas'" (lebih umumnya lagi dari 'energi').
Proses lebih jelasnya, diduga segala materi 'terkecil' diciptakan-Nya tersusun merata di seluruh ruang tempat alam semesta berada (ruang tak-terbatas, yang telah terjangkau ataupun belum oleh manusia). Sedang ruang yang telah terpakai oleh alam semesta saat ini hanyalah sebagian amat sangat kecil, daripada seluruh volume ruang tak-terbatas itu. Sehingga seluruh ruang tak-terbatas ini pada awalnya terisi oleh semacam gas (bukan gas dari atom-atom gas, namun gas dari segala materi 'terkecil'), yang amat sangat ringan, transparan, gelap dan dingin (suhu nol mutlak sebenarnya, atau sama sekali tidak ada materi 'terkecil' yang bergerak).
Lalu pada sebagian amat sangat sedikit daripada seluruh materi 'terkecil' itu (hanya sebagian yang ikut menyusun seluruh alam semesta saat ini), diberikan-Nya energi panas untuk bisa bergerak ("energi awal alam semesta"). Segala materi 'terkecil' yang digerakkan-Nya ini tersusun berupa suatu bola gas raksasa (walau tetap hanya berupa suatu titik amat sangat kecil, jika dibanding seluruh ruang tak-terbatasnya).
Tentunya pemberian energi terfokus atau dimulai dari titik pusat bola gas raksasa itu (materi-materi 'terkecil' pada pusatnya paling panas dan paling cepat gerakannya). Sedang makin menjauh dari titik pusat bola gas, sampai ke permukaannya, materi-materi 'terkecil'-nya makin kecil energi panasnya ataupun makin lambat gerakannya. Dan daerah sekitar 'pusat' bola gas raksasa itulah yang menjadi tempat terbentuk dan beradanya sesuatu benda langit, yang disebut di sini sebagai "pusat alam semesta".
Seluruh alam semesta pada dasarnya tetap mengambang atau melayang relatif 'tanpa bergerak' di tengah-tengah seluruh materi 'terkecil' dalam ruang tak-terbatas, bahkan walaupun telah dipanasi-Nya (tetap tidak bergerak dan menguap ke luar).
Dengan adaya "energi awal alam semesta" itu, seluruh materi 'terkecil' penyusun seluruh alam semesta saat ini, menjadi berpijar dengan amat sangat panas dan juga bergerak amat sangat bebas secara acak. Namun bentuk alam semesta sama sekali belum tampak (sinar pijaran dari seluruh materi 'terkecil' mustahil bisa ditangkap oleh segala alat dan indera manusia, jika 'diibaratkan' manusia telah ada saat itu).
Sehingga "sinar alam semesta" atau 'big light' pada dasarnya telah ada terjadi saat paling awal proses penciptaan alam semesta ini, namun belum tampak.
Sejak setelah proses penciptaan 'pertama' di atas, segala proses penciptaan selanjutnya pasti mengikuti sunatullah (segala aturan atau rumus proses kejadian yang 'pasti' dan 'jelas', ataupun bersifat 'mutlak' dan 'kekal').
Dan tentunya "energi awal alam semesta" yang bentuk awalnya hanya berupa energi panas, sampai akhir jaman jumlah total 'energi'-nya tetap tidak berubah, namun secara perlahan-lahan terus-menerus berubah menjadi segala bentuk energi lainnya (energi potensial atau energi gravitasi, energi thermal atau energi dalam, energi suara, energi pegas, energi elektromagnetik, dsb). Sedang energi panas itu sendiri pada dasarnya sebanding dengan energi kinetik atau energi gerak rata-rata, dari seluruh partikel dalam suatu sistem tertentu yang ditinjau.
Maka alam semesta dan segala proses di dalamnya (termasuk proses-proses di bawah secara terurut), pada dasarnya terus-menerus makin mendingin, sampai pada tingkat kestabilan tertentu di akhir jaman (baca pula proses terakhir di bawah). Dan saat awalnya segala benda langit masih bersatu-padu berupa segala materi 'terkecil'.
"Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui, bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya (masing-masing dibentuk-Nya). …" − (QS.21:30).
2. Jaman sub-atom (penampakan "sinar alam semesta")
Dengan saling bergerak amat sangat cepat, bebas dan acak, materi-materi 'terkecil' juga saling bertumbukan dan berreaksi. Sehingga mulai terbentuk berbagai partikel sub-atom atau partikel dasar, seperti: quark, elektron, photon dan neutrino. Lalu proton dan neutron juga mulai terbentuk. Partikel-partikel yang baru terbentuk ini juga tetap bergerak relatif amat sangat cepat, bebas dan acak.
Segala reaksi penggabungan partikel-partikel sub-atomik yang lebih kecil (bahkan termasuk dari materi-materi 'terkecil'), menjadi partikel-partikel sub-atomik yang lebih besar di atas, pada dasarnya juga "reaksi fusi nuklir" dalam pengertiannya yang lebih luas. Sehingga "reaksi fusi nuklir" bukan hanya sekedar reaksi penggabungan antara partikel-partikel inti atom saja (proton dan neutron), yang lebih umum dikenal, karena penggabungan partikel-partikel sub-atomik yang lebih kecil justru juga menghasilkan efek-efek yang serupa (hanya berbeda-beda tingkat energi yang dihasilkan).
Saat inilah keseluruhan alam semesta mulai bisa tampak, dalam bentuk suatu sinar yang amat sangat panas, terang, putih dan merata ("sinar alam semesta" atau 'big light'). 'Big light' ini terjadi karena sebagian dari "energi awal alam semesta" telah berubah bentuk menjadi energi hasil tak-terhitung jumlah reaksi fusi nuklir (reaksi penggabungan partikel-partikel sub-atomik), serupa halnya dengan energi panas radiasi sinar Matahari saat ini, namun justru terjadi di 'seluruh' alam semesta.
Sehingga 'big light' ini pada dasarnya berlangsung relatif cukup lama (diduga selama ribuan tahun), terutama sejalan dengan proses pembentukan photon, sampai relatif hampir tidak ada lagi photon bebas (relatif seluruhnya telah menyatu ke dalam segala sistem atom). Padahal diketahui, bahwa definisi umum dari 'sinar atau cahaya' itu sendiri adalah pancaran-emisi dari paket-paket kecil materi yang berupa 'photon'.
Di mana 'big light' sejak bentuk awalnya yang belum tampak, lalu mulai tampak setelah terbentuknya photon-photon dan terus-menerus makin terang, sampai saat tingkat tertinggi jumlah emisi photon, lalu perlahan-lahan makin meredup kembali sinarnya. Lebih tepatnya, sinarnya makin terfokus pada berbagai titik tertentu saja di seluruh alam semesta. Dan titik-titik fokus ini bukan titik-titik yang diam di tempat, namun terus-menerus bergerak dengan relatif amat cepat, bebas dan acak.
3. Jaman atom (pembentukan elemen purba)
Dengan makin mendinginnya alam semesta, tak-terhitung jumlah proton dan neutron bersama-sama membentuk inti-pusat-nukleus dari elemen-elemen sederhana, seperti atom-atom gas Hidrogen dan gas Helium.
Melalui reaksi fusi nuklir yang terus-menerus, sebagian dari elemen-elemen sederhana itu berubah menjadi berbagai jenis atom yang lebih berat, sampai membentuk atom-atom 'pusat' (atom-atom yang relatif amat sangat besar massa jenis, gravitasi dan titik leburnya). Namun seluruh atom itu masih berbentuk berupa atom gas, yang juga bergerak relatif amat cepat, bebas dan acak, karena masih amat sangat panas.
4. Jaman inti-pusat (pembentukan "kabut alam semesta")
Atom-atom 'pusat' itu menjadi cikal-bakal pembentukan seluruh benda langit di alam semesta. Bersama dengan makin mendinginnya alam semesta, atom-atom 'pusat' itulah yang pertama-tama paling cepat berubah bentuk menjadi 'padat' dan paling stabil, namun masih amat panas. Lalu dengan massa dan gravitasinya yang relatif amat sangat besar, atom-atom 'pusat' itupun mulai membentuk alam semesta, menjadi kantung-kantung kecil gas, asap atau kabut panas, yang terus-menerus bergerak cukup cepat, bebas dan acak (tidak lagi berupa sinar yang amat terang dan merata).
Atom-atom 'pusat' juga terus-menerus bertumbukan dan berreaksi dengan atom-atom 'pusat' lainnya di dekatnya, untuk membentuk molekul, butir ataupun benda inti-pusat bagi segala benda langit. Sehingga masing-masing kantung gas atau kabut panas makin lama makin membesar, yang di tengahnya terdapat bola-bola api yang berukuran relatif kecil, yang juga makin membesar. Seluruh alam semesta pada saat ini banyak dipenuhi oleh bola-bola api semacam ini, yang bergerak relatif cepat, bebas dan acak. Dan secara umum, segala benda langit masih berupa asap atau kabut.
"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku (masing-masing dihadirkan atau dibentuk-Nya), dengan suka hati atau terpaksa'. Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati'." − (QS.41:11).
5. Jaman bola api (pembentukan benda langit)
Sejalan dengan makin mendinginnya alam semesta, dan telah terbentuknya inti-pusat benda-benda langit, sebagian dari atom dan molekul gas di sekeliling inti-pusat itu bisa berubah bentuk menjadi 'padat', dan tertarik oleh gravitasi inti-pusat benda langitnya masing-masing, sehingga ukuran tiap benda langitnya juga makin membesar.
Bentuk awal dari hampir seluruh satelit, planet, bintang, pusat galaksi, dsb, terbentuk pada jaman ini, dan umumnya masih berbentuk berupa bola-bola api. Tentunya hal ini relatif tidak berlaku pada benda-benda langit yang terbentuk jauh 'belakangan' (seperti: komet, meteor, asteroid, debu antariksa, dsb), yang berasal dari reruntuhan sisa hasil tabrakan antar benda-benda langit.
Sementara di lain pihak, segala tabrakan antar bola-bola api itu sendiri justru relatif tidak menimbulkan reruntuhan, bahkan 'menyatu' membentuk bola-bola api yang lebih besar. Terutama karena bola-bola api itu sebagian besarnya tersusun dari materi inti-pusat, yang massa jenis dan gaya gravitasinya memang relatif amat sangat besar.
Namun ada anggapan yang relatif keliru tentang pembentukan benda langit, termasuk yang terkait dengan teori 'big bang'. Karena pada teori 'big bang', peranan inti-pusat benda-benda langit relatif kurang diperhatikan, dari anggapannya seperti "pembentukan satelit dan planet berawal dari kabut di sekeliling bintang induknya, ataupun pembentukan bintang berukuran kecil berawal dari kabut hasil Supernova pada bintang berukuran besar".
Padahal benih dasar bagi pembentukan segala benda langit (inti-pusatnya), justru telah terbentuk jauh sebelumnya (ketika awal penciptaan alam semesta). Karena materi-materi inti-pusat yang bermassa relatif amat sangat berat itu, justru hanya bisa terbentuk ketika tingkat energi panas masih amat sangat tinggi. Adapun kabut di sekeliling bintang ataupun kabut hasil Supernova pada dasarnya hanya makin menambah ukuran benda langit, yang 'melintas' di dekat kabut-kabut tersebut. Terutama lagi karena kabut-kabut itu sendiri hanya terdiri dari materi-materi yang relatif amat ringan saja (bukan materi-materi penyusun inti-pusat benda langit).
Pada akhirnya proses pembentukan segala benda langit berukuran relatif besar (satelit, planet, bintang, pusat galaksi, dsb), memang sangat tergantung kepada jenis materi penyusun dan ukuran inti-pusatnya (lebih ringkasnya, tergantung kepada berat inti-pusatnya), di samping itu juga tergantung kepada hasil interaksi antar benda langit di dekatnya. Dan berat inti-pusat dan interaksi antar benda langit inilah yang relatif paling menentukan hampir seluruh sifat suatu benda langit (ukuran dan berat keseluruhan, medan gravitasi dan medan magnetik, bentuk, formasi dan pergerakan, umur dan keaktifan, kilauan cahaya, dsb).
Sedang segala jenis materi lainnya penyusun suatu benda langit (dari materi di sekeliling inti-pusatnya, sampai materi di atmosfirnya), justru relatif hanya mengikuti sifat-sifat inti-pusatnya. Termasuk karena segala jenis materi di seluruh alam semesta justru tersebar secara homogen (relatif seragam) dan isotropi (relatif merata).
"Sesungguhnya, Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang," − (QS.37:6) dan (QS.67:5, QS.41:12, QS.86:3).
"Tidakkah kamu perhatikan, bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat." dan "Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya, dan menjadikan matahari sebagai pelita." − (QS.71:15-16) dan (QS.78:12-13).
6. Jaman interaksi (tabrakan antar benda langit)
Namun bersamaan dengan proses pembentukannya, justru masing-masing benda langit juga masih bergerak dengan relatif bebas dan acak. Sehingga didukung paling utamanya oleh interaksi medan gravitasinya, benda-benda langit yang masih berbentuk bola-bola api itu justru amat banyak yang saling bertabrakan.
Dengan tingkat energi yang masih tinggi pada jaman ini, ataupun umur benda-benda langit yang masih relatif muda, maka benda-benda langit itu sebagian besarnya masih tersusun dari materi inti-pusat, yang massa jenis dan gravitasinya memang relatif amat sangat besar. Sehingga segala tabrakan antar benda-benda langit pada jaman ini relatif hampir tidak menimbulkan reruntuhan, namun justru 'menyatu' membentuk benda-benda langit yang berukuran lebih besar.
Dalam konteks ini bisa disebut pula, bahwa segala tabrakan antar benda-benda langit yang telah membentuk benda-benda langit berukuran relatif amat kecil, sebagai reruntuhan hasil tabrakan (komet, meteor, asteroid, debu antariksa, dsb), justru belum terjadi pada jaman ini (lebih tepatnya terbentuk pada jaman kestabilan di bawah).
Demikian pula halnya penjelasan atas bentuk hampir seluruh benda-benda langit berukuran relatif besar (satelit, planet, bintang, pusat galaksi, dsb), yang justru berupa bola bulat sempurna ataupun bola bulat agak lonjong sedikit (bukan berbentuk berupa bebatuan tak-beraturan, seperti komet, meteor dan asteroid). Karena pada jaman ini, hampir seluruh materi di permukaannya masih melebur dengan relatif amat panas, sehingga bentuknya masih mudah menyesuaikan diri dengan pengaruh gravitasi dan gerak rotasinya.
Pada akhirnya jumlah benda-benda langit ataupun jumlah tabrakan antar benda langit menjadi amat jauh berkurang, sampai pada tingkat yang amat minimal, walau ukurannya masing-masing juga makin besar. Hal ini mengakibatkan prosentase ruang antariksa yang 'kosong' menjadi amat besar (diperkirakan sekitar 95%).
Hal-hal di atas sekaligus membantah berbagai anggapan, seperti "berbagai benda langit yang berukuran relatif besar (satelit, planet, bintang, pusat galaksi, dsb), terutama terbentuk dari reruntuhan hasil tabrakan antar benda langit, ataupun dari debu sisa hasil ledakan Supernova". Padahal inti-pusat masing-masing benda-benda langit justru telah terbentuk jauh sebelumnya, sedang hasil tabrakan dan ledakan itu hanya memperbesar jumlah materi ataupun ukuran benda langitnya saja.
7. Jaman kestabilan (pembentukan formasi benda langit)
Bersamaan dengan makin berkurangnya tabrakan antar benda langit, khususnya yang berukuran relatif besar, maka pola pergerakan benda-benda langit juga makin stabil, sebagai hasil pengaruh interaksi medan gravitasi dan medan magnetnya, lebih utamanya terhadap benda langit pusat orbitnya masing-masing ataupun terhadap benda-benda langit lainnya di dekatnya. Hal ini tentunya juga makin memperjelas bentuk susunan, kelompok ataupun formasi benda-benda langit, menjadi sistem planet, sistem bintang, sistem galaksi dan berbagai sistem lainnya.
Tentunya jaman kestabilan ini seperti jaman-jaman lainnya juga bersifat relatif, tergantung kepada kelompok benda langit tertentu saja (sistem bintang, sistem galaksi, dsb). Karena ada kelompok benda langit yang bisa lebih 'cepat' mencapai jaman kestabilan ini, ada pula yang bisa lebih 'lambat' mencapainya.
Benda-benda langit makin berkumpul pada daerah keseimbangan medan magnet dari benda langit pusatnya masing-masing (daerah ekuatorialnya), sehingga bentuk sistem bintang, galaksi dan keseluruhan alam semesta, menjadi relatif lebih 'datar'.
Bersamaan itu pula interaksi medan gravitasi makin stabil dan seimbang, antar benda langit terdekat, ataupun antar tiap benda langit dengan benda langit pusat orbitnya. Hal ini menjadikan benda-benda langit memiliki jarak orbit tertentu, dari benda langit pusatnya masing-masing, sesuai dengan posisi awal, massa dan kecepatan geraknya. Namun ada pula benda-benda langit yang hanya 'melayang-layang' dalam daerah keseimbangan medan gravitasi antar benda langit di dekatnya (tanpa memiliki pola gerak orbit tertentu ataupun relatif tanpa memiliki pusat orbit). Hal yang seperti ini umumnya terjadi pada meteor, kelompok asteroid dan kelompok debu antariksa.
Tentunya sejalan dengan makin mendinginnya alam semesta, benda-benda langit yang berukuran relatif kecil (satelit, planet, dsb), juga tidak lagi berupa bola-bola api ataupun bola-bola yang amat panas, namun telah makin stabil dan berupa bola-bola padat dan dingin. Sedang benda-benda langit yang berukuran relatif besar (bintang, pusat galaksi, dsb), dengan tekanan gravitasinya yang memang relatif amat besar, justru masih berupa bola-bola api yang amat panas dan bersinar.
Di samping itu, hampir semua atom bebas dan debu di antariksa telah makin berkurang dan telah 'mengikuti' benda-benda langit terdekat, yang medan gravitasinya paling kuat berpengaruh terhadapnya, sehingga ukuran benda-benda langitnya masing-masing juga makin besar.
Selama proses perubahan pola pergerakan dan formasi benda-benda langit pada jaman ini untuk menuju ke keadaan stabilnya, tentunya masih ada pula tabrakan antar benda langit berukuran relatif besar (terutama antar planet dan satelit). Tabrakan seperti inilah yang pada dasarnya menimbulkan benda-benda langit berukuran relatif amat kecil, sebagai reruntuhan sisa hasil tabrakannya (komet, meteor, asteroid, debu antariksa, dsb).
Dan tentunya selain dengan planet dan satelit, tabrakan antar benda langit pada jaman ini juga terjadi dengan komet, meteor dan asteroid. Hal seperti inilah yang telah banyak memusnahkan kehidupan purba di Bumi. Namun jumlah keseluruhan tabrakan inipun makin lama makin jauh berkurang, sampai pada tingkat yang paling minimal.
Pada akhirnya pola pergerakan dan formasi benda-benda langit juga telah relatif menyerupai keadaan kestabilan pada sistim Tata surya ataupun sistim galaksi Bima sakti pada saat sekarang ini.
"Maha Suci Allah, Yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang, dan Dia menjadikan juga padanya, matahari dan bulan yang bercahaya." − (QS.25:61) dan (QS.15:16, QS.85:1).
"Maka Aku bersumpah, dengan Rabb Yang Mengatur, tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan dan bintang. Sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa." − (QS.70:40) dan (QS.56:75, QS.81:15-16, QS.53:1).
"Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan, untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi kaum yang memahami(nya)." − (QS.16:12) dan (QS.7:54, QS.22:18, QS.13:2, QS.14:33, QS.21:33, QS.36:37-38, QS.36:40, QS.55:5, QS.39:5, QS.31:29, QS.35:13).
"Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah, Yang Maha Perkasa, lagi Maha Mengetahui." − (QS.6:96) dan (QS.16:16, QS.10:5).
8. Jaman perluasan (ekspansi alam semesta)
Bagi sistim galaksi Bima sakti, 'saat sekarang' telah termasuk dalam jaman perluasan ini. Di mana benda-benda langit yang tidak bersinar, temperaturnya telah mencapai keadaan stabil, seperti keadaannya saat ini (relatif padat dan dingin). Sedang benda-benda langit yang bersinar (bintang, pusat galaksi, dsb), tentunya tetap terus memancarkan energi panas radiasi sinarnya ke daerah sekelilingnya, sebagai hasil dari reaksi fusi nuklir di permukaannya. Sehingga benda-benda langit yang bersinar itupun perlahan-lahan makin menurun ukuran, energi panas dan medan gravitasinya.
Hal ini akhirnya menjadikan jarak antara benda-benda langit terhadap benda langit pusat orbitnya masing-masing, juga perlahan-lahan makin saling menjauh (atau biasa disebut "alam semesta 'teramati' berekspansi makin meluas").
Pada jaman ini telah mulai terjadi 'Supernova', yang berupa ledakan amat besar pada setiap bintang yang telah 'hampir mati' (tidak ada lagi keadaan dan bahan bakar pemicu bagi terjadinya ledakan fusi nuklir secara alamiah, dari dan oleh sistem bintang itu sendiri). Supernova terjadi akibat dipicu oleh benda-benda langit lain di sekitarnya, termasuk sebagai hasil dari pergeseran perlahan-lahan lintasan benda-benda langit, akibat dari adanya perluasan atau ekspansi di atas.
Dan suatu Supernova sekaligus menandai akhir dari suatu bintang terkait, sebagai bintang normal seperti biasanya, untuk menjadi 'black hole' ataupun 'bintang neutron', yang bahan bakar nuklirnya relatif telah terbakar semuanya, secara 'sekaligus'. Sehingga Supernova pada awalnya terutama terjadi pada berbagai pusat galaksi dan bintang yang berukuran besar, karena massa, ukuran, tekanan dan temperaturnya memang amat sangat besar, sehingga relatif paling mudah menguapkan dan membakar semua bahan bakar nuklirnya.
Dan tentunya uraian di atas sekaligus membantah anggapan, bahwa perluasan atau ekspansi alam semesta dimulai dari suatu titik (bola yang amat sangat besar, panas dan padat), seperti halnya yang disebut pada teori 'big bang'.
Penting pula diketahui, bahwa pada tingkat pergeseran lintasan benda-benda langit yang telah cukup ekstrim, maka Bumi juga akan bisa relatif banyak bertabrakan yang menimbulkan ledakan hebat, ataupun dilintasi dengan relatif cukup dekat oleh benda langit lainnya, dari yang berukuran relatif besar sampai yang amat kecil. Sehingga pada saat seperti ini, Bumi juga akan bisa mencapai keadaan 'akhir jaman'.
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." − (QS.51:47).
"Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang, (sebagaimana) yang kamu lihat, …" − (QS.13:2).
"dan apabila (di Hari Kiamat) gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu," − (QS.77:10) dan (QS.81:3, QS.69:14).
"apabila (di Hari Kiamat) bumi diratakan," − (QS.84:3).
"Telah dekat (datangnya) saat itu (Hari Kiamat) dan telah terbelah bulan." − (QS.54:1).
"dan apabila (di Hari Kiamat) lautan dijadikan meluap," − (QS.82:3).
"dan apabila (di Hari Kiamat) lautan dipanaskan." − (QS.81:6).
9. Jaman 'supernova' (langit 'terbelah')
Jaman ini terjadi karena makin banyak benda-benda langit yang bersinar (terutama bintang-bintang dan quasar-quasar), yang telah berakhir segala keadaan dan bahan bakar pemicu bagi terjadinya ledakan fusi nuklir secara alamiah (disebut bintang 'mati'). Sekaligus jaman ini merupakan 'akhir jaman' bagi kehidupan makhluk pada planet-planet dalam sistem bintang terkait, yang tidak lagi bisa memancarkan energi panas sinarnya.
Seperti telah disinggung di atas, bersamaan dengan makin meluasnya alam semesta, maka ada pula sedikit pergeseran lintasan pergerakan benda-benda langit. Hal ini mengakibatkan banyak bintang 'mati' yang masih bisa berinteaksi dengan benda-benda langit lain di sekitarnya, dan menjadikan bintang 'mati' itu kembali bisa menghasilkan ledakan fusi nuklir, yang amat sangat besar (Supernova) ataupun ledakan lebih kecil (Nova). Dan Nova ataupun Supernova itupun biasanya menandai betul-betul berakhirnya suatu bintang (tidak bersinar lagi), lalu berubah menjadi 'black hole' ataupun 'bintang neutron'.
Namun ada anggapan yang cukup keliru tentang Supernova, karena Supernova dianggap bisa melahirkan benda-benda langit yang berukuran lebih kecil. Padahal suatu ledakan fusi nuklir (termasuk Supernova), justru tidak bisa menghancurkan atau memecah inti-pusat benda langitnya. Padahal ledakan seperti itu justru telah terjadi sebelumnya terus-menerus selama milyaran tahun, namun tidak menghancurkannya.
Sehingga Supernova bukanlah menyebarkan materi inti-pusat bagi pembentukan benda-benda langit baru. Namun Supernova hanya memancarkan atau menyebarkan materi-atom yang relatif jauh lebih ringan (partikel, debu dan gas), ke benda-benda langit yang telah ada sebelumnya, yang kebetulan melintas ataupun berada di dekat Supernova. Sehingga benda-benda langit inipun menjadi lebih aktif (terutama pada bintang-bintang), ataupun ukurannya menjadi makin besar.
Dan tentunya peristiwa Supernova makin jauh berkurang pula sampai pada tingkat paling minimal, sejalan dengan makin berkurangnya interaksi antar benda-benda langit, yang disertai dengan pancaran ataupun perpindahan materi.
Penting pula diketahui, bahwa pada saat bintang-bintang di dalam sistem galaksi Bima sakti telah banyak yang mengalami Supernova, maka pada berbagai saat, dari Bumi juga akan bisa terlihat langit yang seolah-olah terbelah, terpecah atau terbakar oleh ledakan hebat, serta relatif penuh dengan kabut dan debu.
"Dan (ingatlah) hari (Kiamat, ketika) langit pecah-belah mengeluarkan kabut, dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang." − (QS.25:25) dan (QS.73:18).
"Maka apabila (di Hari Kiamat) langit telah terbelah, dan menjadi merah mawar seperti (kilapan lampu) minyak." − (QS.55:37) dan (QS.77:9, QS.82:1, QS.84:1).
"dan terbelahlah langit, karena pada hari (Kiamat) itu langit menjadi lemah." − (QS.69:16).
"dan apabila (di Hari Kiamat) bintang-bintang telah berjatuhan," − (QS.81:2) dan (QS.82:2).
10. Jaman 'black hole ('kematian' benda langit)
Sejalan dengan makin berkurang pancaran ataupun perpindahan materi, dari suatu benda langit ke benda langit lainnya, maka semua benda langit makin tidak bersinar lagi. Sampai akhirnya makin banyak yang berubah menjadi 'black hole' ataupun 'bintang neutron'. Juga semua benda langit makin tidak lagi mengalami perubahan bentuk, massa dan ukurannya.
Hal ini benar-benar makin membentuk keseimbangan medan gravitasi dan medan magnet untuk yang terakhir kalinya, ke arah yang paling stabil. Dan sekaligus pula menandai akhir dari perluasan atau ekspansi keseluruhan alam semesta 'teramati'.
Pada jaman inilah segala benda langit telah memiliki pola pergerakan yang paling stabil. Hampir seluruh "energi awal alam semesta" telah berubah menjadi energi kinetik, energi medan gravitasi dan medan magnet pada seluruh benda langit, yang juga telah paling stabil. Kalaupun masih ada energi panas, hal ini hanya terjadi dalam perut benda-benda langit di sekitar bagian inti-pusatnya, serta telah berupa sesuatu siklus yang berulang-ulang relatif tanpa akhir (siklus tekanan, temperatur dan aliran perputaran materi dalam perut benda langit).
"(Yaitu) pada hari (Kiamat) Kami menggulung langit sebagai (seperti) menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama (alam semesta), begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya." − (QS.21:104).
"Apabila (di Hari Kiamat) matahari telah digulung," − (QS.81:1).
11. Jaman kegelap ('kematian' alam semesta)
Pada jaman ini siklus tekanan, temperatur dan aliran perputaran materi dalam perut benda-benda langit telah relatif berhenti, karena telah mendinginnya keseluruhan alam semesta, atau isi perut benda-benda langit telah membeku seluruhnya, walau relatif tetap cukup hangat. Sedang di bagian permukaan benda-benda langit, seluruhnya telah relatif dingin membeku pada tingkat temperatur yang paling minimal (walau temperaturnya masih tetap di atas suhu nol mutlak sebenarnya).
"Energi awal alam semesta" yang awalnya seluruhnya berupa energi panas, relatif telah berubah sepenuhnya menjadi energi kinetik, energi medan gravitasi dan medan magnet pada seluruh benda langit. Seluruh alam semesta juga telah berakhir, pada keadaan yang amat sangat gelap, dingin dan berjalan dengan amat sangat stabil.
Hal yang amat penting lainnya, kehidupan lahiriah-fisik-duniawi segala zat makhluk-Nya (nyata dan gaib), telah benar-benar berakhir. Dan seluruhnya hidup di alam arwah atau alam ruh yang bersifat kekal dan gaib, sesuai tugas-amanatnya yang telah diberikan-Nya dan sekaligus sesuai amal-perbuatannya masing-masing.
"dan apabila (di Hari Kiamat) langit telah dilenyapkan," − (QS.81:11).
"Maka apabila (di Hari Kiamat) bintang-bintang telah dihapuskan," − (QS.77:8).
"dan apabila (di Hari Kiamat) bulan telah hilang cahayanya," dan "dan matahari dan bulan dikumpulkan (sama-sama berada dalam kegelapan)," – (QS.75:8-9).
12. Jaman kehancuran ("jika dikehendaki-Nya")
Sekali lagi "jika dikehendaki-Nya", Allah Yang Maha kuasa bisa pula menghancurkan atau memusnahkan seluruh alam semesta dan segala isinya ini (termasuk segala zat ruh makhluk-Nya). Namun di dalam kitab suci Al-Qur'an telah dijanjikan-Nya, bahwa segala zat ruh makhluk-Nya akan hidup kekal di alam akhiratnya masing-masing (atau di alam batiniah ruhnya). Maka seluruh alam semesta dan segala zat ruh makhluk-Nya di dalamnya justru tidak dihancurkan-Nya. Hal yang dihancurkan-Nya hanyalah segala kehidupan lahiriah-fisik-duniawi dari segala zat makhluk-Nya.
Dan tentunya hal ini bisa terjadi, karena tiap zat ruh memang hanya memerlukan energi yang amat sangat sedikit saja. Sehingga segala zat ruh tetap bisa hidup dalam keadaan tingkat energi yang paling minimal sekalipun di alam semesta.
"Kami tidak menjadikan hidup (di dunia akan dapat) abadi, bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?." − (QS.21:34).
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu, dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan." − (QS.21:35) dan (QS.29:57).
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya, pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." − (QS.3:185).
"Pada hari (Kiamat) ini tiap-tiap jiwa diberi balasan, dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya." − (QS.40:17) dan (QS.39:70, QS.82:5, QS.81:14).
"Dan orang-orang yang beriman, serta beramal shaleh, mereka itu penghuni surga, dan mereka kekal (tinggal) di dalamnya." − (QS.2:82) dan (QS.2:25, QS.3:15, QS.3:107, QS.3:136, …)
"dan sesungguhnya, kamu (Adam) tidak akan merasa dahaga, dan tidak (pula) akan ditimpa panas (teriknya sinar) matahari di dalamnya (Surga)'." − (QS.20:119) dan (QS.76:13).
Wallahu a'lam bishawwab. Hanya kepada Allah Yang Maha mengetahui dan Maha menentukan, tempat segala sesuatu urusan dikembalikan.
Catatan atas tahapan proses penciptaan
Teori 'big light' adalah kelanjutan ataupun hasil usaha pengembangan lebih detail pada buku ini, atas konsep kosmologi Islam yang disebut dalam kitab suci Al-Qur'an. Terutama karena tahapan proses penciptaan alam semesta dalam kitab suci Al-Qur'an, memang tidak disebut secara relatif lengkap, mengalir, runut atau terurut seperti di atas.
Pengembangan ini dilakukan dengan konsisten mengikuti hukum-hukum alam (sunatullah pada aspek lahiriah), yang telah dikenal oleh umat manusia dan telah terbukti cukup lama. Dan sama sekali tidak memakai berbagai teori ataupun konsep, yang justru belum terbukti dan masih amat misterius, seperti halnya pada berbagai teori tentang 'big bang', antara-lain: 'energi gelap', 'materi gelap', 'materi yang hilang', 'inflasi', 'energi vakum', dsb.
Penting diketahui, bahwa semua tahapan proses penciptaan di atas hanyalah ditinjau secara umum, atau ditinjau dari suatu kelompok benda langit tertentu, misalnya atas sistem galaksi Bima sakti ataupun sistem Tata surya tempat manusia berada. Sedang pada sistem galaksi ataupun sistem bintang lainnya, justru bisa mengalami proses yang lebih cepat ataupun lebih lambat, daripada sistem galaksi Bima sakti ataupun sistem Tata surya.
Misalnya saat sekarang ini, ada sistem-sistem galaksi yang baru mengalami proses-proses awal pembentukannya, dan ada pula sistem-sistem galaksi yang sedang mengalami proses-proses akhir menuju 'kematiannya'.
Juga semua tahapan proses penciptaan pada dasarnya tidak terkotak-kotak atau terpisah-pisah dengan tegas, mengikuti urutan di atas, namun hampir semua tahapan prosesnya justru saling bersinggungan ataupun saling terkait. Sehingga suatu tahapan proses tertentu bisa berawal pada tahapan sebelumnya, ataupun bisa berakhir pada tahapan berikutnya. Dan pentahapan ini hanya untuk menunjukkan fokus paling utama kejadiannya, serta kebanyakan uraiannya masih ditinjau dengan sudut pandang dari Bumi.
Perbandingan antara teori 'big bang' dan teori 'big light'
Sekali lagi, teori 'big light' ("sinar alam semesta") adalah suatu kelanjutan ataupun hasil usaha pengembangan yang lebih detail dalam pemahaman pada buku ini, atas konsep kosmologi (konsep penciptaan alam semesta), yang disebut dalam kitab suci Al-Qur'an. Sedang teori 'big bang' ("ledakan atau dentuman besar") adalah konsep kosmologi dari para ilmuwan barat, yang telah dikenal dan dipakai amat luas.
Agar bisa lebih jelas tampak, atas perbedaan konsep kosmologi menurut teori 'big bang' dan teori 'big light', maka pada tabel-tabel berikut diungkap secara sederhana dan ringkas, tentang urutan tahapan proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big bang' dan berbagai perbedaan antara kedua teori pada berbagai aspeknya.
Proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big bang'
("ledakan atau dentuman besar")
Keadaan sebelum penciptaan
Belum terjawab cukup jelas tentang keadaan 'sebelum' dan 'saat paling awal' (detik-detik pertama) penciptaan alam semesta, atau belum ada konsensus antar para penganut teori 'big bang' atas hal ini. Terutama karena ada yang menganggap umur alam semesta 'berhingga' (fana) dan ada pula yang menganggap 'tak-berhingga' (kekal).
Tentunya bagi para penganut teori 'big bang' yang menganggap umur alam semesta 'tak-berhingga' (kekal), maka keadaan sebelum 'big bang' dianggap hanya keadaan akhir dari kejadian 'big bang' sebelumnya. Dan 'big bang' dianggap sebagai siklus yang terjadi terus-menerus, atau alam semesta dianggap tanpa awal dan tanpa akhir.
Namun saat ini, kebanyakan para kosmolog penganut teori 'big bang' justru menganggap umur alam semesta 'berhingga' (fana).
Tahapan proses penciptaan
(poin 2 s/d 15 di bawah ini, dirangkum dari "History of the Universe" pada http://www.pbs.org/wgbh/nova/origins/universe.html).
1. Kejadian 'big bang'
'Ledakan' yang amat sangat hebat (lebih tepatnya proses percepatan pengembangan alam semesta secara amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial), atas suatu bola yang amat sangat besar, panas dan padat, yang meliputi segala materi penyusun keseluruhan alam semesta.
2. Kejadian 1 x 10-36 detik setelah 'big bang'.
Alam semesta dimulai dari amat banyak jumlah ledakan, yang mengekspansi ruang dan waktu, dan dihasilkan segala materi dan energi di alam semesta.
Hal tepatnya yang telah memicu ekspansi amat cepat ini, masih misterius. Para astronom meyakininya sebagai peranan proses 'inflasi' (pemompaan), oleh suatu jenis energi khusus yang bisa berada di dalam ruang vakum ('energi vakum'), yang termobilisasi amat cepat. Inflasi meluas hanya bisa berakhir, setelah energi itu telah berubah menjadi segala jenis materi dan energi yang biasa dikenal saat ini.
3. Keadaan tingkat energi amat tinggi, kejadian 1 detik setelah 'big bang'.
Setelah inflasi berakhir, dalam seper sekian detik pertama alam semesta terus meluas, namun kurang begitu cepat lagi. Karena sambil mendinginnya alam semesta, gaya-gaya paling dasar di alam mulai muncul: pertama gravitasi, lalu gaya kuat, yang saling mengikat inti-pusat atom-atom, diikuti oleh gaya lemah dan gaya elektromagnetik. Dalam detik pertama keberadaannya alam semesta tersusun dari partikel-partikel dasar, termasuk quark, elektron, photon dan neutrino. Proton dan neutron lalu mulai terbentuk.
4. Pembentukan elemen-elemen dasar, kejadian 3 menit setelah 'big bang'.
Dalam beberapa menit berikutnya, alam semesta mulai terbentuk. Dengan jumlahnya yang tak-terhitung, proton dan neutron bersama-sama membentuk inti-pusat dari elemen-elemen sederhana. Di mana alam semesta yang sebagian besarnya masih tersusun dari elemen-elemen ini – Hidrogen dan Helium − juga dianggap sebagai bukti amat kuat atas validasi model 'big bang'.
5. Pendinginan alam semesta, kejadian 5 x 105 tahun setelah 'big bang'.
Untuk 300,000 s/d 500,000 tahun berikutnya ataupun lebih, alam semesta masih berupa suatu kabut besar dari gas panas yang sedang berekspansi. Ketika kabut gas ini telah mendingin sampai pada tingkat suhu kritis tertentu, elektron-elektron bisa bergabung dengan inti-pusat Hidrogen dan Helium. Photon-photon juga tidak begitu berserakan lagi, tetapi masih amat mudah keluar dari atom-atom.
Photon-photon yang teremisi masih terlihat pada saat itu, tetapi waktu dan ruang telah mengubahnya ke panjang gelombang mikro. Saat ini, radiasi gelombang mikro latar kosmik itu memberi pandangan bagi para astronom ke masa awal alam semesta.
6. Kelahiran bintang dan galaksi, kejadian 1 x 109 tahun setelah 'big bang'.
Sambil berjalannya waktu, gaya tarikan gravitasi mulai berperan pada saat awal alam semesta. Hal ini berakibat pada ketidak-teraturan kerapatan gas purba. Bahkan walau keseluruhan alam semesta terus berekspansi, kantung-kantung gas terus makin padat atau tebal. Bintang-bintang berawal dari kantung-kantung gas ini.
Kelompok-kelompok bintang lalu membentuk galaksi-galaksi paling awal. Teleskop modern bisa mendeteksi galaksi-galaksi purba ini, sebagaimana kemunculannya saat alam semesta masih berumur hanya semilyar tahun, atau hanya 7% dari umurnya saat sekarang ini.
7. Jaman quasar, kejadian 3 x 109 tahun setelah 'big bang'.
Dari 1 s/d 3 milyar tahun setelah 'big bang', banyak galaksi kecil yang menyatu menjadi galaksi yang lebih besar, membentuk kumpulan bintang yang menyerupai spiral dan bulatan (dikenal sebagai galaksi eliptis). Seringkali penyatuan itu amat hebat, dimana bintang-bintang dan gas termampatkan ke suatu pusat bersama, serta menjadikannya begitu padat dan membentuk 'black hole' raksasa.
Gas yang mengalir ke dalam 'black hole' ini menjadi amat panas untuk bisa bersinar dengan terang, sebelum sinarnya menghilang. Sinar dari 'quasar−quasar' ini bisa terlihat di sepanjang kedalaman alam semesta.
8. Awal terjadinya Supernova, kejadian 6 x 109 tahun setelah 'big bang'.
Dalam galaksi-galaksi, bersama dengan kelahiran bintang-bintangnya, juga ada bintang-bintang lainnya yang berakhir, yang seringnya melalui ledakan amat besar. Ledakan-ledakan seperti ini disebut 'supernova', yang penting bagi evolusi galaksi-galaksi, karena bisa menyebarkan semua elemen umum ke ruang antariksa, seperti: Oksigen, Karbon, Nitrogen, Kalsium dan Besi. Khususnya ledakan-ledakan pada bintang-bintang besar, juga membentuk dan menyebarkan elemen elemen yang lebih berat, seperti: Emas, Perak, Timah dan Uranium.
Supernova yang digambarkan di samping adalah supernova yang bertipe kecil, yang dimanfaatkan oleh para astronom untuk menentukan jarak. Supernova ini bisa tampak pada saat sekarang, sebagaimana terlihat pada saat alam semesta masih berumur sekitar 5 milyar tahun.
9. Kelahiran Matahari, kejadian 5 x 109 tahun sebelum saat ini.
Matahari terbentuk dalam suatu kabut gas pada lengan spiralnya galaksi 'Bima sakti'. Suatu piringan yang penuh dengan gas dan debu, yang menyelimuti bintang baru ini, termampatkan menjadi berbagai planet, bulan dan asteroid.
Pada gambar di samping dari Teleskop Hubble, ditunjukkan suatu bintang yang sedang terlahir. Pancaran radiasi yang amat kuat yang keluar dari kutub-kutubnya, menerangi lingkungan di sekitarnya.
10. Tabrakan antar galaksi, kejadian 3 x 109 tahun ke depan.
Para astronom memperkirakan, bahwa dalam waktu sekitar 3 milyar tahun lagi, galaksi 'Bima sakti' akan tertelan oleh salah-satu dari tetangga terdekatnya, yaitu galaksi besar bernama Andromeda, yang berjarak 2.2 juta tahun cahaya. Tergantung prosesnya, kedua galaksi ini bisa menyatu menjadi suatu galaksi yang amat besar, atau tetap terpisah, yang bisa menjadikan jutaan bintang seperti Matahari terlempar ke dalam ruang antariksa. Suatu tabrakan besar yang meliputi 4 galaksi, yang berjarak 300 juta tahun cahaya, digambarkan di samping.
11. Galaksi lenyap, kejadian 1 x 1011 tahun ke depan.
Jika benar hasil pengamatan masa kini tentang percepatan kosmik, lalu "energi vakum" yang muncul di alam semesta akan terus melampaui gaya tarik gravitasi dari materi. Hal ini berarti, bahwa di masa depan, gravitasi yang mengikat sekumpulan galaksi akan bertahan, tetapi galaksi-galaksi secara umum akan melayang terpisah jauh makin cepat. Segera pula para tetangga terdekat yang tidak saling terikat gravitasinya, akan menjauh sampai tak-terlihat lagi, bahkan dengan teleskop besar. Tetapi kejadian ini terlalu jauh ke masa depan, dimana masih akan cukup lama waktu sejak meledaknya Matahari, dan sekaligus pula berakhirnya Bumi.
12. Jaman bntang berakhir, kejadian 1 x 1012 tahun ke depan.
Selama jaman ini, yang terjadi antara 100 milyar tahun sampai satu triliun tahun setelah 'big bang' (dan termasuk pula jaman saat ini), sebagian besar energi yang ada di alam semesta akan berbentuk pembakaran gas hidrogen, ataupun elemen-elemen lainnya dalam inti-pusat bintang-bintang. Periode panjang ini akan memulai suatu langkah yang lebih panjang lagi, untuk menuju kematian alam semesta.
13. Jaman degenerasi, kejadian 1 x 1037 tahun ke depan.
Jaman ini berada pada 10 triliun triliun tahun setelah 'big bang'. Sebagian besar materi yang terlihat saat ini di alam semesta, akan terkumpul pada bintang-bintang, yang meleleh dan runtuh menjadi berbagai 'black hole' dan 'bintang netron', atau ia akan tetap berupa berbagai bintang kecil berwarna coklat dan planet, yang tidak pernah bisa memicu reaksi fusi nuklir, atau berupa berbagai bintang yang melemah menjadi bintang kecil berwarna putih. Dengan bintang-bintang yang tidak lagi aktif menyala atau meledak, energi pada jaman ini timbul dari peluruhan proton dan kehancuran partikel.
14. Jaman 'black hole', kejadian 1 x 10100 tahun ke depan.
Jaman ini menjangkau sampai 10 ribu triliun triliun triliun triliun triliun triliun triliun triliun tahun setelah 'big bang'. Setelah jaman peluruhan proton, benda langit yang tersisa yang menyerupai bintang hanyalah 'black hole', dengan amat bervariasi beratnya. Energinyapun tetap terus-menerus teruapi (terevaporasi).
15. Jaman kegelapan, kejadian lebih dari 1 x 10100
tahun ke depan.
Pada tingkat terakhir ini, proton-proton telah habis meluruh, dan 'black hole-black hole' telah sempurna teruapi (terevaporasi). Hasil-hasil proses berikutnya yang masih tersisa: kebanyakan hanya berupa neutrino, elektron, positron dan photon dalam berbagai panjang gelombangnya. Untuk segala maksud dan fungsinya, alam semesta yang dikenal saat ini akan mendekati masa akhirnya.
Catatan atas tahapan proses penciptaan
Gambar-gambar di atas kebanyakan hanya contoh 'rekaan', dari hasil simulasi model matematis. Hanya sebagian kecil yang berupa gambar fakta-kenyataan yang sebenarnya. Namun hal inipun hanya hasil analogi sederhana bagi kejadian yang lebih luas dan umum (kejadian penciptaan alam semesta), begitu pula halnya dengan angka-angka tahunnya.
Sehingga gambar dan angka itu bukan merupakan bukti-bukti atas kebenaran tentang 'big bang' dan keseluruhan teori yang mendasarinya. Walau sebagian dari teori tentang 'big bang' dan tahapan prosesnya, ada pula yang relatif sesuai dengan teori 'big light'.
Penting diketahui dan di luar dugaan di sini, ternyata semua tahapan proses penciptaaan di atas relatif amat berbeda daripada konsep awal teori 'big bang', dari salah-satu penggagas pertamanya, Georges Lemaître (pendeta katolik dari Belgia), yang menyatakan seperti "asal usul alam semesta dimulai dari ledakan atas suatu 'atom purba' yang super besar, padat dan panas. Lalu alam semesta mengembang sampai pada suatu saat tertentu dimana proses pengembangannya berhenti. Lalu alam semesta kembali mengerut sampai pada suatu saat tertentu dimana seluruh massa penyusun alam semesta kembali menjadi suatu 'atom purba', serupa bentuk awalnya semula. Dan tentunya siklus 'big bang' bisa terjadi berulang-ulang tanpa akhir (kekal)".
Hal ini cukup menunjukkan, bahwa teori 'big bang' telah mengalami berbagai perbaikan dan penyesuaian, dari sejak awal dikemukakannya sampai saat ini. Namun begitu justru tetap masih banyak persoalan yang belum bisa terjawab tuntas melalui teori 'big bang'.
Dari uraian-uraian di atas, termasuk pula pada tahapan proses penciptaan alam semesta, telah bisa tampak adanya perbedaan antara teori 'big bang' dan teori 'big light'. Namun agar tampak lebih jelas dan sistematis, maka pada tabel berikut diungkap lebih jauh perbedaannya, menurut berbagai aspek pembandingnya.
Kesimpulan perbandingan antara teori 'big bang'
dan teori 'big light'
✿ Pembanding
a. Keadaan sebelum pembentukan atau penciptaan alam semesta.
b. Bentuk akhir alam semesta.
c. Teori-teori pendukung.
d. Keberadaan 'pusat alam semesta', sebagai 'pengikat' segala benda langit.
e. Adanya proses ekspansi alam semesta (proses pengembangan luas).
f. Laju ekspansi awal 'kritis' (laju pengembangan luas).
g. Percepatan ekspansi alam semesta.
h. Umur alam semesta.
i. Pergerakan galaksi-galaksi.
j. Amat berlimpahnya elemen-elemen purba di alam semesta (gas Hidrogen dan Helium).
k. Adanya radiasi gelombang mikro latar kosmik yang merata.
l. Proses evolusi dan distribusi galaksi ataupun benda-benda langit.
m. Sifat alam semesta yang 'homogen' (relatif seragam) dan 'isotropi' (relatif merata) di seluruh tempat.
n. Keberadaan singularitas pada proses pembentukan atau penciptaan alam semesta
o. Penjelasan dan peranan 'ruh', serta penjelasan tentang kehidupan.
p. Keberadaan peranan Tuhan.
q. -
✿ Teori 'big bang'
a. Belum cukup jelas. Namun bagi sebagian penganut teori 'big bang' yang menganggap alam semesta ini 'kekal', maka keadaan sebelum pembentukannya, tentunya berupa keadaan akhir dari siklus 'big bang' sebelumnya. Juga barangkali alam semesta dianggap tanpa ada Penciptanya.
b. Bentuk awal alam semesta.
Suatu bola yang amat sangat besar, padat dan panas. Lalu beberapa lama kemudian diikuti oleh terbentuknya kabut atau asap, pada lokasi di sekitar tempat terjadinya embrio galaksi-galaksi, yang terpancar atau mengembang saat 'big bang'.
Namun proses perubahan dari bola yang amat sangat besar, padat dan panas, menjadi kabut atau asap yang terdiri dari partikel-partikel yang amat sangat kecil (termasuk partikel sub-atom), justru sangat diragukan kejadiannya. Juga amat diragukan proses pembentukan materi inti-pusat bagi segala benda langit.
c. Jaman 'black hole', yang diikuti oleh jaman kegelapan. Namun belum jelas, apakah hal ini sekaligus menandai keadaan terakhir dari alam semesta, ataukah diikuti oleh siklus 'big bang' yang berikutnya. Begitu pula, ada berbagai keraguan atas keadaan dan kejadian pada jaman kegelapan itu, terutama karena ekspansi alam semesta dianggap tetap terus berlangsung.
d. Didukung oleh berbagai konsep atau teori yang masih misterius, seperti 'energi gelap' (energi penembus segala ruang dan pengekspansi alam semesta); 'materi gelap' (materi penyebab gravitasi); 'materi yang hilang' (zat anti-materi); 'inflasi' (ekspansi amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial di awal pembentukan alam semesta); 'energi vakum' (energi yang ada dalam ruang, walau tanpa ada materi di dalamnya); dsb.
e. Tidak pernah disebut ataupun dijelaskan, tentang keberadaan 'pusat alam semesta'. Bahkan ekspansi alam semesta dianggap bisa berlangsung selamanya (segala benda langit dianggap tidak terikat oleh suatu pusat bersama).
f. Proses pengembangan luas alam semesta mengalami 'percepatan' dan berlangsung 'selamanya', dimulai secara amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial (proses inflasi), sejak awal pembentukannya, dari suatu bola yang amat sangat besar, panas dan padat (titik pusat 'big bang'). Percepatan itu dianggap disebabkan oleh 'energi vakum' atau 'energi gelap', karena dianggap bisa menimbulkan tekanan negatif (atau berlawanan arah dari gravitasi), yang mendorong materi dari ruang vakum 'di belakangnya'. Dan 'energi vakum' dianggap bisa berada atau menjalar dalam ruang vakum (tanpa ada materi di dalamnya). Padahal segala jenis energi mustahil ada, tanpa adanya materi dan interaksi antar materi.
g. Pada awal 'big bang' pasti diperlukan ada laju 'kritis' pengembangan luasnya, agar alam semesta bisa terbentuk seperti saat ini. Jika pengembangan sedikit berada di bawah laju 'kritis' itu, maka alam semesta akan hancur bertubrukan ataupun runtuh menjadi bola raksasa kembali.
Sedang jika pengembangan sedikit berada di atas laju 'kritis' itu, maka segala galaksi akan lenyap dan saling terpisah di kedalaman alam semesta. Dan laju pengembangan luas saat ini tentunya telah berada jauh di atas laju 'kritis' awal itu, karena dianggap selamanya terus-menerus mengalami percepatan.
h. Kurang jelas, Pada awalnya alam semesta dianggap berekspansi pada laju ekspansi 'kritis', akibat adanya proses inflasi. Padahal laju ekspansi awal ini amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial (bahkan terjadi suatu singularitas). Lalu dianggap makin melambat akibat makin kuatnya peran gaya gravitasi dari benda-benda langit.
Dan akhirnya ekspansi alam semesta saat ini dianggap makin cepat kembali dan berlangsung selamanya, setelah peran gaya gravitasi juga mulai berkurang, relatif dibanding peran energi vakum.
i. Saat ini diperkirakan telah berumur sekitar 13,7 triliun tahun.
Hal ini dihitung berdasar laju pengembangan alam semesta yang mengikuti kurva tertentu, dari titik pusat 'big bang' (bola yang amat sangat besar, padat dan panas). Lalu kurva itu disesuaikan dengan laju pengembangan terakhir Matahari pada saat sekarang dan jarak Matahari ke pusat 'big bang'.
j. Galaksi-galaksi terjauh bisa saling menjauh pada kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya. Karena proses pengembangan luas alam semesta dianggap mengalami 'percepatan' dan bisa berlangsung 'selamanya'.
k. Belum cukup jelas, proses pembentukan dan penyebarannya.
Apakah suatu 'big bang' memang bisa menguraikan suatu bola yang amat sangat besar, panas dan padat, yang sebagiannya bisa berubah menjadi amat sangat banyak atom gas Hidrogen dan Helium (ataupun berupa partikel sub-atom terlebih dahulu). Sedang sebagiannya lagi tetap padat, sebagai embrio bagi galaksi-galaksi.
Padahal 'energi vakum' yang dianggap bisa menyebarkan dan menguraikan partikel (menjadi energi panas), justru amat diragukan keberadaannya.
l. Radiasi yang terjadi pada materi-materi, yang tersebar dari suatu titik (titik pusat 'big bang'), hampir pasti tidak akan merata. Bahkan radiasi akibat adanya 'energi vakum' (jika ada), hanya terjadi pada daerah embrio galaksi-galaksi berada, namun tidak terjadi pada daerah-daerah lainnya (atau daerah vakum).
m. Belum cukup jelas, proses evolusi dan distribusinya. Karena dianggap, bahwa proses distribusi dimulai sejak awal 'big bang' (embrio galaksi-galaksi terpancar pada saat 'big bang'). Sedang benda-benda langit lainnya dianggap terbentuk dari kabut yang menyertai embrio galaksi tersebut (tiap benda langit dianggap berasal dari kabut yang 'runtuh', 'mampat' atau 'mengempis'). Namun masih amat diragukan apakah embrio galaksi memiliki cukup energi, untuk bisa membentuk materi penyusun inti-pusat bagi segala benda langit di dalamnya.
Juga amat diragukan adanya interaksi medan gravitasi antar embrio galaksi, karena tidak dijelaskan adanya materi pada medium antar embrio galaksi.
n. Penyebaran materi yang berasal dari suatu titik (titik pusat 'big bang') ke segala arah, amat diragukan bisa tersebar secara homogen (relatif seragam) dan isotropi (relatif merata). Dan pemenuhan atas sifat homogen dan isotropi itu, masih berupa pengakuan yang sepihak dari para penganut teori 'big bang', tanpa adanya berbagai penjelasan yang cukup memadai dan lengkap.
o. Terutama ada singularitas pada proses paling awal dan proses paling akhir pembentukan alam semesta. Singularitas ini terutama terkait dengan adanya proses 'inflasi' yang awalnya terjadi amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial, lalu percepatan terjadi selamanya atau makin cepat.
p. Tidak ada. Padahal ruh-ruh (terutama ruh para malaikat) yang justru berperan menjalankan segala 'hukum alam (lahiriah)' ataupun 'sunatullah (lahiriah dan batiniah)'. Penciptaan kehidupan diduga hanya mengikuti teori evolusi.
q. Relatif diragukan, terutama lagi jika umur alam semesta dianggap 'tak-berhingga' (kekal). Bahkan jika umur alam semesta dianggap 'berhingga' (fana), peranan Tuhan juga diragukan, karena beberapa prosesnya justru tidak berlangsung alamiah, seperti halnya segala perbuatan Allah di alam semesta, melalui sunatullah.
✿ Teori 'big light'
a. Keadaan 'ketiadaan'. Sama sekali tidak ada sesuatupun 'zat' ciptaan-Nya (ruh dan materi) di alam semesta, ataupun di ruang tak-terbatas tempat alam semesta berada. Dan semata-mata hanya ada Zat Allah, Yang Maha Esa, Maha pencipta, Maha kekal dan Maha awal.
b. Suatu sinar yang amat sangat terang, putih dan panas, serta amat merata di seluruh alam semesta ('big light' atau 'sinar alam semesta'). 'Big light' ini awalnya bukan sinar tampak (hanya emisi materi-materi 'terkecil'), dan mulai berupa sinar tampak setelah terbentuknya photon. Paling terang tentunya saat puncak terjadinya emisi photon. Lalu beberapa lama kemudian setelah terbentuk segala atom, molekul dan butir inti-pusat bagi segala benda langit, berubah menjadi berupa kabut atau asap di seluruh alam semesta, yang juga relatif sangat terang, putih dan panas.
c. Jaman 'black hole', yang diikuti oleh jaman kegelapan. Hal ini sekaligus menandai keadaan terakhir dari alam semesta, dimana segala benda langit dalam bentuk, gerakan dan formasinya yang paling stabil (hanya dari saling interaksi medan gravitasi dan medan magnit). Serta ekspansi alam semesta dan transfer energi panas antar benda langit juga telah berakhir.
d. Hanya didukung oleh berbagai hukum alam yang relatif sederhana, serta telah terbukti dan telah lama dikenal oleh manusia. Sedang tidak dipakai konsep atau teori, seperti 'energi gelap', 'materi gelap', 'materi yang hilang', 'inflasi' dan 'energi vakum'. Dan hanya ada konsep 'materi terkecil', sebagai materi penyusun segala partikel sub-atom, sekaligus sebagai materi pembawa unit energi terkecil.
e. Ada 'pusat alam semesta' saat ini, yang terbentuk relatif jauh setelah saat paling awal penciptaan alam semesta. Dan 'pusat alam semesta' terbentuk dan relatif mulai aktif berfungsi, saat awal terjadinya formasi benda-benda langit.
f. Proses pengembangan luas pada awalnya mengikuti pergerakan acak partikel. Lalu lebih utamanya lagi terjadi ketika benda benda langit telah terbentuk, juga telah terbentuk kelompok dan formasinya. Lebih jelasnya, ketika pusat-pusat orbit benda langit (bintang, pusat galaksi, dsb) telah berkurang gaya gravitasinya, karena terus-menerus memancarkan energi radiasi.
Sehingga proses pengembangan bukan terpusat pada 'satu' titik, tetapi pada 'banyak' titik (pusat-pusat orbit benda langit), dan suatu saat pasti berhenti sejalan dengan selesainya pancaran ataupun perpindahan materi antar benda-benda langit (ukurannya relatif tidak lagi berubah-ubah). 'Energi vakum' mustahil ada di alam semesta.
g. Laju 'kritis' pengembangan luas alam semesta justru sama sekali tidak diperlukan. Karena pengembangan luas alam semesta 'teramati' justru berlangsung amat alamiah mengikuti interaksi medan gravitasi dan medan magnet, antar materi ataupun antar benda langit. Dan suatu saat, pengembangan luas alam semesta 'teramati' akan berhenti, saat ukuran segala benda langit telah tidak berubah-ubah (tidak ada lagi pancaran ataupun perpindahan materi), serta seluruhnya bergerak dengan amat sangat stabil, dan tetap dalam lingkup pengaruh gravitasi suatu 'pusat alam semesta'.
h. Alam semesta tidak pernah mengalami percepatan ekspansi, sebaliknya ekspansi alam semesta justru selalu mengalami perlambatan, sejalan dengan makin berkurangnya pancaran dan perpindahan materi antar benda langit, sekaligus makin banyaknya terbentuk bintang mati atau black hole (ukuran dan gaya gravitasi bintang-bintang makin berkurang).
Suatu saat nanti perlambatannya pasti akan berhenti (pada jaman kegelapan), dimana ukuran dan gerak revolusi segala benda langit telah paling stabil.
i. Saat ini diperkirakan telah berumur jauh lebih lama daripada 13,7 triliun tahun.
Karena pengembangan alam semesta, tidak mengikuti kurva yang 'sederhana', seperti 'big bang'. Di mana awal pengembangannya mengikuti pergerakan acak partikel (termasuk materi 'terkecil'), lalu disertai interaksi medan gravitasi antar benda langit.
j. Benda-benda yang berukuran relatif amat besar seperti galaksi, bintang, planet dan bahkan kerikil, mustahil bisa bergerak mendekati / melebihi kecepatan cahaya. Hanya partikel sub-atom yang bisa bergerak pada kecepatan cahaya.
k. Dari materi-materi 'terkecil' dan melalui tak-terhitung jumlah reaksi fusi nuklir, yang merata terjadi di seluruh tempat di alam semesta, bisa terbentuk segala partikel sub-atom, sampai menjadi segala jenis atom. Hal ini bisa terjadi saat tingkat energi panas masih amat sangat tinggi ('energi awal alam semesta') dan makin mendingin.
Sebagai atom yang paling sederhana, tentunya atom gas Hidrogen dan Helium juga paling banyak bisa terbentuk. Sedangkan makin kompleks atau berat atomnya, maka relatif makin sedikit pula bisa terbentuk.
l. Radiasi yang berasal dari tak-terhitung jumlah reaksi fusi nuklir, atas materi-materi yang tersebar merata di seluruh tempat di alam semesta, hampir pasti akan merata pula.
Dan radiasi hanya bisa terjadi, jika ada materi (ada emisi partikel dari reaksi pembelahan ataupun reaksi penggabungan materi-materi).
m. Proses evolusi dan distribusi pada dasarnya berlangsung amat alamiah mengikuti hasil interaksi medan gravitasi dan medan magnit antar setiap benda langit, dengan benda-benda langit di sekitarnya (termasuk 'pusat alam semesta'). Terutama setelah atom, molekul dan butir benda 'pusat' terbentuk, melalui tak-terhitung jumlah reaksi fusi nuklir, yang menyusun inti-pusat bagi segala benda langit, yang memiliki massa, gravitasi dan titik lebur yang amat sangat besar.
Dan sekumpulan amat besar kabut mustahil bisa runtuh atau mengempis untuk membentuk suatu benda langit, tanpa ada materi inti-pusat di dalamnya ataupun melintasinya, yang bisa mengumpulkan dan memampatkan materi-materi pada kabut tersebut.
n. Penyebaran materi secara homogen (relatif seragam) dan isotropi (relatif merata) bisa terpenuhi.
Karena seluruh materi pada awalnya memang tersebar merata di seluruh alam semesta (awalnya berupa materi-materi terkecil), lalu saling bertumbukan dan berreaksi membentuk materi-materi yang lebih besar, selama bergerak relatif amat cepat, bebas dan acak, akibat adanya 'energi alam semesta'.
o. Kalaupun ada singularitas, hanya tentang 'keberadaan' zat-zat ciptaan-Nya (proses paling awal).
Sedang sama-sekali tidak ada singularitas pada segala proses kejadian di alam semesta (segala proses berikutnya atas segala zat itu, setelah 'keberadaannya' atau setelah diciptakan-Nya).
p. Ruh sebagai elemen paling dasar pembentuk kehidupan tiap makhluk. Bahkan tiap ruh sebagai pengendali tiap benda mati, tempatnya masing-masing berada (tubuh wadahnya). Evolusi hanya sebagian amat kecil dari penciptaan.
q. Hanyalah Allah Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pencipta, Yang telah menciptakan alam semesta dan segala isinya ini. Bahkan tanpa sesuatupun peranan zat, selain Allah, dalam penciptaannya. Sedang para malaikat yang mengawal pelaksanaan sunatullah, pasti tunduk, patuh dan taat kepada segala perintah-Nya.
Teori 'big bang' amat disukai oleh umat Kristiani
Sangat kuat dugaan di sini, bahwa timbulnya teori 'big bang' ataupun teori-teori pendukungnya justru banyak pula dipengaruhi oleh paham 'materialisme'. Seperti pada anggapan, bahwa alam semesta ini bersifat 'kekal', atau bahwa segala proses di alam semesta ini seolah-olah bisa berlangsung otomatis dan berulang-ulang, tetapi juga 'tanpa akhir' (kekal, dan seolah-olah tanpa ada sesuatu yang mengaturnya). Baca pula berbagai uraian lebih lengkap di atas, tentang teori 'big bang', teori-teori terkait dan berbagai kelemahannya.
Padahal dalam ajaran agama Islam, keseluruhan alam semesta justru diciptakan dan diatur-Nya, dan segala sesuatu yang diciptakan-Nya pasti tidak bersifat kekal, seperti halnya Zat Allah sendiri, Yang Maha Kekal (kekekalan suatu zat ciptaan-Nya, pasti tetap mempunyai 'awal dan akhir', atau bukan kekal yang sebenarnya). Hanya Zat Allah Yang bersifat Maha Awal dan Maha Akhir (tanpa awal dan akhir).
Segala tindakan-Nya di dalam menciptakan segala sesuatu zat (melalui sunatullah atau Sunnah Allah), memang seolah-olah berlaku otomatis dan berulang-ulang pula, namun pastilah tetap berlaku sesuai dengan segala keadaan pada berbagai zat atau unsur yang digunakan dalam proses penciptaan. Sehingga segala proses penciptaan itu justru pasti memiliki 'keadaan awal' dan 'keadaan akhir', sesuai dengan sifat zat-zat penyusun pada tiap zat ciptaan-Nya (bukan 'tanpa akhir', dan justru pasti 'selalu terus-menerus diatur-Nya').
Juga sangat kuat dugaan di sini, bahwa teori 'big bang' itupun amat disukai dan rajin dipopulerkan oleh para umat Kristiani. Karena mereka menjadi lebih mudah bisa menjelaskan, tentang segala proses penciptaan di alam semesta ini, setelah Yesus Kristus atau nabi Isa as turun ke Bumi. Padahal Yesus Kristus atau Nabi Isa juga dianggap 'Logos' (Tuhan Anak).
Karena selama Tuhan Anak itu ( Yesus Kristus atau Nabi Isa ) masih berada di Bumi, ia mustahil bisa dianggap berperan sebagai Pencipta, yang semestinya diperankan oleh ALLAHU AKBAR. Sehingga dianggap amat perlu adanya teori-teori, tentang suatu proses penciptaan secara 'otomatis' (tetapi dibiarkan, ataupun tidak perlu selalu diatur), untuk bisa makin 'mendekatkan' jarak perbedaan dan hubungan antara ruh Tuhan Bapa, Ruhul kudus dan ruh Tuhan Anak ( Yesus Kristus atau Nabi Isa ), dalam konsep Trinitas. Bahkan paling ekstrimnya, apabila ketiganya dianggap sebagai suatu 'ruh yang sama'. Secara sederhananya, Ruhul kudus adalah ruh Tuhan Bapa yang turun ke dunia, tetapi belum memiliki tubuh, sedang ruh Tuhan Anak adalah Ruhul kudus yang telah memiliki tubuh.
Teori 'big bang' diperlukan, misalnya untuk bisa menghindari pertanyaan seperti "Kalaulah Nabi Isa memang anak ALLAH, sedikit-banyak mestinya ia juga memiliki berbagai kemampuan, dalam menciptakan suatu hal. Tetapi mengapa ia disebut bisa menghidupkan 'orang mati', padahal ia justru tidak bisa menghidupkan orang mati lainnya, yang telah lama dikuburkan?".
Maka apakah 'orang mati' yang bisa dihidupkan oleh Nabi Isa, sebenarnya hanya orang yang sedang pingsan, koma ataupun sekarat, yang dipulihkannya kesadarannya?. Karena amat mudah dimengerti, jika umat pada jaman dahulu (abad ke-1 masehi) masih beranggapan, bahwa orang yang telah terbujur kaku dan tidak sadarkan diri selama berjam-jam, telah benar-benar 'mati' (hampir mustahil disembuhkan). Sedang hanya Nabi Isa ketika itu yang diketahui memiliki pengetahuan dan kemampuan tertentu (mu'jizat), untuk bisa menyembuhkannya.
Pada ajaran agama Islam justru sama-sekali tidak ada terjadi kerumitan seperti itu. Karena umat Islam tidak menyembah ilah yang berwujud nyata-fisik-lahiriah, kecuali hanya menyembah Allah, Yang Maha Esa, Maha Pencipta, Maha Suci, Maha Mulia, Maha Gaib dan Maha Kekal. Karena segala sesuatu hal yang berwujud nyata-fisik-lahiriah, pasti bersifat 'fana' (sementara, temporer, atau sesuatu saat pasti akan musnah), serta pasti pula mengandung berbagai kehinaan, kekurangan ataupun keterbatasan. Dan tentunya 'Pencipta' mustahil bisa serupa ataupun setara dengan segala jenis 'ciptaannya'.
Bahkan 'agama-Nya yang lurus' (yang terakhir agama Islam), justru sama-sekali tidak tergantung kepada sejarah dari umat manusia (tetap 'serupa' dari nabi ke nabi, dari jaman ke jaman). Tentunya juga termasuk tidak tergantung kepada sejarah para nabi-Nya, yang 'hanya' sekedar sebagai pemberi 'contoh pemahaman dan pengamalan' atas 'agama-Nya yang lurus'. Karena agama-Nya yang lurus memang telah menyatu dengan segala kebenaran-Nya di alam semesta (yang bersifat mutlak dan kekal), dan disebut agama-Nya bagi seluruh alam semesta.
Walau para nabi-Nya bisa memiliki tingkat pemahaman yang relatif berbeda-beda atas 'agama-Nya yang lurus' ini. Namun tauhid mereka sama, yaitu "tiada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa", dari segala hasil pemahaman mereka dalam mengamati dan mempelajari segala kejadian di alam semesta ini (tanda-tanda kekuasaan-Nya).
Para nabi-Nya justru hanya 'manusia biasa', yang relatif paling sempurna bisa memahami dan mengamalkan berbagai kebenaran-Nya, dibandingkan seluruh manusia lainnya 'pada jamannya'. Juga ajaran agama Islam membenarkan para nabi-Nya terdahulu (sebelum nabi Muhammad saw), beserta ajaran-ajarannya (yang masih asli-murni).
Keadaan atas teori 'big bang' tersebut, juga amat serupa dengan teori 'Evolusi' Darwin, yang juga amat populer di kalangan penganut paham Materialisme ataupun penganut Kristiani. Sedang umat Islam semestinya tidak perlu terlalu menyakini kedua teori ini, karena ada mengandung unsur-unsur yang amat menyesatkan. Selain itu karena memang belum benar-benar jelas terbukti, masih bersifat teoretis, dan bahkan mengandung berbagai kelemahan (seperti diuraikan di atas).
Akhirnya terdapat perbedaan yang sangat penting pada proses penciptaan yang seolah-olah berlaku otomatis di atas, antara proses yang 'selalu' diatur-Nya dan proses yang 'tidak selalu' diatur-Nya. Proses penciptaan otomatis yang 'tidak selalu' diatur-Nya itu, justru mustahil bisa terjadi. Karena pada berbagai proses penciptaan tertentu justru ada peranan dan pengaruh pilihan setiap saatnya dari segala makhluk hidup (ada pula aspek-faktor yang bersifat 'dinamis' dalam prosesnya, dan tidak otomatis seperti 'robot', yang hanya bisa mengikuti berbagai aturan-prosedur 'statis' yang terakhir diprogram).
Sehingga Pencipta justru mestinya setiap saat bertindak untuk bisa mengatur segala sesuatu halnya, ketika sesuatu penciptaan sedang dilakukan-Nya. Bahkan Pencipta semestinya juga Maha Mengetahui, terutama tentang segala sesuatu zat dan segala keadaannya setiap saat, yang terkait dengan penciptaan itu.
Dan kombinasi yang amat unik, antara suatu hal yang berlaku 'otomatis' dan yang 'selalu diatur', yang justru hanya bisa terjadi jika dalam bertindak ataupun menciptakan sesuatu hal di alam semesta ini, Pencipta pasti selalu mengikuti sesuatu aturan yang telah diciptakan-Nya sendiri, yang justru bersifat 'mutlak' (pasti terjadi), 'kekal' (pasti konsisten) dan 'sempurna' (sesuai segala keadaan zat setiap saat). Aturan-Nya itulah yang biasa disebut pula sebagai sunatullah atau Sunnah Allah atau sifat Allah dalam berbuat di alam semesta ini.
Maka Tuhan Yang Maha Pencipta semestinya justru bersifat Maha Kuasa, Maha Kekal, Maha Sempurna, Maha Mengatur dan Maha Mengetahui, selain pula Maha Esa, Maha Suci, Maha Mulia, Maha Gaib, Maha Awal dan Maha Akhir yang telah disebut di atas. Seperti halnya sebagian dari sifat-sifat Allah, Tuhan-nya umat Islam dan Tuhan-nya keseluruhan alam semesta yang sesungguhnya. Dan tiada Tuhan (Yang memiliki sifat-sifat seperti ini), selain Allah.
Bahkan Allah Yang Maha Sempurna justru telah menciptakan seluruh alam semesta dan segala isinya, 'hanya' dengan menggunakan dua elemen paling dasar saja, yaitu: 'atom' (mati dan nyata) dan 'ruh' (hidup dan gaib), dengan berbagai jenis atau sifatnya masing-masing.
Penutup tentang awal penciptaan alam semesta
Dari berbagai uraian di atas bisa tampak, bahwa para ilmuwan barat dahulunya amat menganut paham 'materialisme' (misalnya alam semesta justru dianggap 'kekal', serta tanpa ada Penciptanya). Setelah anggapan ini sama sekali sulit terbukti dan banyak ditemui kelemahan, maka mereka berbondong-bondong mulai mengakui pula atas adanya penciptaan alam semesta ini oleh sesuatu kekuatan yang Maha besar (misalnya dari pengakuan mereka atas teori 'big bang').
Namun telah diuraikan di atas, bahwa teori 'big bang' itu masih mengandung berbagai kelemahan dan sekaligus kesesatan. Termasuk teori 'big bang' masih mengabaikan penjelasan tentang 'ruh', dan juga ada sebagian dari penganut teori 'big bang' masih menganggap alam semesta bersifat 'kekal'. Di samping tentunya karena teori 'big bang' masih mengandung konsep-teori yang misterius, belum terbukti atau amat meragukan. Dan proses-proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big bang', ada pula yang berlangsung tidak secara 'alamiah'.
Tentunya teori 'big bang' juga relatif berbeda dari hal-hal yang disebutkan dalam Al-Qur'an, tentang saat paling awal penciptaan alam semesta, yang telah diciptakan-Nya dari sesuatu 'kabut alam semesta' (ataupun pengembangannya dari 'sinar alam semesta'), bukanlah dari benda amat sangat besar, panas dan padat. Karena itu tiap umat Islam mestinya bersikap jauh lebih kritis terhadap teori 'big bang' itu.
"Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui,
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu.
Kemudian Kami pisahkan antara keduanya (masing-masing dibentuk-Nya).
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka tidak juga beriman?."
(QS. AL-ANBIYAA':21:30).
"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap (kabut).
Lalu Dia berkata kepadanya (langit) dan kepada bumi:
'Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku (masing-masing dihadirkan atau dibentuk-Nya), dengan suka hati atau terpaksa'.
Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati'."
(QS. FUSH SHILAT:41:11).
Awal Penciptaan Alam Semesta, dan Elemen Dasarnya
Keadaan awal penciptaan alam semesta
Alam semesta ini pada saat awal penciptaannya hanya berupa sesuatu 'asap atau kabut' yang meliputi keseluruhan alam semesta ini, yang amat sangat panas (jutaan ataupun milyaran derajat Celcius), dan bersinar amat sangat putih dan terang. Serupa halnya dengan sinar dari matahari yang amat menyilaukan itu, dan juga bisa membutakan mata manusia, jika terlalu lama melihatnya. Namun sinar dari "kabut alam semesta" itu tak-terhitung kali lipat jauh lebih terang daripada sinar matahari, karena justru meliputi keseluruhan alam semesta, sedangkan matahari hanya tampak seperti suatu bola kecil saja.
Beberapa keadaan pada awal penciptaan alam semesta di atas diakui memang sengaja ditambahkan, karena tidak disebut dalam surat Al-Anbiyaa' ayat 30 dan surat Fush Shilat ayat 11. Kedua ayat ini pada intinya hanya menyatakan, "bumi dan langit pada saat awalnya bersatu padu, berupa asap". Sedangkan keadaan yang amat sangat panas, putih dan terang itu berdasar teori, bahwa alam semesta pada saat awalnya tidak memiliki energi, ataupun berdasar teori dalam ilmu-pengetahuan modern, "bahwa energi bersifat kekal, tetapi energi bisa diubah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya", sehingga mestinya ada sesuatu energi paling awal, bagi berjalannya seluruh alam semesta dan segala isinya.
Maka diciptakan-Nya pula sesuatu yang disebut "energi awal alam semesta", yang amat sangat panas, putih dan terang itu, sehingga bisa dipakai sampai akhir jaman oleh segala jenis zat makhluk-Nya, untuk bisa hidup dan beraktifitas. Bahkan sesuai dengan teori ilmu-pengetahuan modern saat ini, bahwa dari energi justru bisa terbentuk berbagai jenis Atom, dari berbagai jenis atom yang lebih sederhana, sampai dari materi-benda yang 'terkecil'. Sedang Atom yang paling sederhana adalah atom gas Hidrogen (lihat pula pada penjelasan 2, tentang proses-proses di alam semesta dan atom-atom yang terjadi).
"Kabut alam semesta" itu sendiripun terdiri dari segala materi lahiriah-nyata-fisik penyusun seluruh alam semesta ini, dalam bentuk 'uap' dari unsur terkecilnya ('Atom'). Atom juga adalah bentuk setiap materi-benda dalam keadaannya yang paling panasnya. Dan seluruh Atom di alam semesta ini bercampur-baur, bertumbukan dan bergerak dengan amat sangat bebas dan cepat ke segala arah, akibat dari adanya "energi awal alam semesta" yang amat sangat panas tersebut.
Tentu saja setiap Atom itupun tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, akan tetapi jika telah bercampur dalam jumlah yang amat sangat banyak seperti di atas, maka bentuknya akan berupa 'kabut atau asap'. Sedang jika dilihat dari dekat, asap atau kabut itupun tetap tidak terlihat mata telanjang. Secara sederhananya, "kabut alam semesta itu adalah kabut dari atom-atom gas hidrogen yang sedang terbakar".
Hal inilah yang dimaksud dalam surat Al-Anbiyaa' ayat 30 di atas, tentang "masih bersatu-padunya langit dan Bumi" pada saat awal penciptaan alam semesta ini, karena Bumi, beserta segala benda langit lainnya (bintang, planet, komet, meteor, dsb) memang masih melebur dan menyatu dalam 'suatu kabut' (atau sama-sekali belum berwujud). Segala zat ciptaan-Nya di seluruh alam semesta ini (benda mati dan makhluk hidup, nyata dan gaib) pasti berasal dari suatu ketiadaan, lalu diciptakan oleh Allah, Yang Maha pencipta dan Maha kuasa.)
Energi awal di alam semesta dan "big bang"
Selain akibat dari "energi awal alam semesta", yang 'pertama kali' diciptakan-Nya itu. Sinar atau panas di alam semesta itu sendiri, juga timbul 'setelahnya', dari tak-terhitung jumlah ledakan yang terus-menerus terjadi hampir secara bersamaan dan luas, sebagai hasil dari gaya gravitasi dan hasil reaksi-reaksi tumbukan berantai antar materi-atom (reaksi fusi nuklir), sampai sekitar saat terbentuknya atom-atom penyusun inti-pusat segala benda langit, sejalan dengan mendinginnya suhu alam semesta. Berdasar teori ilmu-pengetahuan modern, tentang ada terjadinya ledakan yang amat sangat besar pada awal penciptaan alam semesta, terkenal disebut sebagai teori "big bang" (ledakan atau dentuman besar).
Walau bagi pemahaman pada buku ini, bahwa ledakan besar itu bukan terjadi pada sesuatu titik tertentu (satu ledakan saja), seperti halnya yang dikemukakan melalui teori "big bang" itu. Tetapi justru terjadi berupa sejumlah tak-terhitung ledakan di seluruh alam semesta ini, dan berupa ledakan suatu "gas, uap atau kabut alam semesta" atau sederhananya ledakan suatu kabut gas Hidrogen.
Sedang pada teori "big bang" itu berupa ledakan suatu "benda padat yang amat sangat besar", yang terdiri dari seluruh materi di alam semesta. Ada pula dugaan lain bagi teori "big bang", berbentuk berupa ledakan dari suatu "titik kosong", yang lalu tercipta sekaligus seluruh materi di alam semesta.
Hanya adanya 'satu ledakan' menurut teori "big bang", karena ada ditemukan fakta, bahwa alam semesta terus-menerus berkembang luasnya (atau galaksi-galaksi diketahui jaraknya saling menjauh). Hal inilah yang bisa menimbulkan anggapan, bahwa seluruh alam semesta hanya berasal dari 'satu titik' saja (titik pusat ledakan itu sendiri), lalu meluas ke segala arah.
Namun anggapan itu masih mengandung 'kelemahan', karena saling bergerak menjauhnya antar galaksi-galaksi itu juga bisa terjadi dengan makin berkurangnya energi pada tiap pusat-pusat benda langit (misalnya: bintang, pusat galaksi dan 'pusat alam semesta'), akibat pancaran energi yang terus-menerus dari tiap pusat benda langit ke daerah sekelilingnya, dan tentunya ukurannyapun pasti terus-menerus ikut berkurang. Sekaligus gaya gravitasi dari pusat-pusat benda langit itupun berkurang pula, akhirnya seluruh benda langit secara perlahan-lahan makin menjauh jaraknya, dari pusatnya masing-masing.
Pada dasarnya tiap ledakan pada 'kabut alam semesta' di atas, seperti suatu ledakan nuklir dan hidrogen, yang biasa terjadi dari hasil reaksi thermo-fusi nuklir pada bom buatan manusia, atau seperti yang terjadi secara alamiah sampai saat ini pada bintang-bintang (seperti Matahari). Namun tentunya, dengan sesuatu skala ledakan yang tak-terhitung kali lipat besarnya, juga karena justru terjadi di seluruh alam semesta ini (bukan hanya satu titik ledakan saja, seperti disebut pada teori "big bang").
Bahkan sampai saat ini terus-menerus terjadi ledakan nuklir di permukaan Matahari. Pancaran energi panas radiasi sinar Matahari itu juga mencapai Bumi, yang selalu bisa dirasakan kehangatannya tiap harinya oleh tiap manusia, dan sekaligus pula sebagai sumber energi paling utama bagi seluruh kehidupan makhluk hidup di Bumi.)
Penciptaan elemen paling dasar penyusun alam semesta
Jika diungkap lebih rinci lagi, maka penciptaan alam semesta dan segala isinya ini, secara ringkas dan terurut, diawali dari:
1. Diciptakan-Nya berbagai ketetapan atau ketentuan-Nya bagi alam semesta ini (termasuk aturan-Nya atau sunatullah), yang semuanya tercatat pada kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, yang sangat mulia dan agung.
2. Lalu diciptakan-Nya tak-terhitung jumlah materi yang paling kecil, ringan dan sederhana (atau disebut 'materi terkecil'), sebagai zat yang paling dasar penyusun segala jenis benda mati.
3. Lalu diciptakan-Nya tak-terhitung jumlah zat ruh, sebagai zat yang paling dasar penyusun kehidupan segala jenis zat makhluk-Nya ataupun segala jenis zat ciptaan-Nya. Zat-zat ruh ini sekaligus pula ditiupkan-Nya ke 'tiap' materi 'terkecil' di atas.
4. Lalu diciptakan-Nya "energi awal alam semesta", sebagai energi panas pemicu tercipta dan berjalannya keseluruhan alam semesta, sampai saat terakhirnya (biasa disebut 'akhir jaman'). Energi awal alam semesta inilah yang telah menghidupkan atau menggerakkan 'sebagian dari' seluruh zat ruh (hanyalah zat-zat ruh yang kira-kira berada dalam wilayah ruang alam semesta saat ini). Sehingga zat-zat ruh (terutama zat-zat ruh para makhluk hidup gaib) juga biasa disebut "diciptakan-Nya dari 'cahaya', 'api' dan 'api yang panas'" (lebih umumnya lagi dari 'energi').
5. "Energi awal alam semesta" itupun bisa membentuk materi-materi yang lebih sederhana, menjadi materi-materi yang lebih kompleks (menjadi segala jenis atom, dari yang paling ringan dan sederhana, sampai yang paling berat dan kompleks (baik yang telah dikenal manusia ataupun belum, seperti pada penjelasan 1 dan penjelasan 2).
6. Dan segala proses penciptaan lainnya sampai akhir jaman, pastilah mengikuti 'sunatullah', yang berlaku sesuai dengan segala keadaan tiap saatnya pada tiap zat ciptaan-Nya (Ruh dan Atom-materi).
Berbagai poin di atas, secara sederhana telah ditunjukkan pula pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4: Skema sederhana penciptaan elemen dasar alam semesta
Dan selanjutnya, pengungkapan atas proses awal penciptaan alam semesta pada buku ini disebutkan sebagai teori 'big light' ("sinar alam semesta" yang amat sangat panas, putih dan terang). Teori 'big light' ini pada dasarnya suatu kelanjutan ataupun pengembangan lebih detail atas konsep kosmologi Islam yang disebut dalam Al-Qur'an.
Bahwa 'energi panas' adalah unsur yang paling penting, yang dibutuhkan oleh tiap ruh, karena telah jelas diketahui, bahwa energi amat diperlukan bagi tiap zat makhluk hidup-Nya. Begitu pula halnya dengan tiap ruh, agar bisa hidup dan memberi kehidupan bagi tiap zat makhluk hidup nyata dan gaib.
Selain itu pula, energi panas bisa mengubah dari sesuatu jenis materike jenis materi lainnya. Lebih umum lagi, "tiap ada perubahan energi, maka ada perubahan pada struktur materi. Sebaliknya, tiap ada perubahan pada struktur materi, maka ada perubahan energi". Hal ini dirumuskan melalui teori relativitas yang amat terkenal itu (E=mc2), dari ilmuwan Albert Einstein)
Selain sebagai atom yang 'paling sederhana dan paling ringan' (hanyalah memiliki satu proton dan satu elektron saja), juga atom gas Hidrogen (H) adalah sesuatu unsur yang amat sangat mudah terbakar (menghasilkan energi panas). Bahkan atom gas Hidrogen justru sangat terkait langsung dengan tiap sumber energi panas yang ada di seluruh alam semesta ini. Setiap zat makanan bagi makhluk hidup nyata (lemak, protein, karbohidrat, dsb), dan setiap jenis bahan bakar (bensin, solar, minyak tanah, dsb) misalnya, semuanya justru pasti mengandung atom-atom gas Hidrogen. Energi panas sinar radiasi pada bintang-bintang justru juga bisa terjadi karena adanya atom-atom gas Hidrogen.
Dan dengan adanya hubungan yang sangat erat antara Energi, Ruh dan Atom (terutama atom gas Hidrogen) tersebut, maka tidaklah tertutup kemungkinan masih adanya hubungan lainnya, yang belumlah dibahas secara mendalam pada buku ini. Misalnya relatif sedikit bisa diungkap tentang adanya ruh-ruh yang menempati dan mengendalikan tiap materi atau atom (yang diungkap pada topik "Ruh-ruh", tentang hubungan antara ruh dan benda mati).
Juga dipahami di sini, bahwa ruh bisa berada dimana-mana di alam semesta, selama di situ ada pula energi sekecil apapun besarnya, seperti diketahui terdapat sel-sel pada komet ataupun meteor. Sedang pada ruang kosong di antara bintang-bintang (ruang antariksa), telah diketahui terisi ± 90% bagiannya oleh atom-atom gas Hidrogen, serta ± 10% bagiannya oleh atom-atom gas Helium.
Tentunya penciptaan ketiga hal itupun (Energi, Ruh dan Atom-materi yang terkecil), justru bisa berlangsung sangat bersamaan, cepat, dan bahkan bisa diciptakan-Nya sekaligus. Adapun penyebutan urutan di atas hanyalah hasil pertimbangan logis semata, terhadap fungsi dan proses keberadaannya masing-masing. Khususnya lagi, sesuai seperti urutan yang disebut dalam Al-Qur'an, yaitu "Ruh diciptakan-Nya dari cahaya, api, api panas atau energi", serta "Ruh ditiupkan-Nya ke benih tubuh wadah dari tiap zat makhluk hidup nyata (sejumlah atom pada sel janinnya)". Bahkan keterangan di dalam Al-Qur'an, yaitu "bumi dan langit pada awalnya bersatu padu, berupa asap", secara tidak langsung telah diperkuat atau dibenarkan pula oleh hasil temuan para ilmuwan barat, seperti "pada peristiwa 'big bang' hanya 'melibatkan' atom-atom gas Hidrogen (H) dan gas Helium (He)"
Secara ringkasnya, alam semesta dan segala isinya sejak awal diciptakan-Nya hanyalah tersusun dari dua elemen paling dasar, yaitu: Atom-materi (nyata, benda mati) dan Ruh (gaib, makhluk hidup).
Adapun berbagai macam ruh itu, antara lain: ruh para makhluk gaib (malaikat, jin, syaitan dan iblis), ruh manusia (pria dan wanita), berragam ruh tumbuhan, berragam ruh hewan (jantan dan betina), berragam ruh sel, dsb, masing-masing sesuai jenis zat makhluk-Nya. Sedang berbagai macam atom-materi, dari 109 jenis (ataupun lebih) yang telah dikenal manusia, antara-lain: Hidrogen (H), Oksigen (O), Karbon (C), Emas (Au), Tembaga (Pb), dsb. Tentunya masih banyak pula jenis-jenis atom yang belum dikenal manusia)
Proses penciptaan alam semesta secara ringkas
Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Sempurna, ketika telahdiselesaikan-Nya proses awal penciptaan alam semesta, yang berupa menciptakan 'Sunatullah' (beserta segala ketetapan-Nya lainnya), tak-terhitung jumlah materi 'terkecil' (nantinya menyusun sub-Atom dan Atom, bagi segala benda mati), tak-terhitung jumlah 'zat Ruh' (bagi segala zat makhluk ciptaan-Nya) dan juga menciptakan "energi awal alam semesta", seperti pada Gambar 4 poin 1 s/d 4 di atas, lalu Allah kembali ke 'Arsy-Nya, yang sangat mulia dan agung.
Lebih jelasnya lagi seperti pada uraian di atas, tentunya proses penciptaan segala jenis Atom, bukan diciptakan-Nya langsung begitu saja, namun diciptakan-Nya terlebih dahulu sesuatu materi benda mati yang paling sederhana (paling kecil dan ringan). Sederhananya, materi 'terkecil' ini jauh lebih kecil daripada segala elemen kecil pada Atom (materi sub-Atom), yang telah dikenal oleh manusia, seperti: Neutron, Proton dan Elektron, juga lebih kecil daripada Fermion (Quarks dan Leptons) dan Boson (Gulon, Foton, Boson W dan Boson Z).
Segala proses selanjutnya pada alam semesta ini (atau segala proses penciptaan lainnya, selain dari proses penciptaan segala materi 'terkecil', segala zat 'ruh' dan "energi awal alam semesta"), pasti akan mengikuti aturan-Nya (sunatullah), yang justru telah diciptakan atau ditetapkan-Nya sebelum penciptaan alam semesta. Dan sunatullah itu hanyalah berlaku berdasar segala keadaan dan sifat yang melekat pada setiap materi-Atom dan zat Ruh (termasuk zat ruh para malaikat yang telah ditugaskan-Nya, untuk menegakkan atau mengawal pelaksanaan sunatullah itu). Dan segala proses itupun melalui tak-terhitung jumlah proses penciptaanyang telah berlangsung tiap saat dan terus-menerus selama milyaran tahun sampai saat ini, bahkan sampai akhir jaman nanti.)
Aturan-Nya (sunatullah) itu berupa sekumpulan tak-terhitung aturan atau rumus proses kejadian di alam semesta ini, yang bersifat 'mutlak' (pasti terjadi) dan 'kekal' (pasti konsisten). Dan rumus atau hukum gravitasi misalnya, adalah suatu sunatullah yang telah dikenal, dipahami dan diformulasikan oleh manusia.
Baca pula topik "Sunatullah (sifat proses)".
Sehingga dua komponen penciptaan alam semesta ini adalah "isi" (sunatullah, segala sifat zat ciptaan-Nya, dsb) dan "zat" (materi-Atom dan zat Ruh). Sedang pada "isi" dan "zat" itu telah terkandung pula di dalamnya, segala bentuk pengajaran dan tuntunan-Nya bagi umat manusia.
Secara ringkasnya, pada tiap ruh manusia terdapat hati-nurani, sebagai suatu tuntunan-Nya yang paling dasar, dan juga pada segala jenis zat ciptaan-Nya yang sangat kaya dan segala kejadian di seluruh alam semesta ini terkandung tanda-tanda kekuasaan-Nya (berbagai hal yang bersifat mutlak dan kekal), sebagai suatu bahan pengajaran-Nya yang paling dasar, dan sangat berlimpah-ruah bagi umat manusia.
Berbagai kelemahan teori 'big bang' (dentuman besar)
Seperti telah diungkap pula pada penjelasan 2, ataupun pada uraian-uraian lainnya, bahwa teori 'big bang' (dentuman atau ledakan besar), yang berasal dari para ilmuwan barat (dikemukakan sekitar abad 20), justru diketahui mengandung berbagai kelemahan. Khususnya karena pada teori 'big bang' dianggap, bahwa proses penciptaan alam semesta hanya melalui 'satu' titik ledakan besar saja (ledakan dari suatu benda amat sangat besar, panas dan padat, yang meliputi keseluruhan materi penyusun alam semesta). Juga bahwa alam semesta ini bersifat 'kekal' (ada anggapan, siklus 'big bang' bisa terus berulang tanpa akhir).
Sebaliknya bagi pemahaman pada buku ini (teori 'big light'), bahwa proses penciptaan alam semesta diawali dari sesuatu sinar yang amat sangat putih, terang dan panas di seluruh tempatnya ('big light'). Lalu diikuti oleh 'amat sangat banyak' jumlah titik ledakan pada 'kabut alam semesta' juga di seluruh tempat. Dan alam semesta ini bersifat 'fana' (penciptaannya hanya sekali dan tanpa siklus).
Berikut ini diungkap lebih lengkap atas berbagai kelemahan di sekitar teori 'big bang' tersebut, seperti misalnya:
Berbagai kelemahan pada teori-teori tentang 'big bang'
• Anggapan dari sebagian penganut teori 'big bang', "bahwa alam semesta bersifat 'kekal'" ('siklus' penciptaannya terus berulang tanpa akhir). Maka peristiwa 'big bang' pada awal terbentuknya alam semesta saat ini hanyalah salah-satu dari 'big bang' lainnya yang telah terjadi sebelumnya, ataupun akan terjadi nantinya.
Berdasar anggapan ini tentunya menjadi amat meragukan posisi peranan Tuhan dalam proses penciptaan alam semesta (jika tidak disebut 'tidak ada'). Misalnya amat membingungkan "saat Tuhan memulai penciptaannya", serta "Tuhan seolah tanpa tujuan yang pasti dan jelas atas penciptaannya". Allah Yang Maha Suci pasti terhindar dari hal-hal semacam ini.
Sedang jika peranan Tuhan dianggap 'tidak ada', maka teori 'big bang' semestinya bisa menjawab tentang segala hal yang bersifat 'mutlak' dan 'kekal' yang terjadi di alam semesta ini (termasuk tentang hukum alam dan segala kejadian luar-biasa di dalamnya), terutama jawaban atas 'Sesuatu' yang bisa menyebabkannya.
Juga di alam nyata tidak ada sesuatu sistem yang prosesnya bisa berulang-ulang secara sempurna dan persis sama, tanpa adanya dukungan daya-kekuatan terus-menerus dari luar sistem itu (dari makhluk, dan khususnya dari Tuhan). Maka prosesnya mustahil bisa berjalan otomatis, hanya dari dan oleh sistem itu sendiri.
• Hampir mustahil ada bola raksasa yang terdiri dari segala materi penyusun seluruh alam semesta ini, yang bisa berbentuk 'padat'.
Padahal bola raksasa itu pasti memiliki tekanan yang amat sangat tinggi, untuk bisa 'mengikat atau menyatukan' segala materinya, sekaligus temperatur pasti yang amat sangat tinggi pula. Sedang ada berbagai jenis materi yang mudah menguap di alam semesta, apalagi dalam temperatur seperti itu, walaupun bola itu misalnya berupa 'black hole' yang tetap bisa mengumpulkannya kembali.
Bola raksasa padat itu hanya bisa terjadi, jika 'seluruh' materinya amat sangat tinggi massa jenis dan titik leburnya, serupa dengan materi penyusun inti-pusat 'black hole' pada umumnya.
• Hampir mustahil ada bola raksasa 'padat', yang 'seluruhnya' bisa berubah menjadi 'gas' (misalnya atom gas Hidrogen dan Helium, ataupun materi lainnya yang jauh lebih sederhana lagi), setelah melalui satu ledakan saja ('big bang').
Hal ini berdasar hasil temuan para ilmuwan barat sendiri, seperti "beberapa saat setelah peristiwa 'big bang', seluruh alam semesta pernah hanya tersusun dari atom-atom gas Hidrogen (H) dan gas Helium (He)" (lihat pula pada Tabel 2).
Padahal bola raksasa itupun 'seluruh' materinya mestinya berupa materi yang paling berat massa jenisnya, agar bentuknya terjaga tetap 'padat'. Padahal perubahan itu disebut oleh para penganut teori 'big bang', hanya berlangsung sekitar 'seper sekian detik' saja (dari bentuk 'padat' ke bentuk 'gas' seluruhnya). Kejadian dalam 'seper sekian detik' ini disebut sebagai hal "dimana saat orang tidak bisa berbicara, karena itu orang harus diam saja".
Adanya perubahan amat luar-biasa ini, bahkan telah memjadikan 'siklus' penciptaan alam semesta (menurut teori 'big bang'), tidak bersifat simetris (amat berbeda proses awal dan akhirnya). Maka teori 'big bang' seolah-olah terlalu dipaksakan (berbeda dari teori awalnya), hanya sekedar untuk memenuhi fakta-kenyataan yang telah bisa dibuktikan melalui pengamatan dan penelitian modern saat ini. Walau hasilnya memjadikan teori 'big bang' justru makin sulit bisa diterima oleh akal sehat (termasuk bertentangan dengan berbagai hukum alam, yang telah lama dikenal oleh manusia).
Di lain pihaknya, pada konsep kosmologi Islam justru sejak lama (abad ke-7) telah dinyatakan, "bahwa pada awalnya seluruh alam semesta bersatu-padu, melebur atau menyatu dalam bentuk 'gas, asap atau kabut' (segala benda langit belum berwujud)". Hal ini bahkan makin membuktikan keluar-biasaan dan kebenaran kitab suci Al-Qur'an (sesuai hasil pengamatan dan penelitian modern).
• Teori 'big bang' ada mengandung 'singularitas' (perubahan yang tidak kontinu dan amat drastis, dalam waktu yang amat singkat), terutama pada proses awal dan akhir penciptaan alam semesta.
Padahal sama-sekali tidak ada suatu 'singularitas' di alam nyata, yang justru hanya berasal dari keterbatasan dan kekeliruan model formula matematik buatan manusia di dalam merumuskan proses kejadian alam. Hal-hal 'singularitas' pada teori 'big bang' disebut sebagai hal-hal yang masih 'misterius' (belum bisa dijawab atau dijelaskan).
Dan pemaksaan atas konsep, model ataupun teori 'big bang' telah melahirkan konsep-konsep yang 'misterius' pula, seperti: 'energi gelap', 'materi gelap', 'materi yang hilang', 'inflasi', dsb.
• Teori 'big bang' berdasar teori 'inflasi', selanjutnya teori 'inflasi' justru berdasar teori 'energi vakum', yang sangatlah meragukan. Karena 'energi vakum' adalah energi yang 'dianggap' ada dalam ruang kosong atau vakum di antariksa (walau 'tanpa' ada sesuatu materi dalam ruang itu).
Padahal 'materi' dan 'energi' adalah dua hal yang mustahil bisa dipisahkan. Lebih jelasnya lagi, mustahil ada segala jenis energi, tanpa ada materi yang justru membawa energinya, walau ukuran materinya amat sangat kecil (tidak bisa dideteksi oleh manusia).
• Ledakan dari 'satu titik' saja (titik pusat ledakan) sesuai teori 'big bang', relatif sulit memungkinkan terjadi saling bercampur-baur dan bertumbukan antar materi-materi penyusun alam semesta ini, juga relatif sulit bisa tersebar merata (homogen), karena materi-materinya justru bergerak relatif saling menjauh (dari titik pusat ledakan ke segala arah).
Padahal materi-materi yang lebih kompleks dan berat hanya akan terbentuk, apabila materi-materi yang lebih sederhana dan ringan bergerak bebas, saling bercampur-baur dan bertumbukan. Hal ini tentunya hanya terjadi apabila ada 'energi panas', yang sekaligus memungkinkan bisa terjadi perubahan struktur materi.
Hal di atas berdasar teori ilmu fisika, "bahwa tiap ada perubahan energi, maka ada perubahan struktur materi. Juga sebaliknya, tiap ada perubahan struktur materi, maka ada perubahan energi".
• Pada proses 'big bang' sulit bisa menimbulkan penyebaran materi secara relatif merata (homogen), karena penyebarannya hanyalah berasal dari satu titik saja (titik pusat ledakan), yang justru relatif menyebar sesuai dengan besar massa materinya (menurut hukum kekekalan momentum).
Sehingga materi yang bermassa paling ringan, relatif pasti akan bergerak menjauh paling cepat pula. Hal sebaliknya pada materi yang bermassa makin berat, relatif pasti akan berada makin dekat ke titik pusat ledakan.
Padahal di Bumi saja, relatif merata terdapat banyak jenis materi, dari yang relatif amat ringan sampai yang amat berat. Padahal berbagai formasi benda-benda langit juga relatif tersebar merata dimana-mana (sistem asteroid, planet, bintang, galaksi, dsb).
• Makin meluasnya alam semesta, atau makin saling menjauhnya jarak antara pusat-pusat benda langitnya (bintang, pusat galaksi, dsb), bukan karena seluruh alam semesta berasal dari 'satu titik' saja (titik pusat 'big bang' itu sendiri), lalu meluas ke segala arah.
Namun hal ini justru terjadi, karena makin berkurangnya ukuran dan gaya gravitasi dari masing-masing pusat benda langit, akibat pancaran terus-menerus energi atau materinya, ke sekelilingnya. Pada akhirnya seluruh benda langit secara perlahan-lahan makin menjauh jaraknya dari pusatnya masing-masing.
Benda-benda langit bukanlah menjauh dari 'satu titik' (titik pusat 'big bang'), namun saling menjauh dari pusatnya masing-masing ('tak-terhitung titik', seperti berupa bintang, pusat galaksi, 'pusat alam semesta', dsb).
Juga proses saling menjauhnya benda-benda langit adalah proses yang sederhana, bukanlah karena adanya energi dari 'luar' sistem alam semesta, gelombang balik dari daerah batas alam semesta (efek balik dari 'big bang'), serta bukanlah karena adanya 'energi gelap' yang bisa mendorong menjauh dari titik pusat 'big bang'.
Sehingga seluruh alam semesta pada awalnya bukanlah berasal dari 'satu titik' saja (titik pusat 'big bang'). Namun seluruh benda langit pada awalnya memang bergerak amat bebas dan acak, lalu dari hasil interaksi medan gravitasinya masing-masing telah bisa membentuk segala jenis formasi (sistem asteroid, planet, bintang, galaksi, dsb).
Sedang hasil interaksi medan magnitnya telah bisa membentuk sistem bintang, galaksi dan alam semesta, menjadi relatif 'datar'. Di mana pergerakan revolusi benda-benda langit cenderung amat dekat dengan daerah bidang medan magnit 'netral' dari pusatnya masing-masing (atau daerah ekuatorial).
Tentunya pengaruh medan gravitasi dan medan magnit kurang kuat berlaku bagi benda-benda langit yang berukuran relatif amat kecil, ataupun amat jauh dari pusatnya (komet, planet kecil, dsb), sehingga bidang lintasan revolusinya relatif amat menyimpang.
• Teori 'big bang' justru telah amat mengabaikan hukum kekekalan energi dan massa, karena seluruh energi pada suatu benda langit (termasuk pula bola raksasa, yang dianggap sebagai sumber awal dari penciptaan alam semesta), dianggap bisa berubah seluruhnya menjadi energi panas (bentuk yang paling dasar dari segala jenis energi lainnya). Sementara energi panas inilah yang dipakai bagi berjalannya seluruh alam semesta sampai akhir jaman.
Dan sekaligus pula tentunya, segala materi pada benda langit itu dianggap bisa terurai kembali menjadi bentuk 'terkecilnya' (atau materi penyusun 'terkecil' dari atom dan bahkan sub-atom).
Padahal perubahan energi atau materi semacam itu pastilah harus melibatkan daya-kekuatan lain, dari 'luar' sistem alam semesta (dari Tuhan). Maka 'big bang' pada dasarnya justru bukan proses yang alamiah, apalagi jika dianggap bisa terjadi berulang-ulang.
Namun untuk bisa mempertahankan kealamiahan 'big bang' (juga sekaligus tidak perlu adanya daya dari luar sistem alam semesta), maka dipaksakanlah lahirnya konsep 'energi gelap' (energi yang mengisi seluruh ruang, serta bertekanan negatif yang kuat, atau berlawanan terhadap gravitasi), serta konsep 'materi gelap' atau 'materi yang hilang'. Walau konsep-konsep ini amat diragukan, karena tidak diketahui berpengaruh bagi berjalannya keseluruhan alam semesta dan kehidupan segala makhluk di dalamnya.
• Sebagian dari teori 'big bang' berdasarkan dari suatu hasil analogi atas peristiwa Supernova (ledakan hebat pada akhir usia bintang).
Padahal analogi ini justru kurang tepat, karena Supernova antara-lain: (hal-hal yang relatif sebaliknya bagi 'big bang')
~ Di sekitarnya telah ada benda-benda langit dan segala materi antar bintang. Maka ada pengaruh dari kerapatan materi antar bintang dan dari medan gravitasi benda-benda langit tersebut.
~ Adanya energi atau materi pemicu dari 'luar' sistem bntang awalnya, yang bisa menyebabkan timbulnya ledakan.
Dan selain akibat dari pemicu ini, tidak terbukti ada 'siklus' Supernova yang terjadi pada suatu bintang yang sama.
~ Sebagian terbesar dari inti-pusat bntang awalnya, justru sama sekali tidak ikut meledak ataupun berubah menjadi debu, gas dan cahaya (hanya atmosfir dan amat sedikit permukaannya, yang meledak dan terpancar keluar).
~ Materi yang terpancar keluar, bukanlah berbagai materi yang bisa menyusun inti-pusat benda langit berukuran relatif besar (pada Tabel 2), misalnya bintang berukuran kecil dan planet. Bintang berukuran kecil dan planet sebelumnya justru telah ada, namun hanya 'makin tumbuh' oleh hasil Supernova.
~ Skala prosesnya relatif amat kecil, terutama dalam hal jumlah 'seluruh' materi atau energinya; Dsb.
• Adanya kelemahan pada model batas ruang alam semesta, yang dianggap relatif terbatas, dan relatif berpengaruh bagi kerapatan rata-rata penyebaran segala jenis materi di alam semesta ini.
Padahal kenyataannya ruang alam semesta ini relatif tak-terbatas, bahkan sama sekali belum diketahui dan belum terukur batasnya.
Model 'ruang yang terbatas' itulah yang biasa dipakai oleh para ilmuwan barat, saat menjawab tentang adanya perlambatan amat tinggi, pada proses perkembangan luas ataupun ekspansi seluruh alam semesta, dibandingkan dengan perkembangan luas awalnya yang terjadi relatif pada tingkat kecepatan cahaya, ke segala arah dari sesuatu titik (titik pusat 'big bang').
Solusi atau jawaban itu justru amat keliru dan terlalu dipaksakan, karena mestinya terdapat 'gelombang tekanan' yang amat sangat besar, yang berasal dari daerah batas ruang alam semesta, yang telah menghambat laju perkembangan luas seluruh alam semesta. Padahal sama sekali belum ada bukti dan keterangan cukup jelas, yang bisa menerangkan tentang adanya 'gelombang tekanan' itu.
Serta besar dari 'gelombang tekanan' dari daerah batas (reaksi), mestinya sebanding dengan besar dari 'gelombang tekanan' dari pusat ledakan pada teori 'big bang' (aksi).
Pemahaman pada buku ini, bahwa barangkali alam semesta bisa memiliki 'ujung-batas ruang', namun jaraknya dianggap berlipat-lipat kali daripada jarak 'antar' bintang yang terjauh yang telah diketahui oleh manusia. Padahal seluruh 'volume ruang kosong' antara benda langit juga berlipat-lipat kali lebih besar daripada 'volume seluruh benda langit' di alam semesta.
Maka 'batas ruang' itupun justru relatif tidak memiliki pengaruh yang cukup penting bagi proses perlambatan perkembangan luas seluruh alam semesta ini, ataupun pada proses pergerakan saling menjauh antar benda-benda langit, termasuk pula tentunya relatif tidak ada pengaruh (bisa diabaikan, atau tidak cukup signifikan) bagi kerapatan rata-rata penyebaran materinya.
Bahwa pada proses-proses itu, perubahan keadaan energi di alam semesta ataupun energi pada tiap benda langit justru jauh lebih berperan penting. Energi inipun tentunya termasuk berupa energi gaya tarik gravitasi pada tiap benda langit. Baca pula uraian pada poin lainnya di atas.
• Hanya adanya satu titik ledakan pada teori 'big bang' itu, bahkan mengharuskan adanya terpenuhi suatu "nilai laju pengembangan kritis", yang justru sesuatu yang sangat tidak alamiah.
Jika percepatan materi dari hasil efek 'big bang' itu sangat dekat dari "nilai laju pengembangan kritis", maka alam semesta bisa terbebas dari gaya gravitasinya sendiri, benda-benda langit juga bisa terbentuk dan mengembang, seperti keadaannya saat ini.
Jika sedikit lebih lambat dari "nilai laju pengembangan kritis", maka alam semesta akan hancur bertubrukan. Sedang jika sedikit lebih cepat, maka banyak materinya akan tersebar 'ke luar'. Pada akhirnya benda-benda langit tidak akan terbentuk seperti saat ini.
Keharusan adanya "nilai laju pengembangan kritis" itupun justru bertentangan dengan hukum-hukum alam yang telah dikenal oleh manusia, yang justru bersifat amat sangat alamiah sesuai dengan segala keadaan pada tiap materi terkait.
• Sebagian terbesar dari segala jenis materi di alam semesta, justru telah terbentuk 'ketika' awal penciptaan alam semesta itu sendiri, melalui keberadaan "energi awal alam semesta" dan energi panas dari hasil tak-terhitung jumlah ledakan di seluruh alam semesta, dan bukan 'setelahnya' (setelah terbentuk benda-benda langit), seperti menurut pemahaman para ilmuwan barat (pada penjelasan 2).
Karena ketika awal penciptaan itulah justru segala materinya bisa tersebar secara relatif seragam (homogen), bergerak bebas, saling bercampur-baur dan bertumbukan. Dan sekali lagi, hal ini justru mustahil terjadi pada 'big bang' (hanya satu titik ledakan saja).
Sedangkan proses-proses pembentukan materi pada Supernova, Bintang besar dan kecil misalnya, justru amat sedikit jenis materi 'baru' yang bisa tersebar kemana-mana (pada penjelasan 2).
Padahal materi yang bisa melintasi ruang antariksa saat ini, justru hanya berbagai jenis materi yang relatif amat sangat ringan saja.
Padahal segala jenis materi 'lama' pada bintang misalnya, justru belum dijelaskan proses kejadiannya oleh para ilmuwan barat itu (seperti pada materi penyusun dari inti-pusat bintang, yang relatif amat sangat besar massa jenisnya, atau amat sangat berat).
Dan sangat kentara, bahwa para ilmuwan barat masih belum bisa menjelaskan mengenai proses kejadian dari segala jenis materi yang amat sangat berat, penyusun inti-pusat benda-benda langit, juga tentunya belum bisa dijelaskan melalui teori 'big bang'.
• Ada kelemahan pada teori 'entropi terbalik', sehingga 'big bang' itu dianggap bisa terjadi berulang-ulang, ataupun alam semesta dianggap bersifat 'kekal' (pada poin di atas).
Menurut teori ilmu alam sampai saat ini, bahwa nilai 'entropi' dari tiap materi, secara perlahan-lahan pastilah makin meningkat, atau tingkat keaktifan tiap materi secara perlahan-lahan pastilah makin berkurang, karena jumlah seluruh 'energi panas' di alam semesta, memang makin berkurang (karena terus-menerus relatif pasti berubah bentuk, menjadi segala jenis energi lainnya). Sehingga seluruh alam semesta justru terus-menerus berkembang luasnya, karena energi pada tiap pusat benda langit untuk bisa 'mengikat' benda-benda langit lainnya, ikut berkurang pula.
Sedang menurut teori 'entropi terbalik', bahwa sesuatu saat nanti justru terjadi suatu keadaan yang 'berkebalikan' dari berbagai hal pada keadaan saat ini. Pada saat itu alam semesta akan menyusut luasnya sampai menjadi suatu titik kembali, lalu setelah itu bisa terjadi lagi suatu peristiwa 'big bang' yang berikutnya. Dan siklus seperti ini akan terus-menerus berulang 'tanpa akhir'. Sehingga orang-orang yang menyetujui teori entropi terbalik itu menganggap, bahwa alam semesta bersifat 'kekal'.
Tetapi teori entropi terbalik itu justru belum pernah terbukti sama sekali, dan hanya berdasar hasil simulasi model matematis.
Padahal proses prnyusutan alam semesta, seperti menurut teori entropi terbalik itu, justru pasti memerlukan 'energi tambahan', yang mestinya setara pula dengan jumlah seluruh energi, seperti saat awal penciptaan alam semesta. Keberadaan 'energi tambahan' itu justru tidak pernah dijelaskan secara lengkap dan jelas, dalam teori entropi terbalik.
Pada teori itupun keberadaan 'energi tambahan' hanyalah timbul berdasar contoh, bahwa pada saat terjadinya suatu 'bintang mati', maka akan disusul terjadinya suatu ledakan yang amat dahsyat. Hal inipun melahirkan asumsi bahwa pada saat akan menghadapi 'kematiannya', keseluruhan alam semesta menyusut amat sangat cepat luasnya, dan lalu terjadi 'big bang' kembali.
Asumsi di atas ada mengandung kelemahan, karena tiap 'bintang mati' pada awalnya bintang biasa, yang telah tidak ada berbagai keadaan dan materi pemicu, yang bisa memungkinkan terjadinya ledakan fusi nuklir di permukaannya. Sehingga jika ada sedikit saja keadaan dan materi pemicu, yang berasal 'dari luar' sistem bintang mati, maka ledakan fusi nuklir juga masih bisa terjadi kembali.
Hal ini justru mustahil terjadi pada 'keseluruhan' alam semesta, karena pada pemahaman di sini, pada saat awal penciptaannya hampir keseluruhan alam semesta ini terdiri dari atom-atom 'gas Hidrogen', yang memang amat mudah terbakar atau meledak. Maka agar keadaan ini bisa terulang kembali, seluruh materi di alam semesta ini harus terlebih dahulu 'terurai' kembali menjadi atom-atom 'gas Hidrogen'. Hal inilah yang mustahil bisa terjadi.
Sedang ledakan pada bintang mati tentunya memang masih bisa terjadi, karena memang masih tersisa atom-atom 'gas Hidrogen', pada permukaannya, sehingga tinggal menunggu adanya energi pemicu dari luar, karena sistem bintang itu sendiri memang tidak lagi bisa memicunya secara alamiah, dari dalam dirinya sendiri.
Dan tentunya karena energi dari ledakan pada bintang mati amat jauh lebih kecil, daripada jumlah energi di seluruh alam semesta, maka kejadian pada bintang mati tidak bisa disejajarkan begitu saja dengan kejadian pada keseluruhan alam semesta, tanpa suatu dalil-alasan yang kuat (khususnya tentang berbagai keadaan dan materi pemicu, yang memungkinkan timbulnya ledakan nuklir).
Dari berbagai kelemahan pada teori 'big bang' di atas, justru secara tidak langsung semakin memperkuat kebenaran kandungan isi kitab suci Al-Qur'an, khususnya di dalam surat Al-Anbiyaa' ayat 30 (QS.21:30) dan surat Fush shilat ayat 11 (QS.41:11) di atas
Sekaligus pula telah membantah hal-hal yang dianggap sebagai keunggulan dari teori 'big bang', di dalam menjelaskan seperti: proses pengembangan luas alam semesta; radiasi gelombang mikro latar alam semesta yang merata (cosmic microwave background radiation); amat berlimpahnya elemen-elemen purba sampai saat ini di ruang antariksa (gas Hidrogen dan Helium); juga proses evolusi dan distribusi galaksi. Serta lebih umumnya lagi membantah asumsi, bahwa teori 'big bang' sesuai dengan sifat-sifat kosmologi yang 'homogen' (relatif seragam) dan 'isotropi' (relatif merata) di seluruh tempat.
Sedangkan perbedaan paling utama antara teori 'big bang' dan keterangan dari Al-Qur'an, adalah pada bentuk wujud awal dari alam semesta. Keterangan dari Al-Qur'an, bahwa wujud awal alam semesta berupa sesuatu "kabut alam semesta" (meliputi seluruh materi di alam semesta, dalam wujud yang paling sederhana, kecil, ringan dan panas, yaitu gas). Di lain pihaknya dari teori 'big bang', bahwa wujud awal alam semesta berupa suatu "benda" yang amat sangat besar, panas dan padat (meliputi seluruh materi di alam semesta). Walau teori 'big bang' selanjutnya juga mendukung keterangan dari Al-Qur'an ("benda" yang amat sangat besar, panas dan padat itu lalu beberapa saat kemudian berubah menjadi "kabut alam semesta" yang amat sangat panas). Sehingga awal penciptaan alam semesta pada teori 'big bang', dimulai hanya melalui 'satu' titik ledakan besar saja. Di lain pihaknya, berdasarkan hasil pengembangan atas keterangan dari Al-Qur'an, alam semesta dimulai dari 'tak-terhitung' jumlah titik ledakan pada "asap-kabut-gas alam semesta", yang terjadi di seluruh alam semesta. Walau sekali lagi, teori 'big bang' juga mendukung hal ini (ada 'tak-terhitung' jumlah reaksi dan ledakan fusi nuklir). Dan tentunya 'kesalahan' pada teori 'big bang' terutama timbul dari anggapan, bahwa alam semesta berawal dari suatu "benda yang amat sangat besar, panas dan 'padat'".
Begitu pula keterangan dari Al-Qur'an, bahwa wujud 'akhir' dari alam semesta di akhir jaman (di Hari Kiamat besar), juga berupa sesuatu 'kabut' (QS.25:25 dan QS.44:10). Walau belum bisa dipahami benar pada buku ini, tentang proses kejadian lebih lengkapnya.
Secara sekilas dari pemahaman pada buku ini, bahwa 'kabut' yang terjadi di akhir jaman, adalah suatu 'Nova' ataupun 'Supernova' (ledakan dari Matahari, tempat manusia berada), yang menghancurkan seluruh kehidupan di Bumi. Dan bahwa. 'kabut' di akhir jaman, relatif berbeda daripada 'kabut' di awal penciptaan alam semesta ini. Karena 'kabut' di akhir jaman hanya meliputi 'sebagian kecil' wilayah saja di alam semesta. Sedang 'kabut' di awal penciptaan alam semesta, justru meliputi 'keseluruhan' wilayah di alam semesta.
"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap (kabut), lalu Dia berkata kepadanya (langit) dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku (masing-masing dihadirkan atau dibentuk-Nya), dengan suka hati atau terpaksa'. Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati'." – (QS.41:11).
"Dan (ingatlah) hari (Kiamat, ketika) langit pecah-belah mengeluarkan kabut, dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang." – (QS.25:25).
"Maka tunggulah hari (Kiamat), ketika langit membawa kabut yang nyata." – (QS.44:10).
Lebih lanjut, teori 'big light' dan model alam semestanya
Dari uraian-uraian di atas, secara relatif ringkas telah diungkaptentang teori 'big light' ("sinar alam semesta"), termasuk pula skema dasarnya pada Gambar 4. Tetapi sebagai suatu konsep kosmologi yang utuh, pengungkapan atas teori 'big light' relatif masih belum memadai. Karena itu pada tabel-tabel berikut diungkap lebih lanjut lagi, tentang model alam semesta yang dipakai pada teori 'big light', dan tentang berbagai tahapan proses penciptaan atau pembentukan alam semesta, sejak saat paling awal sampai saat paling akhirnya ('akhir jaman').
Model alam semesta menurut teori 'big light'
Definisi alam semesta
• Alam semesta memiliki berbagai definisi, khususnya tergantung kepada urutan proses penciptaannya, model alam semesta yang dipakai, ataupun sudut pandang pembuat definisinya. Namun pada teori 'big light' hanya dipakai definisi alam semesta, sebagai berikut: (baca pula berbagai uraian terkait di bawah)
1. Alam semesta adalah wilayah berbentuk bola dalam ruang tak-terbatas, yang bertemperatur 'di atas' nol mutlak, sebagai akibat dari pengaruh adanya "energi awal alam semesta", sebaliknya wilayah di luarnya bertemperatur nol mutlak.
2. Alam semesta adalah wilayah berbentuk bola dalam ruang tak-terbatas, yang terpengaruh oleh medan gravitasi dan medan magnet dari 'pusat alam semesta'.
3. Alam semesta adalah wilayah dalam ruang tak-terbatas, yang saat ini telah mampu teramati oleh manusia, yang melingkupi segala benda langit di dalamnya (termasuk segala materi di antaranya), sehingga biasa disebut pula sebagai 'alam semesta teramati'. Saat sekarang wilayahnya dianggap berbentuk suatu bidang yang relatif 'tipis' dan 'datar' (bidang elipsoid yang amat sangat lonjong).
• Definisi alam semesta ke-1 dan ke-2 pada dasarnya dipakai secara berurutan, sesuai tahapan proses penciptaan alam semesta.
Definisi alam semesta ke-1 lebih tepat dipakai, sejak saat paling awal penciptaan alam semesta, sampai saat sebelum terbentuknya 'pusat alam semesta'. Pada tahapan-tahapan berikutnya (termasuk saat ini), lebih tepat dipakai definisi alam semesta ke-2.
Sedang definisi alam semesta ke-3 hanya dipakai, untuk meninjau alam semesta yang saat ini telah mampu teramati saja (sebagian kecil dari definisi alam semesta ke-2).
Jumlah alam semesta
• Alam semesta hanya berjumlah 'tunggal' atau 'satu'.
Namun di alam semesta ada banyak alam, beserta banyak tingkatannya masing-masing, seperti: alam nyata dan alam gaib; alam lahiriah dan alam batiniah; alam dunia dan alam akhirat; alam materi dan alam ruh; alam rahim; alam kubur; alam pria dan alam wanita; alam bayi, alam anak-anak, alam dewasa dan alam lansia; dsb.
• Bukti atas alam semesta yang berjumlah tunggal, relatif cukup jelas bisa terlihat dari bentuk susunan ataupun lintasan revolusi segala benda langit di alam semesta, yang relatif berada pada suatu bidang 'datar'.
Sedang jika ada satu ataupun lebih alam semesta lainnya, di samping alam semesta tempat manusia berada saat ini, yang terletak relatif saling berdekatan (ada interaksi medan gravitasi dan medan magnet antar alam semesta tersebut), maka susunan berbagai benda langit di alam semesta ini mestinya tidak berupa suatu bidang 'datar'.
Karena interaksi medan gravitasi dan medan magnet antar kelompok benda langit, sedikit-banyak mestinya bisa berpengaruh terhadap susunan ataupun lintasan revolusi berbagai benda langit, pada masing-masing kelompok terkait.
Tentunya bukti di atas kurang berlaku, jika berbagai alam semesta tersebut relatif tidak bergerak dan letaknya relatif saling berjauhan, sehingga justru sama sekali tidak ada saling interaksi medan gravitasi dan medan magnetnya.
• Dari sudut pandang lain, anggapan bahwa jumlah alam semesta yang bisa lebih dari satu, justru relatif tidak bermanfaat (relatif sama-sekali tidak 'menambah' bukti bagi kebesaran-Nya). Karena segala bukti kebesaran ataupun kekuasaan-Nya di alam semesta ini (hanya berjumlah satu saja), justru telah amat sangat berlimpah ruah untuk bisa mengenal Allah, Tuhan pencipta alam semesta, dan bahkan mustahil terjangkau seluruhnya bagi manusia (ataupun segala zat makhluk-Nya lainnya di dalamnya).
Terutama berupa pengenalan tentang Allah Yang Maha Esa dan Maha Pencipta, melalui berbagai ajaran yang telah disampaikan oleh para nabi-Nya.
Pusat alam semesta
• Seluruh alam semesta berpusat pada suatu benda langit, yang disebut di sini sebagai "pusat alam semesta", yang memiliki ukuran, massa dan gravitasi yang paling besar.
Amat kuat dugaan, bahwa "pusat alam semesta" adalah sesuatu 'black hole', serupa halnya dengan pusat-pusat galaksi. Namun "pusat alam semesta" hanya tersusun dari segala materi inti-pusat, yang paling tinggi massa jenisnya di seluruh alam semesta.
Dengan massanya yang paling besar, maka "pusat alam semesta" adalah benda langit paling pertama mencapai keadaan paling stabilnya (perpindahan materinya paling minimal, serta ukuran, massa dan gravitasinya relatif tidak berubah). Terutama karena segala akresi atau pertambahan materinya relatif tidak terjadi (langsung terpancar keluar kembali), sedang segala pengurangan materinya juga relatif tidak terjadi.
• Bahkan dengan gravitasinya, "pusat alam semesta" inilah yang justru telah melingkupi ataupun menyatukan segala benda langit lainnya di seluruh alam semesta, menjadi satu kesatuan yang biasa dikenal sebagai 'alam semesta'.
• Segala benda-materi di alam semesta memiliki berbagai pusat orbit, dari inti-pusat-nukleus atom, planet, bintang, pusat galaksi, bahkan sampai puncaknya berupa 'pusat alam semesta', tergantung kepada hierarki masing-masing kelompok benda-materi.
• Keberadaan 'pusat alam semesta' itu cukup jelas terbukti dari susunan segala benda langit di alam semesta ini, yang semuanya relatif terletak pada suatu bidang 'datar'.
Hal ini bisa terjadi karena pergerakan revolusi tiap benda langit amat terpengaruh kuat oleh medan magnet dari benda langit pusat orbitnya masing-masing, sehingga lintasan pergerakan revolusi tiap benda langit cenderung berada amat dekat dengan bidang 'ekuatorial' dari benda langit pusat orbitnya.
Dengan sendirinya semestinya ada sesuatu benda langit yang menjadi puncak hierarki tertinggi dari segala pusat orbit bagi segala benda langit di alam semesta, yaitu 'pusat alam semesta' tersebut.
• Bumi, Matahari ataupun pusat galaksi Bima sakti bukanlah benda-benda langit yang menjadi pusat dari keseluruhan alam semesta, serta tidak memiliki posisi yang khusus atau istimewa di alam semesta, jika dibanding dengan segala benda langit lainnya.
Hal ini khusus disebut, karena menurut model alam semesta yang berkembang pada jaman dahulu, bahwa alam semesta berpusat di Bumi ataupun berpusat di Matahari, yang ternyata tidak terbukti.
Ruang, luas dan posisi alam semesta
• Ruang alam semesta luasnya relatif amat terbatas (ruang wilayah pengaruh medan gravitasi dari 'pusat alam semesta'), namun dikelilingi oleh ruang yang tak-terbatas.
• Ruang alam semesta seolah hanya suatu 'titik' kecil dibanding keseluruhan ruang tak-terbatas, serta berada pada posisi yang relatif di tengah-tengahnya.
• Berdasar definisi alam semesta ke-1 dan ke-2 di atas, maka ruang alam semesta berupa suatu bola yang relatif amat sangat besar.
• Saat sekarang dan sesuai definisi alam semesta ke-2, maka luas ruang alam semesta dianggap relatif telah tidak berubah, karena "pusat alam semesta" justru telah stabil.
• Jika kekuatan gravitasi benda-benda langit bisa diketahui, maka luas ataupun jari-jari ruang alam semesta relatif bisa diketahui pula (berdasar definisi alam semesta ke-2).
Penyusun alam semesta (lihat pula Gambar 4 di atas)
• Seluruh alam semesta hanya tersusun dari 3 unsur atau elemen paling dasar, yaitu:
a. Zat 'ruh' (bersifat gaib dan hidup, sebagai elemen paling dasar penyusun kehidupan segala zat makhluk ataupun ciptaan-Nya);
b. Zat 'materi' (bersifat nyata dan mati, sebagai elemen paling dasar penyusun segala benda mati, ataupun sebagai tubuh wadah atau tempat zat ruh berada);
c. 'Energi' (sebagai elemen paling dasar penggerak kehidupan segala ruh, serta juga penggerak interaksi antar materi dan pengubah struktur materi);
• Ketiga elemen diciptakan-Nya pada saat paling awal penciptaan alam semesta, secara relatif singkat, bersamaan dan sekaligus seluruhnya, dimana:
a. Segala zat 'materi' diciptakan-Nya seluruhnya berupa materi 'terkecil', yang persis sama ukuran dan sifatnya masing-masing.
Tentunya dari hasil interaksi antar materi 'terkecil' telah membentuk segala benda mati ataupun tubuh wadah segala zat makhluk-Nya yang ada saat ini.
b. Segala zat 'ruh' diciptakan-Nya seluruhnya juga persis sama kelengkapan (akal, hati, nafsu, dsb), sifat dan kemampuannya masing-masing.
Sehingga zat ruh segala makhluk-Nya lainnya pada dasarnya persis seperti zat ruh manusia. Namun perbedaan segala keadaan pada tubuh wadah tempat masing-masing zat ruh berada, yang menjadikannya seolah berbeda-beda.
c. 'Enegi' diciptakan-Nya seluruhnya berupa energi panas, yang disebut "energi awal alam semesta", sebagai penggerak berjalannya seluruh alam semesta sampai akhir jaman (saat berakhirnya alam semesta).
Tentunya "energi awal alam semesta" telah berubah bentuk menjadi segala jenis energi yang ada saat ini.
• Di samping 3 elemen ini, sebenarnya di alam semesta juga terdapat: sifat-sifat pada segala zat ciptaan-Nya (mutlak dan relatif, kekal dan fana), aturan-Nya atau sunatullah (hukum alam), pengajaran dan tuntunan-Nya, cobaan atau ujian-Nya, dsb.
Namun karena hal-hal ini berupa 'non-zat', maka tidak dianggap sebagai 'elemen'.(segala hal yang berupa 'zat', ataupun paling terkait langsung dengan 'zat').
• Hanya dari 3 elemen paling dasar inilah (beserta segala sifatnya masing-masing yang telah diberikan-Nya), maka bisa terbentuk segala jenis benda mati dan segala jenis makhluk hidup di seluruh alam semesta.
• Pada berbagai sumber lain sering disebut, bahwa seluruh alam semesta tersusun dari empat ataupun lima unsur-elemen dasar, yaitu: "air, api, angin dan tanah", ataupun "air, api, angin, tanah dan logam".
Namun ke-empat ataupun ke-lima elemen dasar ini justru pada dasarnya hanya tersusun dari 'materi' dan 'energi', dan bahkan telah mengabaikan 'ruh'.
Hubungan antar elemen penyusun alam semesta
• Materi 'terkecil' itu adalah pembawa energi yang terkecil, dan juga sebagai penyusun bagi segala materi yang lebih kompleks (termasuk segala partikel sub-atom).
Tidak ada energi tanpa adanya materi. Energi dan materi adalah ekuivalen.
Juga tidak ada 'energi vakum' (suatu energi yang bisa berada ataupun menjalar dalam suatu ruangan, yang sama-sekali tanpa ada materi di dalamnya).
• Tidak ada zat 'anti-materi'. Lebih tepatnya, zat 'anti-materi' hanyalah zat 'materi' yang memiliki sifat-sifat tertentu yang transisional dan relatif amat sementara. Zat 'anti-materi' yang sebenarnya dan semestinya, adalah zat 'ruh'. Karena zat 'materi' bersifat nyata dan mati, sedang zat 'ruh' bersifat gaib dan hidup.
• Tiap zat materi 'terkecil' ditempati oleh suatu zat 'ruh' (sebagai tubuh wadahnya). Dan zat 'ruh' ini sekaligus bertindak sebagai pengendali materinya.
Zat 'ruh' inilah yang membawa sifat-sifat materinya, serta menyebabkan bisa berjalannya segala hukum alam (sunatullah lahiriah). Dalam Al-Qur'an, para makhluk pemilik zat-zat ruh pada segala benda mati, biasanya disebut sebagai para malaikat 'Mikail'. Dan salah-satu tugas yang diberikan-Nya bagi para malaikat 'Mikail', adalah menurunkan air hujan.
• Sunatullah adalah segala aturan atau rumus proses kejadian (lahiriah dan batiniah), yang pasti mengatur segala zat ciptaan-Nya di alam semesta (zat materi ataupun ruh).
Sunatullah melekat sebagai sifat-sifat pada segala zat ciptaan-Nya, yang bersifat 'mutlak' dan 'kekal' (ditetapkan-Nya). Sedang sifat-sifat pada segala zat ciptaan-Nya sebagai hasil dari segala perbuatan zat makhluk-Nya, justru bersifat 'relatif' dan 'fana'.
Karena itu dalam Al-Qur'an, para malaikat (sebagai pengawal utama berjalannya sunatullah), disebut pasti tunduk, patuh dan taat kepada segala perintah-Nya.
• Tiap zat 'ruh' memerlukan energi bagi segala aktifitas kehidupannya, walaupun energi yang diperlukannya relatif amat sangat kecil.
Karena itu dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi, para makhluk gaib disebut diciptakan-Nya dari 'cahaya' (para malaikat), 'api' (para iblis dan syaitan) dan 'api yang panas' (para jin), dan lebih umumnya lagi dari 'energi'. Dan segala zat ruh makhluk-Nya lainnya pada dasarnya juga diciptakan-Nya dari 'energi'.
Namun bagi makhluk hidup nyata (termasuk manusia) yang tubuh wadahnya jauh lebih kompleks, dan bisa tersusun dari milyaran sel (makhluk hidup nyata terkecil), justru memerlukan energi yang relatif amat besar.
• Tiap zat 'materi' memerlukan energi, agar bisa berinteraksi dengan materi lainnya, dan agar bisa berubah strukturnya.
• Segala zat 'ruh' makhluk ciptaan-Nya (para makhluk gaib, manusia, hewan, tumbuhan, sel, dsb) pada dasarnya memiliki kelengkapan (akal, hati, nafsu, dsb), sifat dan kemampuan yang persis 'sama'.
Namun perbedaan kelengkapan, sifat dan kemampuan dari segala sarana pada tubuh wadahnya masing-masing (benda mati sebagai tempat zat 'ruh' berada), yang telah mengakibatkan tiap makhluk bisa memiliki sifat-sifat yang berbeda pula.
Keberadaan dan interaksi dengan segala makhluk lain di sekitarnya, juga ikut mempengaruhi sifat-sifat tiap makhluk. Segala kemampuan tiap zat 'ruh' hanya bisa teraktualisasi atau terwujud nyata melalui tubuh wadahnya. Tubuh wadah hanya dikendalikan atau hanya tunduk kepada segala perintah ruhnya. Dan hakekat segala makhluk hanya terletak pada ruhnya.
• Tubuh manusia misalnya terdri dari tak-terhitung jumlah makhluk (ataupun ruh), yang saling berinteraksi secara harmonis, dan tersusun secara berhierarki. Dan pada puncak hierarkinya ada zat ruh manusianya sendiri sebagai pengendali paling utama.
Interaksi dan hierarki yang serupa juga terjadi pada segala benda mati.
• Tiap benda mati pada dasarnya juga suatu makhluk hidup (ada ruhnya), namun memiliki kemampuan yang paling terbatas, dan bahkan jauh lebih sederhana daripada sel.
Aturan bagi segala proses kejadian di alam semesta
• 'Di luar' proses penciptaan 'paling awal', atau proses keberadaan energi dan segala zat ciptaan-Nya (materi dan ruh), maka segala proses kejadian lainnya di alam semesta (termasuk segala proses penciptaan lainnya), pasti mengikuti sunatullah.
• Sunatullah bersifat 'mutlak' (pasti terjadi) dan 'kekal' (pasti konsisten).
• Sunatullah diciptakan ataupun ditetapkan-Nya saat sebelum awal penciptaan alam semesta, serta pasti tetap berlaku dan tidak berubah sampai akhir jaman.
• Sunatullah adalah salah-satu dari ketetapan atau ketentuan-Nya yang telah tercatat pada kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, yang sangat mulia dan agung.
• Sunatullah berupa segala aturan atau rumus proses kejadian (lahiriah dan batiniah), yang pasti mengatur segala zat ciptaan-Nya di alam semesta (zat materi ataupun ruh), dan berlaku sesuai segala keadaan lahiriah dan batiniah pada tiap zat ciptaan-Nya.
• Sunatullah juga biasa disebut sebagai hukum, aturan, ketetapan, ketentuan, kehendak ataupun perbuatan-Nya (Sunnah Allah). Serta sunatullah merupakan sifat-sifat Allah dalam berbuat segala hal di alam semesta (sifat dinamis-proses-perbuatan Allah).
Tentunya sunatullah, hukum atau aturan-Nya (bersifat memaksa dan pasti mengatur alam semesta) berbeda daripada segala 'hukum syariat' yang disampaikan oleh para nabi-Nya (bersifat tidak memaksa ataupun berupa anjuran-Nya, agar bisa mengatur umat-umat manusia yang mau beriman).
• Segala 'hukum alam' yang telah ditemukan secara amat obyektif oleh umat manusia di saat ini ataupun di masa mendatang, pada dasarnya hanya hasil pengungkapan dan perumusan atas sebagian amat sedikit dari aturan atau rumus pada sunatullah. Dan segala hukum alam hanya sunatullah pada aspek lahiriah-nyata-fisik saja.
Kerapatan materi di alam semesta
• Seluruh ruang tak-terbatas tempat alam semesta berada, pada awalnya hanya berupa suatu 'gas' yang terdiri dari segala materi 'terkecil', yang diciptakan dan disebarkan-Nya dengan kerapatan yang merata.
Namun pada sebagian ruang (berupa bola yang amat sangat kecil), yang berada di tengah-tengah ruang tak-terbatas itu, lalu diciptakan ataupun diberikan-Nya "energi awal alam semesta", yang seluruhnya berupa energi panas. Sehingga kerapatan materinya menjadi relatif terganggu atau berubah-ubah, khususnya pada bola ataupun pada daerah di sekeliling bola (dari adanya radiasi, ekspansi dan konveksi energi panas).
Seluruh ruang yang terpengaruh oleh "energi awal alam semesta", juga relatif tetap berupa bola, dengan ukuran yang lebih besar daripada bola semula di atas. Walaupun bola terakhir itu tetap amat sangat kecil dibanding seluruh luas ruang tak-terbatas. Dan bola terakhir itulah yang menjadi 'alam semesta' saat ini (definisi ke-1 di atas).
• Kerapatan 'rata-rata' seluruh materi 'terkecil' di alam semesta (daerah bertemperatur di atas nol mutlak), sama dengan kerapatan 'rata-rata' materi 'terkecil' di luar wilayah alam semesta (daerah bertemperatur nol mutlak).
Massa jenis 'rata-rata' seluruh materi di alam semesta, juga 'sama dengan' massa jenis 'rata-rata' seluruh materi di luarnya. Sehingga alam semesta pada dasarnya melayang relatif tanpa bergerak di tengah-tengah ruang tak-terbatas.
• Akibat dari adanya "energi awal alam semesta", sebagian besar dari materi 'terkecil' di alam semesta telah berubah bentuk menjadi segala materi-partikel-benda yang lebih kompleks, besar ataupun berat, seperti: partikel sub-atom, atom, molekul, butir benda, segala benda langit, dan bahkan 'pusat alam semesta'.
Sehingga ada sebagian wilayah di alam semesta, yang kerapatan 'rata-rata' seluruh materinya berada relatif di atas kerapatan semula (pada saat awal penciptaan alam semesta), sedang sebagian wilayah lainnya berkerapatan relatif di.bawahnya. Namun secara keseluruhan, kerapatan 'rata-rata' segala materi di alam semesta, tetap sama dengan kerapatan semula di atas.
• Alam semesta bukan berupa 'gelembung', karena massa jenis rata-rata seluruh materi di dalam suatu gelembung, relatif 'lebih kecil' daripada massa jenis rata-rata seluruh materi di luarnya. Juga alam semesta relatif akan terus bergerak-gerak dalam ruang tak-terbatas, jika berupa suatu 'gelembung'.
• Pada pemahaman yang amat ekstrim (berbeda dari pemahaman di atas), segala materi 'terkecil' justru dianggap tersusun relatif 'kontinu' (relatif tidak ada ruang kosong di antaranya), yang membentuk suatu medium 'superkonduktor' yang sebenarnya.
Segala materi-benda yang bisa tampak oleh manusia, justru dianggap sebagai sekumpulan besar materi 'terkecil' yang memiliki hubungan interaksi tertentu, terutama dari adanya energi. Gravitasi dan perpindahan materi (termasuk pada kecepatan cahaya), juga dianggap relatif tidak mengganggu kontinuitas materi 'terkecil'-nya.
Ruang vakum di alam semesta
• Jika diurut makin berkurang kesempurnaannya, maka ruang 'vakum' atau 'kosong' di alam semesta ataupun di luar wilayah alam semesta, antara-lain:
a. Ruang vakum yang sebenarnya dan paling sempurna (sama-sekali tanpa suatu materi di dalamnya). Ruang vakum ini hanya ada sebelum diciptakan-Nya alam semesta, dan meliputi seluruh ruang tak-terbatas tempat alam semesta berada.
b. Ruang vakum yang di dalamnya hanya terdiri dari materi-materi 'terkecil'. Saat sekarang ruang vakum ini hanya terdapat di luar wilayah ruang alam semesta, serta bertekanan dan bertemperatur nol mutlak.
c. Ruang vakum yang berupa ruang 'kosong' antar partikel sub-atom di dalam sistem suatu atom.
d. Ruang vakum di antariksa (khususnya ruang di tengah-tengah ruang antar benda langit). Ruang vakum ini relatif makin sempurna, jika jarak antar benda langitnya makin jauh (terutama ruang antar galaksi ataupun antar kelompok galaksi).
e. Ruang vakum buatan manusia (ruang yang bertekanan di bawah 1 Atm). Dsb.
• Saat sekarang di alam semesta ataupun di luar wilayah alam semesta, ruang vakum atau 'kosong' yang sebenarnya (sama-sekali tanpa sesuatu materi di dalamnya), pada dasarnya telah tidak ada lagi. Sekali lagi, ruang vakum semacam ini hanya ada pada saat sebelum diciptakan-Nya alam semesta.
Ruang vakum yang paling sempurna saat sekarang, terdapat 'di luar' wilayah alam semesta, yang bertekanan dan bertemperatur nol mutlak (poin b di atas). Sedang ruang vakum yang paling sempurna saat sekarang di alam semesta, berupa ruang 'kosong' antar partikel sub-atom di dalam sistem suatu atom (poin c di atas).
Penciptaan atau pembentukan alam semesta
• Proses penciptaan 'paling awal' berlangsung relatif amat cepat, bersamaan ataupun sekaligus seluruhnya, yaitu:
1. Segala zat materi 'terkecil', sebagai penyusun segala benda mati.
2. Segala zat 'ruh', sebagai penyusun segala kehidupan makhluk.
3. 'Energi awal alam semesta', sebagai energi panas penggerak berjalannya seluruh alam semesta sampai saat paling akhirnya ('akhir jaman').
Baca pula uraian selengkapnya pada penjelasan berikut di bawah, tentang proses penciptaan alam semesta, sejak saat paling awalnya sampai saat paling akhirnya.
• Segala materi, ruh dan energi di alam semesta hanya diciptakan-Nya 'sekali' saja. Sedang segala proses penciptaan selanjutnya hanya berdasar dari hasil interaksi antar materi dan materi, materi dan ruh, serta antar ruh dan ruh, yang telah ada tersebut, dengan mengikuti aturan-Nya (sunatullah). Segala interaksi itu didukung oleh energi.
• Materi dan energi khususnya hanya berubah-ubah bentuknya, dari hasil interaksi antar materi dan hasil perubahan struktur materinya.
Sedang tiap 'zat' ruh dan elemen-elemennya sama-sekali tidak berubah. Hal yang berubah-ubah hanya segala 'keadaan batiniah' ruhnya (segala informasi batiniahnya).
• Segala benda di seluruh alam semesta hanya terbentuk dari hasil interaksi antar materi dan perubahan struktur materi (penggabungan ataupun pemisahan).
• Segala benda memiliki segala hierarki bentuk, dari yang paling sederhana sampai paling kompleks (materi 'terkecil', sistem sub-atom, sistem atom, sistem planet, sistem bintang, sistem galaksi, sistem kelompok galaksi, dan sistem alam semesta), yang terbentuk berdasar sifat-sifat 'materi' ataupun 'struktur materi' penyusunnya.
• Secara umum, bentuk dan sifat segala benda langit hanya tergantung kepada ukuran, massa dan gravitasi inti-pusat-nukleusnya, yang tersusun dari partikel-partikel yang relatif paling besar massa jenisnya.
Sedang segala partikel lainnya (bermassa jenis jauh lebih ringan) pada dasarnya memang tersebar di alam semesta, secara 'homogen' (seragam) dan 'isotropi' (merata). Sehingga partikel-partikel inipun kurang berperan atas bentuk dan sifat segala benda langit (relatif hanya berperan mengubah-ubah ukuran benda langitnya saja).
Bentuk awal dan akhir alam semesta
• Alam semesta berbentuk awal berupa suatu 'titik' sinar ("sinar alam semesta"), yang amat sangat terang dan meliputi seluruh alam semesta. Sedang seluruh wilayah alam semesta itu sendiri hanya berupa suatu 'titik' di dalam ruang 'tak-terbatas'.
Bentuk paling awal ini bisa terjadi, karena segala materi 'terkecil' dalam wilayah alam semesta, telah diberikan-Nya "energi awal alam semesta" yang amat sangat panas, dan menjadikan segala materi 'terkecil' itu berpijar dan bergerak relatif amat sangat cepat. Juga bergerak secara acak ke segala arah, akibat saling bertumbukannya antar materi 'terkecil' itu.
Tentunya "sinar alam semesta" paling awal ini belum bisa tampak oleh segala peralatan ataupun segala alat indera manusia (jika manusia diibaratkan telah ada saat itu). Namun "sinar alam semesta" mulai bisa tampak setelah terbentuknya partikel-partikel sub-atom di seluruh alam semesta (terutama berupa partikel-partikel photon).
• Alam semesta berbentuk akhir berupa suatu keadaan 'kegelapan', yang amat sangat gelap dan dingin, walaupun masih berada 'di atas' temperatur nol mutlak.
Bentuk paling akhir ini bisa terjadi, karena "energi awal alam semesta" yang pada awalnya hanya berupa energi panas, hampir seluruhnya telah berubah bentuk menjadi segala bentuk energi lainnya (khususnya energi kinetik, energi potensial dan energi elektromagnet pada seluruh benda langit). Dan hampir tidak ada lagi pancaran energi atau perpindahan materi antar benda langit.
Segala bintang dan quarsar khususnya telah tidak lagi bersinar, serta seluruhnya telah berubah bentuk menjadi 'black hole' ataupun bintang neutron, yang bergerak revolusi dan rotasi dalam keadaan yang paling stabil.
Baca uraian selengkapnya pada tabel berikut di bawah, tentang bentuk alam semesta, sejak saat paling awalnya sampai saat paling akhirnya.
Siklus alam semesta
• Alam semesta tidak mengalami siklus ataupun tidak berosilasi.
• Penciptaan alam semesta hanya berlangsung searah dan tanpa siklus, dari berupa sinar yang amat sangat terang ("sinar alam semesta" atau 'big light'), menuju ke keadaan paling akhirnya pada jaman 'kegelapan'.
Perluasan atau ekspansi alam semesta
• Alam semesta berekspansi secara terbatas (suatu saat pasti berhenti), seragam, stabil, thermal dan kinematik, tanpa melalui inflasi. Serta alam semesta tidak pernah berkontraksi (berkurang luasnya).
• Proses ekspansi alam semesta terjadi dalam 2 tahap, yang relatif berurutan, yaitu: tahapan sebelum terbentuknya segala formasi kelompok benda langit (khususnya sebelum terbentuknya 'pusat alam semesta') dan diikuti oleh tahapan setelahnya.
Kedua tahapan ini relatif berbeda sifat dan prosesnya. Pada tahapan pertama, terjadi atas keseluruhan sistem alam semesta (seluruh alam semesta makin meluas), khususnya terjadi karena pergerakan acak segala materi ataupun benda langit.
Sedang pada tahapan kedua, hanya ada terjadi pergerakan saling menjauh antar benda-benda langit penyusun alam semesta (seluruh alam semesta justru tidak berubah luasnya, karena luas ruang wilayah pengaruh medan gravitasi 'pusat alam semesta' memang relatif tidak berubah).
Pergerakan saling menjauh itu sendiri bisa terjadi, karena makin berkurangnya ukuran, massa dan gravitasi benda-benda langit (dari adanya pancaran dan perpindahan materinya). Sehingga tiap benda langit relatif makin menjauh dari benda langit pusat orbitnya masing-masing.
Dan pada tahapan kedua ini, sejak dari awal terjadinya pergerakan saling menjauh antar benda-benda langit, sampai berhentinya pergerakan saling menjauh tersebut, segala benda langit justru masih tetap berada dalam wilayah pengaruh medan gravitasi 'pusat alam semesta'.
• Proses ekspansi alam semesta tahapan pertama berlangsung sejak awal penciptaannya. Dan ekpansi tahapan kedua berhenti saat jaman kegelapan (saat ukuran dan gerakan revolusi segala benda langit telah paling stabil).
Pada jaman kegelapan itu pula segala benda langit relatif telah tidak berubah-ubah lagi ukuran, massa dan gravitasinya, karena relatif telah tidak terjadi lagi pancaran dan perpindahan materi atau energi antar benda langit (segala bintang dan quasar khususnya telah tidak bersinar lagi).
• Ekspansi alam semesta tahapan kedua bukan berpusat pada 'satu' titik (seperti halnya menurut teori 'big bang'), tetapi pada 'banyak' titik (pusat-pusat benda langit, seperti: bintang, pusat galaksi, pusat kelompok galaksi, ataupun 'pusat alam semesta').
• Kedua tahapan ekspansi alam semesta (percepatan ataupun perlambatannya) tidak berlangsung statis, ataupun tidak mengikuti suatu pola tertentu yang cukup sederhana. Tetapi justru cukup rumit mengikuti pergerakan acak materi ataupun benda langit (ekspansi tahapan pertama), dan juga mengikuti perubahan ukuran, massa dan gravitasi benda-benda langit (ekspansi tahapan kedua).
Sehingga ekspansi alam semesta 'teramati' bukan hanya berupa ekspansi sesuatu bidang 'datar' ataupun berupa ekspansi secara radial (bola yang mengembang).
Umur alam semesta
• Alam semesta umurnya relatif terbatas (fana).
Namun setelah mencapai keadaan paling akhirnya (keadaan kegelapan), jika dikehendaki-Nya, maka alam semesta juga bisa bersifat kekal dalam keadaan kegelapan tersebut (tidak dimusnahkan atau dihancurkan-Nya).
• Alam semesta umurnya belum bisa diketahui (sampai saat ini ataupun sampai 'akhir jaman'). Karena penciptaan alam semesta tidak berlangsung dengan mengikuti suatu pola tertentu yang cukup sederhana, tetapi berlangsung berdasarkan interaksi secara relatif 'acak' antar tiap materi dan materi-materi di dekatnya.
• Penentuan umur alam semesta pada dasarnya tidak sederhana, seperti halnya menurut teori 'big bang' (ekspansi alam semesta hanya berawal dari sesuatu titik pusat 'big bang', yang berupa suatu bola yang amat sangat besar, panas dan padat).
Sedang proses ekspansinya sendiri dianggap mengikuti suatu pola kurva eksponensial tertentu. Di mana pada awal 'big bang', ekspansi berlangsung amat sangat cepat (terdapat singularitas), selalu mengalami percepatan dan berlangsung selamanya.
Dan jika kurva itu dikaitkan dengan laju percepatan ekspansi saat sekarang, serta jarak antara Bumi dan titik pusat 'big bang', maka menurut teori 'big bang', umur alam semesta sampai saat ini dianggap telah mencapai sekitar 13,7 milyar tahun.
• Menurut pemahaman di sini (menurut teori 'big light'), umur alam semesta sampai saat ini justru kemungkinan besar dianggap bisa jauh lebih besar daripada 13,7 milyar tahun. Karena proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big light', relatif lebih rumit daripada teori 'big bang' dan juga seluruhnya hanya berasal dari materi 'terkecil'.
Namun begitu, teori dan konsep pendukung bagi teori 'big light' justru relatif jauh lebih sederhana, khususnya karena tidak memakai teori dan konsep, seperti: 'energi gelap', 'materi gelap', 'materi yang hilang', 'inflasi', 'energi vakum', dsb., yang justru masih misterius, belum terbukti ataupun amat diragukan kebenarannya.
Kehidupan di alam semesta
• Secara teoritis, Bumi hanyalah salah-satu dari amat sangat banyak jumlah segala sistem planet pada segala sistem bintang, yang bisa memungkinkan terjadinya kehidupan makhluk-Nya (khususnya makhluk tingkat tinggi seperti halnya manusia).
Makhluk-makhluk tingkat rendah sampai tingkat tinggi di angkasa luar, secara teoritis pada dasarnya bisa terjadi, dan bentuknya juga serupa seperti halnya segala makhluk di Bumi, karena segala zat materi dan zat ruh di alam semesta, pada dasarnya memang bercampur-baur secara relatif homogen (seragam) dan isotropik (merata).
Dan makhluk-makhluk angkasa luar ini tentunya relatif amat berbeda daripada berbagai gambaran dari film dan cerita fiksi ilmiah, yang bentuknya relatif amat aneh dan tidak ada di Bumi.
• Bumi dan Surga amat berbeda, masing-masing berada pada alam yang juga berbeda, yaitu pada alam nyata-lahiriah-dunia dan pada alam gaib-batiniah-akhirat.
Lebih jelasnya kehidupan makhluk di Bumi (di dunia), adalah kehidupan lahiriah makhluk setelah zat ruhnya ditiupkan-Nya ke benih dasar tubuh wadah lahiriahnya di dunia, sampai zat ruhnya dicabut, diangkat atau dibangkitkan-Nya dari tubuhnya, pada saat kematiannya (Hari Kiamat kecil).
Sedang kehidupan makhluk di Surga (ataupun di Neraka), adalah kehidupan batiniah ruh pada tiap zat makhluk (kehidupan akhiratnya), yang relatif bersih dari dosa (Surga), ataupun yang relatif banyak mengandung dosa-dosa besar (Neraka).
• Sementara pada awalnya diciptakan-Nya, segala zat ruh masih suci-murni dan bersih dari dosa. Sehingga disebut dalam Al-Qur'an, bahwa Adam, para malaikat dan bahkan para iblis, pada awalnya masih tinggal di Surga. Dan Adam dan iblis khususnya, lalu terusir dari Surga, tepat setelah masing-masing telah melakukan dosa pertamanya.
Kehidupan akhirat tiap makhluk justru telah berlangsung sejak zat ruhnya diciptakan-Nya, dan tetap berlangsung kekal bahkan setelah akhir jaman, kecuali jika suatu saat dikehendaki-Nya, segala zat ciptaan-Nya justru dimusnahkan atau dihancurkan-Nya.
• Penciptaan alam semesta dan kehidupan segala makhluk di dalamnya pada dasarnya bertujuan utama, sebagai sarana bagi Allah untuk bisa menguji keimanan tiap makhluk ciptaan-Nya, khususnya dalam menjaga kesucian ataupun kemurnian segala keadaan batiniah ruhnya.
• Setelah berakhirnya kehidupan lahiriah tiap makhluk di dunia fana ini, maka zat ruhnya pasti akan kembali ke hadapan 'Arsy-Nya, untuk mempertanggung-jawabkan segala amal-perbuatannya di dunia, berdasarkan tugas atau amanatnya masing-masing yang telah diberikan-Nya.
Segala amal-perbuatan tiap makhluk di dunia, pada dasarnya pasti mengubah, membentuk atau membangun segala keadaan batiniah ruhnya, yang akan tetap kekal setelah zat ruhnya kembali ke hadapan-Nya, untuk 'tinggal' di Surga ataupun di Neraka.
• Surga dan Neraka ada banyak (sesuai dengan jumlah zat ruh ciptaan-Nya). Karena Surga dan Neraka adalah keadaan batiniah pada masing-masing zat ruh (sesuai dengan tugas yang diberikan-Nya dan segala amal-perbuatannya masing-masing).
Lebih jelasnya lagi, Surga dan Neraka sejumlah segala amal-perbuatan segala makhluk. Sedang Surga dan Neraka yang disebut dalam Al-Qur'an, biasanya berupa suatu hasil 'rangkuman' dan contoh perumpamaan atas segala keadaan batiniah ruh.
Kehidupan akhirat tiap makhluk di dunia, biasa disebut sebagai 'Surga kecil' (beban dosa) ataupun 'Neraka kecil' (pahala-Nya). Manusia memang relatif kurang bisa memahami kehidupan akhiratnya sendiri, terutama karena manusia memang relatif cenderung melalaikannya, akibat relatif sangat disibukkan oleh kehidupan dunianya.
Disebut pula dalam Al-Qur'an, bahwa kehidupan akhirat tiap makhluk akan 'disempurnakan-Nya' di Hari Kiamat kecil (saat kematian tiap makhluk), karena segala kesibukan duniawinya memang telah berakhir, dan ia telah benar-benar bisa memahami kehidupan akhirat yang sebenarnya, yang telah dibangunnya selama di dunia fana ini.
Pemahaman inipun tentunya diperoleh setelah dituntun oleh para malaikat Rakid dan 'Atid, yang justru ikut serta menulis atau mencatat segala catatan amalannya.
• Kehidupan manusia di Surga ataupun di Neraka, relatif serupa halnya dengan kehidupan para malaikat ataupun para iblis di alam ruh atau alam arwah. Bahkan penghuni Surga juga terdiri dari para malaikat, sedang penghuni Neraka juga terdiri dari para iblis, syaitan dan jin.
Baca pula topik "Benda mati gaib", tentang wujud kehidupan manusia di akhirat setelah Hari Kiamat.
Sehingga kehidupan manusia di Surga dan di Neraka yang disebut dalam Al-Qur'an, yang seolah-olah serupa kehidupan duniawi, justru pada dasarnya hanya sebagai suatu contoh-perumpamaan simbolik saja (bukan fakta-kenyataan yang sebenarnya).
"Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa, ialah (seperti taman yang) mengalir sungai-sungai di dalamnya, (pohon-pohon yang) buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (meneduhkan). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertaqwa. Sedang tempat kesudahan bagi orang-orang yang kafir ialah neraka." − (QS.13:35) dan (QS.47:15).
Berakhirnya alam semesta ('akhir jaman')
• Serupa halnya yang disebut dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' bagi kehidupan makhluk di Bumi ini, bisa terjadi pada: (tahapan selengkapnya pada tabel berikut di bawah)
a. Jaman perluasan (ekspansi alam semesta)
'Akhir jaman' bisa terjadi pada jaman ini, jika selama pergerakan saling menjauhnya antar benda langit, terjadi pergeseran yang cukup ekstrim atas lintasan revolusi Bumi dan benda-benda langit di sekitarnya (termasuk Bulan). Sehingga Bumi bisa bertumbukan dengan benda-benda langit tersebut, ataupun hanya dilintasinya dengan relatif amat dekat.
Dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' inipun disebut, seperti:
~ "Gunung-gunung dihancurkan" (pada QS.77:10, QS.81:3 dan QS.69:14).
~ "Bumi diratakan" (pada QS.84:3).
~ "Bulan terbelah" (pada QS.54:1).
~ "Lautan meluap" (pada QS.82:3).
~ "Lautan dipanaskan" (pada QS.81:6).
b.
Jaman 'supernova' (langit 'terbelah')
'Akhir jaman' bisa terjadi pada jaman ini, terutama jika bintang-bintang di dalam sistem galaksi Bima sakti (termasuk Matahari), telah banyak yang mengalami Supernova ataupun Nova (ledakan hebat pada bintang-bintang). Maka pada berbagai saat, dari Bumi juga akan bisa terlihat langit yang seolah-olah terbelah, terpecah atau terbakar oleh ledakan hebat, serta relatif penuh dengan kabut dan debu.
Dan tentunya jika Matahari telah meledak, maka Bumi relatif telah tidak lagi memiliki sumber energi utama bagi segala kehidupan makhluk di dalamnya.
Dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' inipun disebut, seperti:
~ "Langit pecah-belah, terbakar, mengeluarkan kabut ataupun menjadi lemah" (pada QS.25:25, QS.73:18, QS.55:37, QS.77:9, QS.82:1, QS.84:1 dan QS.69:16).
~ "Bintang-bintang berjatuhan" (pada QS.81:2 dan QS.82:2).
c. Jaman 'black hole' ('kematian' benda langit) dan jaman kegelapan ('kematian' alam semesta)
Serupa halnya dengan 'akhir jaman' pada jaman 'supernova' di atas, jika Matahari telah meledak dan berubah menjadi 'black hole' ataupun bintang neutron, maka Bumi relatif telah tidak lagi memiliki sumber energi utama bagi segala kehidupan makhluk di dalamnya.
Dalam Al-Qur'an, 'akhir jaman' inipun disebut, seperti:
~ "Langit digulung ataupun dilenyapkan " (pada QS.21:104 dan QS.81:11).
~ "Matahari dan bintang-bintang digulung ataupun dihapuskan" (pada QS.81:1 dan QS.77:8).
~ "Bulan dan matahari kehilangan cahayanya" (pada QS.75:8-9).
Hal-hal lain
• Alam semesta bersifat relatif 'homogen' dan 'isotropi'.
Lebih jelasnya, alam semesta terlihat relatif sama dari segala lokasi (homogen, serba-sama atau seragam), dan dari segala arah (isotropi atau merata).
Kedua hal ini diketahui sebagai prinsip-prinsip kosmologi yang paling utama.
• Secara umum, sejak awal penciptaannya alam semesta bersifat 'amat dinamis', tetapi saat terakhirnya (jaman kegelapan), alam semesta justru bersifat relatif 'amat statis'.
• 'Ruang dan waktu' pada dasarnya tidak berkembang ataupun tidak berubah-ubah, hanya tergantung referensi, pengukur dan alat ukurnya.
Sehingga teori relativitas 'ruang dan waktu' pada dasarnya hanya suatu hasil kesalahan, kekeliruan atau keterbatasan pada model dan formula matematis buatan manusia.
• 'Temperatur nol mutlak' (yang disebut-sebut di atas), adalah temperatur nol mutlak yang sebenarnya dalam sesuatu sistem, yang terjadi pada saat segala materi di dalamnya (bahkan termasuk segala partikel sub-atom dan segala materi 'terkecil'-nya), justru relatif tidak bergerak sama-sekali.
Sehingga 'temperatur nol mutlak' inipun relatif berbeda daripada temperatur nol mutlak menurut skala Kelvin, yang tinjauannya masih berada pada tingkat molekul atau atom.
Dan 'temperatur nol mutlak' hanya terjadi dalam ruang tak-terbatas, relatif jauh di luar ruang wilayah alam semesta (di luar pengaruh 'pusat alam semesta')
Proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big light' ("sinar alam semesta")
Keadaan sebelum penciptaan
Hanya keadaan 'ketiadaan' (hanya ruang tak-terbatas yang kosong atau hampa sama sekali, tanpa ada sesuatupun materi ataupun zat ciptaan-Nya di dalamnya). Dan semata-mata hanya ada Zat Allah, Yang Maha Esa, Maha pencipta, Maha awal dan Maha kekal.
Namun sebelum peristiwa 'big light' (sebelum penciptaan alam semesta), telah diciptakan-Nya terlebih dahulu segala ketetapan atau ketentuan-Nya bagi alam semesta (ciptaan-Nya yang berupa non zat, termasuk aturan-Nya atau sunatullah). Dan semuanya telah tercatat pada kitab mulia (Lauh Mahfuzh) di sisi 'Arsy-Nya, yang sangat mulia dan agung.
Tahapan proses penciptaan
1. Jaman pencipt (awal keberadaan materi, ruh dan energi)
Pada saat paling awal diciptakan-Nya relatif singkat, bersamaan dan sekaligus:
a. Tak-terhitung jumlah materi yang paling kecil, ringan dan sederhana (atau disebut materi 'terkecil'), sebagai zat yang paling dasar penyusun segala jenis benda mati, sekaligus sebagai materi pembawa unit energi terkecil.
b. Tak-terhitung jumlah zat ruh, sebagai zat yang paling dasar penyusun kehidupan segala jenis zat makhluk-Nya ataupun segala jenis zat ciptaan-Nya. Zat-zat ruh ini sekaligus pula ditiupkan-Nya ke 'tiap' materi 'terkecil' di atas.
Dan hal inilah bentuk paling dasar dari "proses ditiupkan-Nya zat ruh". Sedang segala proses peniupan berikutnya yang disebut-sebut dalam kitab suci Al-Qur'an pada dasarnya berupa "proses ditiupkan-Nya zat ruh (beserta zat materi 'terkecil' yang terkait), ke 'benih' tubuh wadah suatu makhluk hidup nyata".
c. "Energi awal alam semesta", sebagai energi panas pemicu tercipta dan berjalannya seluruh alam semesta, sampai saat terakhirnya (biasa disebut 'akhir jaman'). "Energi awal alam semesta" inilah yang telah menghidupkan atau menggerakkan 'sebagian dari' seluruh zat ruh (hanyalah zat-zat ruh yang kira-kira berada dalam wilayah ruang alam semesta saat ini).
Sehingga zat-zat ruh (terutama zat-zat ruh para makhluk hidup gaib) juga biasa disebut "diciptakan-Nya dari 'cahaya', 'api' dan 'api yang panas'" (lebih umumnya lagi dari 'energi').
Proses lebih jelasnya, diduga segala materi 'terkecil' diciptakan-Nya tersusun merata di seluruh ruang tempat alam semesta berada (ruang tak-terbatas, yang telah terjangkau ataupun belum oleh manusia). Sedang ruang yang telah terpakai oleh alam semesta saat ini hanyalah sebagian amat sangat kecil, daripada seluruh volume ruang tak-terbatas itu. Sehingga seluruh ruang tak-terbatas ini pada awalnya terisi oleh semacam gas (bukan gas dari atom-atom gas, namun gas dari segala materi 'terkecil'), yang amat sangat ringan, transparan, gelap dan dingin (suhu nol mutlak sebenarnya, atau sama sekali tidak ada materi 'terkecil' yang bergerak).
Lalu pada sebagian amat sangat sedikit daripada seluruh materi 'terkecil' itu (hanya sebagian yang ikut menyusun seluruh alam semesta saat ini), diberikan-Nya energi panas untuk bisa bergerak ("energi awal alam semesta"). Segala materi 'terkecil' yang digerakkan-Nya ini tersusun berupa suatu bola gas raksasa (walau tetap hanya berupa suatu titik amat sangat kecil, jika dibanding seluruh ruang tak-terbatasnya).
Tentunya pemberian energi terfokus atau dimulai dari titik pusat bola gas raksasa itu (materi-materi 'terkecil' pada pusatnya paling panas dan paling cepat gerakannya). Sedang makin menjauh dari titik pusat bola gas, sampai ke permukaannya, materi-materi 'terkecil'-nya makin kecil energi panasnya ataupun makin lambat gerakannya. Dan daerah sekitar 'pusat' bola gas raksasa itulah yang menjadi tempat terbentuk dan beradanya sesuatu benda langit, yang disebut di sini sebagai "pusat alam semesta".
Seluruh alam semesta pada dasarnya tetap mengambang atau melayang relatif 'tanpa bergerak' di tengah-tengah seluruh materi 'terkecil' dalam ruang tak-terbatas, bahkan walaupun telah dipanasi-Nya (tetap tidak bergerak dan menguap ke luar).
Dengan adaya "energi awal alam semesta" itu, seluruh materi 'terkecil' penyusun seluruh alam semesta saat ini, menjadi berpijar dengan amat sangat panas dan juga bergerak amat sangat bebas secara acak. Namun bentuk alam semesta sama sekali belum tampak (sinar pijaran dari seluruh materi 'terkecil' mustahil bisa ditangkap oleh segala alat dan indera manusia, jika 'diibaratkan' manusia telah ada saat itu).
Sehingga "sinar alam semesta" atau 'big light' pada dasarnya telah ada terjadi saat paling awal proses penciptaan alam semesta ini, namun belum tampak.
Sejak setelah proses penciptaan 'pertama' di atas, segala proses penciptaan selanjutnya pasti mengikuti sunatullah (segala aturan atau rumus proses kejadian yang 'pasti' dan 'jelas', ataupun bersifat 'mutlak' dan 'kekal').
Dan tentunya "energi awal alam semesta" yang bentuk awalnya hanya berupa energi panas, sampai akhir jaman jumlah total 'energi'-nya tetap tidak berubah, namun secara perlahan-lahan terus-menerus berubah menjadi segala bentuk energi lainnya (energi potensial atau energi gravitasi, energi thermal atau energi dalam, energi suara, energi pegas, energi elektromagnetik, dsb). Sedang energi panas itu sendiri pada dasarnya sebanding dengan energi kinetik atau energi gerak rata-rata, dari seluruh partikel dalam suatu sistem tertentu yang ditinjau.
Maka alam semesta dan segala proses di dalamnya (termasuk proses-proses di bawah secara terurut), pada dasarnya terus-menerus makin mendingin, sampai pada tingkat kestabilan tertentu di akhir jaman (baca pula proses terakhir di bawah). Dan saat awalnya segala benda langit masih bersatu-padu berupa segala materi 'terkecil'.
"Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui, bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya (masing-masing dibentuk-Nya). …" − (QS.21:30).
2. Jaman sub-atom (penampakan "sinar alam semesta")
Dengan saling bergerak amat sangat cepat, bebas dan acak, materi-materi 'terkecil' juga saling bertumbukan dan berreaksi. Sehingga mulai terbentuk berbagai partikel sub-atom atau partikel dasar, seperti: quark, elektron, photon dan neutrino. Lalu proton dan neutron juga mulai terbentuk. Partikel-partikel yang baru terbentuk ini juga tetap bergerak relatif amat sangat cepat, bebas dan acak.
Segala reaksi penggabungan partikel-partikel sub-atomik yang lebih kecil (bahkan termasuk dari materi-materi 'terkecil'), menjadi partikel-partikel sub-atomik yang lebih besar di atas, pada dasarnya juga "reaksi fusi nuklir" dalam pengertiannya yang lebih luas. Sehingga "reaksi fusi nuklir" bukan hanya sekedar reaksi penggabungan antara partikel-partikel inti atom saja (proton dan neutron), yang lebih umum dikenal, karena penggabungan partikel-partikel sub-atomik yang lebih kecil justru juga menghasilkan efek-efek yang serupa (hanya berbeda-beda tingkat energi yang dihasilkan).
Saat inilah keseluruhan alam semesta mulai bisa tampak, dalam bentuk suatu sinar yang amat sangat panas, terang, putih dan merata ("sinar alam semesta" atau 'big light'). 'Big light' ini terjadi karena sebagian dari "energi awal alam semesta" telah berubah bentuk menjadi energi hasil tak-terhitung jumlah reaksi fusi nuklir (reaksi penggabungan partikel-partikel sub-atomik), serupa halnya dengan energi panas radiasi sinar Matahari saat ini, namun justru terjadi di 'seluruh' alam semesta.
Sehingga 'big light' ini pada dasarnya berlangsung relatif cukup lama (diduga selama ribuan tahun), terutama sejalan dengan proses pembentukan photon, sampai relatif hampir tidak ada lagi photon bebas (relatif seluruhnya telah menyatu ke dalam segala sistem atom). Padahal diketahui, bahwa definisi umum dari 'sinar atau cahaya' itu sendiri adalah pancaran-emisi dari paket-paket kecil materi yang berupa 'photon'.
Di mana 'big light' sejak bentuk awalnya yang belum tampak, lalu mulai tampak setelah terbentuknya photon-photon dan terus-menerus makin terang, sampai saat tingkat tertinggi jumlah emisi photon, lalu perlahan-lahan makin meredup kembali sinarnya. Lebih tepatnya, sinarnya makin terfokus pada berbagai titik tertentu saja di seluruh alam semesta. Dan titik-titik fokus ini bukan titik-titik yang diam di tempat, namun terus-menerus bergerak dengan relatif amat cepat, bebas dan acak.
3. Jaman atom (pembentukan elemen purba)
Dengan makin mendinginnya alam semesta, tak-terhitung jumlah proton dan neutron bersama-sama membentuk inti-pusat-nukleus dari elemen-elemen sederhana, seperti atom-atom gas Hidrogen dan gas Helium.
Melalui reaksi fusi nuklir yang terus-menerus, sebagian dari elemen-elemen sederhana itu berubah menjadi berbagai jenis atom yang lebih berat, sampai membentuk atom-atom 'pusat' (atom-atom yang relatif amat sangat besar massa jenis, gravitasi dan titik leburnya). Namun seluruh atom itu masih berbentuk berupa atom gas, yang juga bergerak relatif amat cepat, bebas dan acak, karena masih amat sangat panas.
4. Jaman inti-pusat (pembentukan "kabut alam semesta")
Atom-atom 'pusat' itu menjadi cikal-bakal pembentukan seluruh benda langit di alam semesta. Bersama dengan makin mendinginnya alam semesta, atom-atom 'pusat' itulah yang pertama-tama paling cepat berubah bentuk menjadi 'padat' dan paling stabil, namun masih amat panas. Lalu dengan massa dan gravitasinya yang relatif amat sangat besar, atom-atom 'pusat' itupun mulai membentuk alam semesta, menjadi kantung-kantung kecil gas, asap atau kabut panas, yang terus-menerus bergerak cukup cepat, bebas dan acak (tidak lagi berupa sinar yang amat terang dan merata).
Atom-atom 'pusat' juga terus-menerus bertumbukan dan berreaksi dengan atom-atom 'pusat' lainnya di dekatnya, untuk membentuk molekul, butir ataupun benda inti-pusat bagi segala benda langit. Sehingga masing-masing kantung gas atau kabut panas makin lama makin membesar, yang di tengahnya terdapat bola-bola api yang berukuran relatif kecil, yang juga makin membesar. Seluruh alam semesta pada saat ini banyak dipenuhi oleh bola-bola api semacam ini, yang bergerak relatif cepat, bebas dan acak. Dan secara umum, segala benda langit masih berupa asap atau kabut.
"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku (masing-masing dihadirkan atau dibentuk-Nya), dengan suka hati atau terpaksa'. Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati'." − (QS.41:11).
5. Jaman bola api (pembentukan benda langit)
Sejalan dengan makin mendinginnya alam semesta, dan telah terbentuknya inti-pusat benda-benda langit, sebagian dari atom dan molekul gas di sekeliling inti-pusat itu bisa berubah bentuk menjadi 'padat', dan tertarik oleh gravitasi inti-pusat benda langitnya masing-masing, sehingga ukuran tiap benda langitnya juga makin membesar.
Bentuk awal dari hampir seluruh satelit, planet, bintang, pusat galaksi, dsb, terbentuk pada jaman ini, dan umumnya masih berbentuk berupa bola-bola api. Tentunya hal ini relatif tidak berlaku pada benda-benda langit yang terbentuk jauh 'belakangan' (seperti: komet, meteor, asteroid, debu antariksa, dsb), yang berasal dari reruntuhan sisa hasil tabrakan antar benda-benda langit.
Sementara di lain pihak, segala tabrakan antar bola-bola api itu sendiri justru relatif tidak menimbulkan reruntuhan, bahkan 'menyatu' membentuk bola-bola api yang lebih besar. Terutama karena bola-bola api itu sebagian besarnya tersusun dari materi inti-pusat, yang massa jenis dan gaya gravitasinya memang relatif amat sangat besar.
Namun ada anggapan yang relatif keliru tentang pembentukan benda langit, termasuk yang terkait dengan teori 'big bang'. Karena pada teori 'big bang', peranan inti-pusat benda-benda langit relatif kurang diperhatikan, dari anggapannya seperti "pembentukan satelit dan planet berawal dari kabut di sekeliling bintang induknya, ataupun pembentukan bintang berukuran kecil berawal dari kabut hasil Supernova pada bintang berukuran besar".
Padahal benih dasar bagi pembentukan segala benda langit (inti-pusatnya), justru telah terbentuk jauh sebelumnya (ketika awal penciptaan alam semesta). Karena materi-materi inti-pusat yang bermassa relatif amat sangat berat itu, justru hanya bisa terbentuk ketika tingkat energi panas masih amat sangat tinggi. Adapun kabut di sekeliling bintang ataupun kabut hasil Supernova pada dasarnya hanya makin menambah ukuran benda langit, yang 'melintas' di dekat kabut-kabut tersebut. Terutama lagi karena kabut-kabut itu sendiri hanya terdiri dari materi-materi yang relatif amat ringan saja (bukan materi-materi penyusun inti-pusat benda langit).
Pada akhirnya proses pembentukan segala benda langit berukuran relatif besar (satelit, planet, bintang, pusat galaksi, dsb), memang sangat tergantung kepada jenis materi penyusun dan ukuran inti-pusatnya (lebih ringkasnya, tergantung kepada berat inti-pusatnya), di samping itu juga tergantung kepada hasil interaksi antar benda langit di dekatnya. Dan berat inti-pusat dan interaksi antar benda langit inilah yang relatif paling menentukan hampir seluruh sifat suatu benda langit (ukuran dan berat keseluruhan, medan gravitasi dan medan magnetik, bentuk, formasi dan pergerakan, umur dan keaktifan, kilauan cahaya, dsb).
Sedang segala jenis materi lainnya penyusun suatu benda langit (dari materi di sekeliling inti-pusatnya, sampai materi di atmosfirnya), justru relatif hanya mengikuti sifat-sifat inti-pusatnya. Termasuk karena segala jenis materi di seluruh alam semesta justru tersebar secara homogen (relatif seragam) dan isotropi (relatif merata).
"Sesungguhnya, Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang," − (QS.37:6) dan (QS.67:5, QS.41:12, QS.86:3).
"Tidakkah kamu perhatikan, bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat." dan "Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya, dan menjadikan matahari sebagai pelita." − (QS.71:15-16) dan (QS.78:12-13).
6. Jaman interaksi (tabrakan antar benda langit)
Namun bersamaan dengan proses pembentukannya, justru masing-masing benda langit juga masih bergerak dengan relatif bebas dan acak. Sehingga didukung paling utamanya oleh interaksi medan gravitasinya, benda-benda langit yang masih berbentuk bola-bola api itu justru amat banyak yang saling bertabrakan.
Dengan tingkat energi yang masih tinggi pada jaman ini, ataupun umur benda-benda langit yang masih relatif muda, maka benda-benda langit itu sebagian besarnya masih tersusun dari materi inti-pusat, yang massa jenis dan gravitasinya memang relatif amat sangat besar. Sehingga segala tabrakan antar benda-benda langit pada jaman ini relatif hampir tidak menimbulkan reruntuhan, namun justru 'menyatu' membentuk benda-benda langit yang berukuran lebih besar.
Dalam konteks ini bisa disebut pula, bahwa segala tabrakan antar benda-benda langit yang telah membentuk benda-benda langit berukuran relatif amat kecil, sebagai reruntuhan hasil tabrakan (komet, meteor, asteroid, debu antariksa, dsb), justru belum terjadi pada jaman ini (lebih tepatnya terbentuk pada jaman kestabilan di bawah).
Demikian pula halnya penjelasan atas bentuk hampir seluruh benda-benda langit berukuran relatif besar (satelit, planet, bintang, pusat galaksi, dsb), yang justru berupa bola bulat sempurna ataupun bola bulat agak lonjong sedikit (bukan berbentuk berupa bebatuan tak-beraturan, seperti komet, meteor dan asteroid). Karena pada jaman ini, hampir seluruh materi di permukaannya masih melebur dengan relatif amat panas, sehingga bentuknya masih mudah menyesuaikan diri dengan pengaruh gravitasi dan gerak rotasinya.
Pada akhirnya jumlah benda-benda langit ataupun jumlah tabrakan antar benda langit menjadi amat jauh berkurang, sampai pada tingkat yang amat minimal, walau ukurannya masing-masing juga makin besar. Hal ini mengakibatkan prosentase ruang antariksa yang 'kosong' menjadi amat besar (diperkirakan sekitar 95%).
Hal-hal di atas sekaligus membantah berbagai anggapan, seperti "berbagai benda langit yang berukuran relatif besar (satelit, planet, bintang, pusat galaksi, dsb), terutama terbentuk dari reruntuhan hasil tabrakan antar benda langit, ataupun dari debu sisa hasil ledakan Supernova". Padahal inti-pusat masing-masing benda-benda langit justru telah terbentuk jauh sebelumnya, sedang hasil tabrakan dan ledakan itu hanya memperbesar jumlah materi ataupun ukuran benda langitnya saja.
7. Jaman kestabilan (pembentukan formasi benda langit)
Bersamaan dengan makin berkurangnya tabrakan antar benda langit, khususnya yang berukuran relatif besar, maka pola pergerakan benda-benda langit juga makin stabil, sebagai hasil pengaruh interaksi medan gravitasi dan medan magnetnya, lebih utamanya terhadap benda langit pusat orbitnya masing-masing ataupun terhadap benda-benda langit lainnya di dekatnya. Hal ini tentunya juga makin memperjelas bentuk susunan, kelompok ataupun formasi benda-benda langit, menjadi sistem planet, sistem bintang, sistem galaksi dan berbagai sistem lainnya.
Tentunya jaman kestabilan ini seperti jaman-jaman lainnya juga bersifat relatif, tergantung kepada kelompok benda langit tertentu saja (sistem bintang, sistem galaksi, dsb). Karena ada kelompok benda langit yang bisa lebih 'cepat' mencapai jaman kestabilan ini, ada pula yang bisa lebih 'lambat' mencapainya.
Benda-benda langit makin berkumpul pada daerah keseimbangan medan magnet dari benda langit pusatnya masing-masing (daerah ekuatorialnya), sehingga bentuk sistem bintang, galaksi dan keseluruhan alam semesta, menjadi relatif lebih 'datar'.
Bersamaan itu pula interaksi medan gravitasi makin stabil dan seimbang, antar benda langit terdekat, ataupun antar tiap benda langit dengan benda langit pusat orbitnya. Hal ini menjadikan benda-benda langit memiliki jarak orbit tertentu, dari benda langit pusatnya masing-masing, sesuai dengan posisi awal, massa dan kecepatan geraknya. Namun ada pula benda-benda langit yang hanya 'melayang-layang' dalam daerah keseimbangan medan gravitasi antar benda langit di dekatnya (tanpa memiliki pola gerak orbit tertentu ataupun relatif tanpa memiliki pusat orbit). Hal yang seperti ini umumnya terjadi pada meteor, kelompok asteroid dan kelompok debu antariksa.
Tentunya sejalan dengan makin mendinginnya alam semesta, benda-benda langit yang berukuran relatif kecil (satelit, planet, dsb), juga tidak lagi berupa bola-bola api ataupun bola-bola yang amat panas, namun telah makin stabil dan berupa bola-bola padat dan dingin. Sedang benda-benda langit yang berukuran relatif besar (bintang, pusat galaksi, dsb), dengan tekanan gravitasinya yang memang relatif amat besar, justru masih berupa bola-bola api yang amat panas dan bersinar.
Di samping itu, hampir semua atom bebas dan debu di antariksa telah makin berkurang dan telah 'mengikuti' benda-benda langit terdekat, yang medan gravitasinya paling kuat berpengaruh terhadapnya, sehingga ukuran benda-benda langitnya masing-masing juga makin besar.
Selama proses perubahan pola pergerakan dan formasi benda-benda langit pada jaman ini untuk menuju ke keadaan stabilnya, tentunya masih ada pula tabrakan antar benda langit berukuran relatif besar (terutama antar planet dan satelit). Tabrakan seperti inilah yang pada dasarnya menimbulkan benda-benda langit berukuran relatif amat kecil, sebagai reruntuhan sisa hasil tabrakannya (komet, meteor, asteroid, debu antariksa, dsb).
Dan tentunya selain dengan planet dan satelit, tabrakan antar benda langit pada jaman ini juga terjadi dengan komet, meteor dan asteroid. Hal seperti inilah yang telah banyak memusnahkan kehidupan purba di Bumi. Namun jumlah keseluruhan tabrakan inipun makin lama makin jauh berkurang, sampai pada tingkat yang paling minimal.
Pada akhirnya pola pergerakan dan formasi benda-benda langit juga telah relatif menyerupai keadaan kestabilan pada sistim Tata surya ataupun sistim galaksi Bima sakti pada saat sekarang ini.
"Maha Suci Allah, Yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang, dan Dia menjadikan juga padanya, matahari dan bulan yang bercahaya." − (QS.25:61) dan (QS.15:16, QS.85:1).
"Maka Aku bersumpah, dengan Rabb Yang Mengatur, tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan dan bintang. Sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa." − (QS.70:40) dan (QS.56:75, QS.81:15-16, QS.53:1).
"Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan, untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi kaum yang memahami(nya)." − (QS.16:12) dan (QS.7:54, QS.22:18, QS.13:2, QS.14:33, QS.21:33, QS.36:37-38, QS.36:40, QS.55:5, QS.39:5, QS.31:29, QS.35:13).
"Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah, Yang Maha Perkasa, lagi Maha Mengetahui." − (QS.6:96) dan (QS.16:16, QS.10:5).
8. Jaman perluasan (ekspansi alam semesta)
Bagi sistim galaksi Bima sakti, 'saat sekarang' telah termasuk dalam jaman perluasan ini. Di mana benda-benda langit yang tidak bersinar, temperaturnya telah mencapai keadaan stabil, seperti keadaannya saat ini (relatif padat dan dingin). Sedang benda-benda langit yang bersinar (bintang, pusat galaksi, dsb), tentunya tetap terus memancarkan energi panas radiasi sinarnya ke daerah sekelilingnya, sebagai hasil dari reaksi fusi nuklir di permukaannya. Sehingga benda-benda langit yang bersinar itupun perlahan-lahan makin menurun ukuran, energi panas dan medan gravitasinya.
Hal ini akhirnya menjadikan jarak antara benda-benda langit terhadap benda langit pusat orbitnya masing-masing, juga perlahan-lahan makin saling menjauh (atau biasa disebut "alam semesta 'teramati' berekspansi makin meluas").
Pada jaman ini telah mulai terjadi 'Supernova', yang berupa ledakan amat besar pada setiap bintang yang telah 'hampir mati' (tidak ada lagi keadaan dan bahan bakar pemicu bagi terjadinya ledakan fusi nuklir secara alamiah, dari dan oleh sistem bintang itu sendiri). Supernova terjadi akibat dipicu oleh benda-benda langit lain di sekitarnya, termasuk sebagai hasil dari pergeseran perlahan-lahan lintasan benda-benda langit, akibat dari adanya perluasan atau ekspansi di atas.
Dan suatu Supernova sekaligus menandai akhir dari suatu bintang terkait, sebagai bintang normal seperti biasanya, untuk menjadi 'black hole' ataupun 'bintang neutron', yang bahan bakar nuklirnya relatif telah terbakar semuanya, secara 'sekaligus'. Sehingga Supernova pada awalnya terutama terjadi pada berbagai pusat galaksi dan bintang yang berukuran besar, karena massa, ukuran, tekanan dan temperaturnya memang amat sangat besar, sehingga relatif paling mudah menguapkan dan membakar semua bahan bakar nuklirnya.
Dan tentunya uraian di atas sekaligus membantah anggapan, bahwa perluasan atau ekspansi alam semesta dimulai dari suatu titik (bola yang amat sangat besar, panas dan padat), seperti halnya yang disebut pada teori 'big bang'.
Penting pula diketahui, bahwa pada tingkat pergeseran lintasan benda-benda langit yang telah cukup ekstrim, maka Bumi juga akan bisa relatif banyak bertabrakan yang menimbulkan ledakan hebat, ataupun dilintasi dengan relatif cukup dekat oleh benda langit lainnya, dari yang berukuran relatif besar sampai yang amat kecil. Sehingga pada saat seperti ini, Bumi juga akan bisa mencapai keadaan 'akhir jaman'.
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." − (QS.51:47).
"Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang, (sebagaimana) yang kamu lihat, …" − (QS.13:2).
"dan apabila (di Hari Kiamat) gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu," − (QS.77:10) dan (QS.81:3, QS.69:14).
"apabila (di Hari Kiamat) bumi diratakan," − (QS.84:3).
"Telah dekat (datangnya) saat itu (Hari Kiamat) dan telah terbelah bulan." − (QS.54:1).
"dan apabila (di Hari Kiamat) lautan dijadikan meluap," − (QS.82:3).
"dan apabila (di Hari Kiamat) lautan dipanaskan." − (QS.81:6).
9. Jaman 'supernova' (langit 'terbelah')
Jaman ini terjadi karena makin banyak benda-benda langit yang bersinar (terutama bintang-bintang dan quasar-quasar), yang telah berakhir segala keadaan dan bahan bakar pemicu bagi terjadinya ledakan fusi nuklir secara alamiah (disebut bintang 'mati'). Sekaligus jaman ini merupakan 'akhir jaman' bagi kehidupan makhluk pada planet-planet dalam sistem bintang terkait, yang tidak lagi bisa memancarkan energi panas sinarnya.
Seperti telah disinggung di atas, bersamaan dengan makin meluasnya alam semesta, maka ada pula sedikit pergeseran lintasan pergerakan benda-benda langit. Hal ini mengakibatkan banyak bintang 'mati' yang masih bisa berinteaksi dengan benda-benda langit lain di sekitarnya, dan menjadikan bintang 'mati' itu kembali bisa menghasilkan ledakan fusi nuklir, yang amat sangat besar (Supernova) ataupun ledakan lebih kecil (Nova). Dan Nova ataupun Supernova itupun biasanya menandai betul-betul berakhirnya suatu bintang (tidak bersinar lagi), lalu berubah menjadi 'black hole' ataupun 'bintang neutron'.
Namun ada anggapan yang cukup keliru tentang Supernova, karena Supernova dianggap bisa melahirkan benda-benda langit yang berukuran lebih kecil. Padahal suatu ledakan fusi nuklir (termasuk Supernova), justru tidak bisa menghancurkan atau memecah inti-pusat benda langitnya. Padahal ledakan seperti itu justru telah terjadi sebelumnya terus-menerus selama milyaran tahun, namun tidak menghancurkannya.
Sehingga Supernova bukanlah menyebarkan materi inti-pusat bagi pembentukan benda-benda langit baru. Namun Supernova hanya memancarkan atau menyebarkan materi-atom yang relatif jauh lebih ringan (partikel, debu dan gas), ke benda-benda langit yang telah ada sebelumnya, yang kebetulan melintas ataupun berada di dekat Supernova. Sehingga benda-benda langit inipun menjadi lebih aktif (terutama pada bintang-bintang), ataupun ukurannya menjadi makin besar.
Dan tentunya peristiwa Supernova makin jauh berkurang pula sampai pada tingkat paling minimal, sejalan dengan makin berkurangnya interaksi antar benda-benda langit, yang disertai dengan pancaran ataupun perpindahan materi.
Penting pula diketahui, bahwa pada saat bintang-bintang di dalam sistem galaksi Bima sakti telah banyak yang mengalami Supernova, maka pada berbagai saat, dari Bumi juga akan bisa terlihat langit yang seolah-olah terbelah, terpecah atau terbakar oleh ledakan hebat, serta relatif penuh dengan kabut dan debu.
"Dan (ingatlah) hari (Kiamat, ketika) langit pecah-belah mengeluarkan kabut, dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang." − (QS.25:25) dan (QS.73:18).
"Maka apabila (di Hari Kiamat) langit telah terbelah, dan menjadi merah mawar seperti (kilapan lampu) minyak." − (QS.55:37) dan (QS.77:9, QS.82:1, QS.84:1).
"dan terbelahlah langit, karena pada hari (Kiamat) itu langit menjadi lemah." − (QS.69:16).
"dan apabila (di Hari Kiamat) bintang-bintang telah berjatuhan," − (QS.81:2) dan (QS.82:2).
10. Jaman 'black hole ('kematian' benda langit)
Sejalan dengan makin berkurang pancaran ataupun perpindahan materi, dari suatu benda langit ke benda langit lainnya, maka semua benda langit makin tidak bersinar lagi. Sampai akhirnya makin banyak yang berubah menjadi 'black hole' ataupun 'bintang neutron'. Juga semua benda langit makin tidak lagi mengalami perubahan bentuk, massa dan ukurannya.
Hal ini benar-benar makin membentuk keseimbangan medan gravitasi dan medan magnet untuk yang terakhir kalinya, ke arah yang paling stabil. Dan sekaligus pula menandai akhir dari perluasan atau ekspansi keseluruhan alam semesta 'teramati'.
Pada jaman inilah segala benda langit telah memiliki pola pergerakan yang paling stabil. Hampir seluruh "energi awal alam semesta" telah berubah menjadi energi kinetik, energi medan gravitasi dan medan magnet pada seluruh benda langit, yang juga telah paling stabil. Kalaupun masih ada energi panas, hal ini hanya terjadi dalam perut benda-benda langit di sekitar bagian inti-pusatnya, serta telah berupa sesuatu siklus yang berulang-ulang relatif tanpa akhir (siklus tekanan, temperatur dan aliran perputaran materi dalam perut benda langit).
"(Yaitu) pada hari (Kiamat) Kami menggulung langit sebagai (seperti) menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama (alam semesta), begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya." − (QS.21:104).
"Apabila (di Hari Kiamat) matahari telah digulung," − (QS.81:1).
11. Jaman kegelap ('kematian' alam semesta)
Pada jaman ini siklus tekanan, temperatur dan aliran perputaran materi dalam perut benda-benda langit telah relatif berhenti, karena telah mendinginnya keseluruhan alam semesta, atau isi perut benda-benda langit telah membeku seluruhnya, walau relatif tetap cukup hangat. Sedang di bagian permukaan benda-benda langit, seluruhnya telah relatif dingin membeku pada tingkat temperatur yang paling minimal (walau temperaturnya masih tetap di atas suhu nol mutlak sebenarnya).
"Energi awal alam semesta" yang awalnya seluruhnya berupa energi panas, relatif telah berubah sepenuhnya menjadi energi kinetik, energi medan gravitasi dan medan magnet pada seluruh benda langit. Seluruh alam semesta juga telah berakhir, pada keadaan yang amat sangat gelap, dingin dan berjalan dengan amat sangat stabil.
Hal yang amat penting lainnya, kehidupan lahiriah-fisik-duniawi segala zat makhluk-Nya (nyata dan gaib), telah benar-benar berakhir. Dan seluruhnya hidup di alam arwah atau alam ruh yang bersifat kekal dan gaib, sesuai tugas-amanatnya yang telah diberikan-Nya dan sekaligus sesuai amal-perbuatannya masing-masing.
"dan apabila (di Hari Kiamat) langit telah dilenyapkan," − (QS.81:11).
"Maka apabila (di Hari Kiamat) bintang-bintang telah dihapuskan," − (QS.77:8).
"dan apabila (di Hari Kiamat) bulan telah hilang cahayanya," dan "dan matahari dan bulan dikumpulkan (sama-sama berada dalam kegelapan)," – (QS.75:8-9).
12. Jaman kehancuran ("jika dikehendaki-Nya")
Sekali lagi "jika dikehendaki-Nya", Allah Yang Maha kuasa bisa pula menghancurkan atau memusnahkan seluruh alam semesta dan segala isinya ini (termasuk segala zat ruh makhluk-Nya). Namun di dalam kitab suci Al-Qur'an telah dijanjikan-Nya, bahwa segala zat ruh makhluk-Nya akan hidup kekal di alam akhiratnya masing-masing (atau di alam batiniah ruhnya). Maka seluruh alam semesta dan segala zat ruh makhluk-Nya di dalamnya justru tidak dihancurkan-Nya. Hal yang dihancurkan-Nya hanyalah segala kehidupan lahiriah-fisik-duniawi dari segala zat makhluk-Nya.
Dan tentunya hal ini bisa terjadi, karena tiap zat ruh memang hanya memerlukan energi yang amat sangat sedikit saja. Sehingga segala zat ruh tetap bisa hidup dalam keadaan tingkat energi yang paling minimal sekalipun di alam semesta.
"Kami tidak menjadikan hidup (di dunia akan dapat) abadi, bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad). Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?." − (QS.21:34).
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu, dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan." − (QS.21:35) dan (QS.29:57).
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya, pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." − (QS.3:185).
"Pada hari (Kiamat) ini tiap-tiap jiwa diberi balasan, dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya." − (QS.40:17) dan (QS.39:70, QS.82:5, QS.81:14).
"Dan orang-orang yang beriman, serta beramal shaleh, mereka itu penghuni surga, dan mereka kekal (tinggal) di dalamnya." − (QS.2:82) dan (QS.2:25, QS.3:15, QS.3:107, QS.3:136, …)
"dan sesungguhnya, kamu (Adam) tidak akan merasa dahaga, dan tidak (pula) akan ditimpa panas (teriknya sinar) matahari di dalamnya (Surga)'." − (QS.20:119) dan (QS.76:13).
Wallahu a'lam bishawwab. Hanya kepada Allah Yang Maha mengetahui dan Maha menentukan, tempat segala sesuatu urusan dikembalikan.
Catatan atas tahapan proses penciptaan
Teori 'big light' adalah kelanjutan ataupun hasil usaha pengembangan lebih detail pada buku ini, atas konsep kosmologi Islam yang disebut dalam kitab suci Al-Qur'an. Terutama karena tahapan proses penciptaan alam semesta dalam kitab suci Al-Qur'an, memang tidak disebut secara relatif lengkap, mengalir, runut atau terurut seperti di atas.
Pengembangan ini dilakukan dengan konsisten mengikuti hukum-hukum alam (sunatullah pada aspek lahiriah), yang telah dikenal oleh umat manusia dan telah terbukti cukup lama. Dan sama sekali tidak memakai berbagai teori ataupun konsep, yang justru belum terbukti dan masih amat misterius, seperti halnya pada berbagai teori tentang 'big bang', antara-lain: 'energi gelap', 'materi gelap', 'materi yang hilang', 'inflasi', 'energi vakum', dsb.
Penting diketahui, bahwa semua tahapan proses penciptaan di atas hanyalah ditinjau secara umum, atau ditinjau dari suatu kelompok benda langit tertentu, misalnya atas sistem galaksi Bima sakti ataupun sistem Tata surya tempat manusia berada. Sedang pada sistem galaksi ataupun sistem bintang lainnya, justru bisa mengalami proses yang lebih cepat ataupun lebih lambat, daripada sistem galaksi Bima sakti ataupun sistem Tata surya.
Misalnya saat sekarang ini, ada sistem-sistem galaksi yang baru mengalami proses-proses awal pembentukannya, dan ada pula sistem-sistem galaksi yang sedang mengalami proses-proses akhir menuju 'kematiannya'.
Juga semua tahapan proses penciptaan pada dasarnya tidak terkotak-kotak atau terpisah-pisah dengan tegas, mengikuti urutan di atas, namun hampir semua tahapan prosesnya justru saling bersinggungan ataupun saling terkait. Sehingga suatu tahapan proses tertentu bisa berawal pada tahapan sebelumnya, ataupun bisa berakhir pada tahapan berikutnya. Dan pentahapan ini hanya untuk menunjukkan fokus paling utama kejadiannya, serta kebanyakan uraiannya masih ditinjau dengan sudut pandang dari Bumi.
Perbandingan antara teori 'big bang' dan teori 'big light'
Sekali lagi, teori 'big light' ("sinar alam semesta") adalah suatu kelanjutan ataupun hasil usaha pengembangan yang lebih detail dalam pemahaman pada buku ini, atas konsep kosmologi (konsep penciptaan alam semesta), yang disebut dalam kitab suci Al-Qur'an. Sedang teori 'big bang' ("ledakan atau dentuman besar") adalah konsep kosmologi dari para ilmuwan barat, yang telah dikenal dan dipakai amat luas.
Agar bisa lebih jelas tampak, atas perbedaan konsep kosmologi menurut teori 'big bang' dan teori 'big light', maka pada tabel-tabel berikut diungkap secara sederhana dan ringkas, tentang urutan tahapan proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big bang' dan berbagai perbedaan antara kedua teori pada berbagai aspeknya.
Proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big bang'
("ledakan atau dentuman besar")
Keadaan sebelum penciptaan
Belum terjawab cukup jelas tentang keadaan 'sebelum' dan 'saat paling awal' (detik-detik pertama) penciptaan alam semesta, atau belum ada konsensus antar para penganut teori 'big bang' atas hal ini. Terutama karena ada yang menganggap umur alam semesta 'berhingga' (fana) dan ada pula yang menganggap 'tak-berhingga' (kekal).
Tentunya bagi para penganut teori 'big bang' yang menganggap umur alam semesta 'tak-berhingga' (kekal), maka keadaan sebelum 'big bang' dianggap hanya keadaan akhir dari kejadian 'big bang' sebelumnya. Dan 'big bang' dianggap sebagai siklus yang terjadi terus-menerus, atau alam semesta dianggap tanpa awal dan tanpa akhir.
Namun saat ini, kebanyakan para kosmolog penganut teori 'big bang' justru menganggap umur alam semesta 'berhingga' (fana).
Tahapan proses penciptaan
(poin 2 s/d 15 di bawah ini, dirangkum dari "History of the Universe" pada http://www.pbs.org/wgbh/nova/origins/universe.html).
1. Kejadian 'big bang'
'Ledakan' yang amat sangat hebat (lebih tepatnya proses percepatan pengembangan alam semesta secara amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial), atas suatu bola yang amat sangat besar, panas dan padat, yang meliputi segala materi penyusun keseluruhan alam semesta.
2. Kejadian 1 x 10-36 detik setelah 'big bang'.
Alam semesta dimulai dari amat banyak jumlah ledakan, yang mengekspansi ruang dan waktu, dan dihasilkan segala materi dan energi di alam semesta.
Hal tepatnya yang telah memicu ekspansi amat cepat ini, masih misterius. Para astronom meyakininya sebagai peranan proses 'inflasi' (pemompaan), oleh suatu jenis energi khusus yang bisa berada di dalam ruang vakum ('energi vakum'), yang termobilisasi amat cepat. Inflasi meluas hanya bisa berakhir, setelah energi itu telah berubah menjadi segala jenis materi dan energi yang biasa dikenal saat ini.
3. Keadaan tingkat energi amat tinggi, kejadian 1 detik setelah 'big bang'.
Setelah inflasi berakhir, dalam seper sekian detik pertama alam semesta terus meluas, namun kurang begitu cepat lagi. Karena sambil mendinginnya alam semesta, gaya-gaya paling dasar di alam mulai muncul: pertama gravitasi, lalu gaya kuat, yang saling mengikat inti-pusat atom-atom, diikuti oleh gaya lemah dan gaya elektromagnetik. Dalam detik pertama keberadaannya alam semesta tersusun dari partikel-partikel dasar, termasuk quark, elektron, photon dan neutrino. Proton dan neutron lalu mulai terbentuk.
4. Pembentukan elemen-elemen dasar, kejadian 3 menit setelah 'big bang'.
Dalam beberapa menit berikutnya, alam semesta mulai terbentuk. Dengan jumlahnya yang tak-terhitung, proton dan neutron bersama-sama membentuk inti-pusat dari elemen-elemen sederhana. Di mana alam semesta yang sebagian besarnya masih tersusun dari elemen-elemen ini – Hidrogen dan Helium − juga dianggap sebagai bukti amat kuat atas validasi model 'big bang'.
5. Pendinginan alam semesta, kejadian 5 x 105 tahun setelah 'big bang'.
Untuk 300,000 s/d 500,000 tahun berikutnya ataupun lebih, alam semesta masih berupa suatu kabut besar dari gas panas yang sedang berekspansi. Ketika kabut gas ini telah mendingin sampai pada tingkat suhu kritis tertentu, elektron-elektron bisa bergabung dengan inti-pusat Hidrogen dan Helium. Photon-photon juga tidak begitu berserakan lagi, tetapi masih amat mudah keluar dari atom-atom.
Photon-photon yang teremisi masih terlihat pada saat itu, tetapi waktu dan ruang telah mengubahnya ke panjang gelombang mikro. Saat ini, radiasi gelombang mikro latar kosmik itu memberi pandangan bagi para astronom ke masa awal alam semesta.
6. Kelahiran bintang dan galaksi, kejadian 1 x 109 tahun setelah 'big bang'.
Sambil berjalannya waktu, gaya tarikan gravitasi mulai berperan pada saat awal alam semesta. Hal ini berakibat pada ketidak-teraturan kerapatan gas purba. Bahkan walau keseluruhan alam semesta terus berekspansi, kantung-kantung gas terus makin padat atau tebal. Bintang-bintang berawal dari kantung-kantung gas ini.
Kelompok-kelompok bintang lalu membentuk galaksi-galaksi paling awal. Teleskop modern bisa mendeteksi galaksi-galaksi purba ini, sebagaimana kemunculannya saat alam semesta masih berumur hanya semilyar tahun, atau hanya 7% dari umurnya saat sekarang ini.
7. Jaman quasar, kejadian 3 x 109 tahun setelah 'big bang'.
Dari 1 s/d 3 milyar tahun setelah 'big bang', banyak galaksi kecil yang menyatu menjadi galaksi yang lebih besar, membentuk kumpulan bintang yang menyerupai spiral dan bulatan (dikenal sebagai galaksi eliptis). Seringkali penyatuan itu amat hebat, dimana bintang-bintang dan gas termampatkan ke suatu pusat bersama, serta menjadikannya begitu padat dan membentuk 'black hole' raksasa.
Gas yang mengalir ke dalam 'black hole' ini menjadi amat panas untuk bisa bersinar dengan terang, sebelum sinarnya menghilang. Sinar dari 'quasar−quasar' ini bisa terlihat di sepanjang kedalaman alam semesta.
8. Awal terjadinya Supernova, kejadian 6 x 109 tahun setelah 'big bang'.
Dalam galaksi-galaksi, bersama dengan kelahiran bintang-bintangnya, juga ada bintang-bintang lainnya yang berakhir, yang seringnya melalui ledakan amat besar. Ledakan-ledakan seperti ini disebut 'supernova', yang penting bagi evolusi galaksi-galaksi, karena bisa menyebarkan semua elemen umum ke ruang antariksa, seperti: Oksigen, Karbon, Nitrogen, Kalsium dan Besi. Khususnya ledakan-ledakan pada bintang-bintang besar, juga membentuk dan menyebarkan elemen elemen yang lebih berat, seperti: Emas, Perak, Timah dan Uranium.
Supernova yang digambarkan di samping adalah supernova yang bertipe kecil, yang dimanfaatkan oleh para astronom untuk menentukan jarak. Supernova ini bisa tampak pada saat sekarang, sebagaimana terlihat pada saat alam semesta masih berumur sekitar 5 milyar tahun.
9. Kelahiran Matahari, kejadian 5 x 109 tahun sebelum saat ini.
Matahari terbentuk dalam suatu kabut gas pada lengan spiralnya galaksi 'Bima sakti'. Suatu piringan yang penuh dengan gas dan debu, yang menyelimuti bintang baru ini, termampatkan menjadi berbagai planet, bulan dan asteroid.
Pada gambar di samping dari Teleskop Hubble, ditunjukkan suatu bintang yang sedang terlahir. Pancaran radiasi yang amat kuat yang keluar dari kutub-kutubnya, menerangi lingkungan di sekitarnya.
10. Tabrakan antar galaksi, kejadian 3 x 109 tahun ke depan.
Para astronom memperkirakan, bahwa dalam waktu sekitar 3 milyar tahun lagi, galaksi 'Bima sakti' akan tertelan oleh salah-satu dari tetangga terdekatnya, yaitu galaksi besar bernama Andromeda, yang berjarak 2.2 juta tahun cahaya. Tergantung prosesnya, kedua galaksi ini bisa menyatu menjadi suatu galaksi yang amat besar, atau tetap terpisah, yang bisa menjadikan jutaan bintang seperti Matahari terlempar ke dalam ruang antariksa. Suatu tabrakan besar yang meliputi 4 galaksi, yang berjarak 300 juta tahun cahaya, digambarkan di samping.
11. Galaksi lenyap, kejadian 1 x 1011 tahun ke depan.
Jika benar hasil pengamatan masa kini tentang percepatan kosmik, lalu "energi vakum" yang muncul di alam semesta akan terus melampaui gaya tarik gravitasi dari materi. Hal ini berarti, bahwa di masa depan, gravitasi yang mengikat sekumpulan galaksi akan bertahan, tetapi galaksi-galaksi secara umum akan melayang terpisah jauh makin cepat. Segera pula para tetangga terdekat yang tidak saling terikat gravitasinya, akan menjauh sampai tak-terlihat lagi, bahkan dengan teleskop besar. Tetapi kejadian ini terlalu jauh ke masa depan, dimana masih akan cukup lama waktu sejak meledaknya Matahari, dan sekaligus pula berakhirnya Bumi.
12. Jaman bntang berakhir, kejadian 1 x 1012 tahun ke depan.
Selama jaman ini, yang terjadi antara 100 milyar tahun sampai satu triliun tahun setelah 'big bang' (dan termasuk pula jaman saat ini), sebagian besar energi yang ada di alam semesta akan berbentuk pembakaran gas hidrogen, ataupun elemen-elemen lainnya dalam inti-pusat bintang-bintang. Periode panjang ini akan memulai suatu langkah yang lebih panjang lagi, untuk menuju kematian alam semesta.
13. Jaman degenerasi, kejadian 1 x 1037 tahun ke depan.
Jaman ini berada pada 10 triliun triliun tahun setelah 'big bang'. Sebagian besar materi yang terlihat saat ini di alam semesta, akan terkumpul pada bintang-bintang, yang meleleh dan runtuh menjadi berbagai 'black hole' dan 'bintang netron', atau ia akan tetap berupa berbagai bintang kecil berwarna coklat dan planet, yang tidak pernah bisa memicu reaksi fusi nuklir, atau berupa berbagai bintang yang melemah menjadi bintang kecil berwarna putih. Dengan bintang-bintang yang tidak lagi aktif menyala atau meledak, energi pada jaman ini timbul dari peluruhan proton dan kehancuran partikel.
14. Jaman 'black hole', kejadian 1 x 10100 tahun ke depan.
Jaman ini menjangkau sampai 10 ribu triliun triliun triliun triliun triliun triliun triliun triliun tahun setelah 'big bang'. Setelah jaman peluruhan proton, benda langit yang tersisa yang menyerupai bintang hanyalah 'black hole', dengan amat bervariasi beratnya. Energinyapun tetap terus-menerus teruapi (terevaporasi).
15. Jaman kegelapan, kejadian lebih dari 1 x 10100
tahun ke depan.
Pada tingkat terakhir ini, proton-proton telah habis meluruh, dan 'black hole-black hole' telah sempurna teruapi (terevaporasi). Hasil-hasil proses berikutnya yang masih tersisa: kebanyakan hanya berupa neutrino, elektron, positron dan photon dalam berbagai panjang gelombangnya. Untuk segala maksud dan fungsinya, alam semesta yang dikenal saat ini akan mendekati masa akhirnya.
Catatan atas tahapan proses penciptaan
Gambar-gambar di atas kebanyakan hanya contoh 'rekaan', dari hasil simulasi model matematis. Hanya sebagian kecil yang berupa gambar fakta-kenyataan yang sebenarnya. Namun hal inipun hanya hasil analogi sederhana bagi kejadian yang lebih luas dan umum (kejadian penciptaan alam semesta), begitu pula halnya dengan angka-angka tahunnya.
Sehingga gambar dan angka itu bukan merupakan bukti-bukti atas kebenaran tentang 'big bang' dan keseluruhan teori yang mendasarinya. Walau sebagian dari teori tentang 'big bang' dan tahapan prosesnya, ada pula yang relatif sesuai dengan teori 'big light'.
Penting diketahui dan di luar dugaan di sini, ternyata semua tahapan proses penciptaaan di atas relatif amat berbeda daripada konsep awal teori 'big bang', dari salah-satu penggagas pertamanya, Georges Lemaître (pendeta katolik dari Belgia), yang menyatakan seperti "asal usul alam semesta dimulai dari ledakan atas suatu 'atom purba' yang super besar, padat dan panas. Lalu alam semesta mengembang sampai pada suatu saat tertentu dimana proses pengembangannya berhenti. Lalu alam semesta kembali mengerut sampai pada suatu saat tertentu dimana seluruh massa penyusun alam semesta kembali menjadi suatu 'atom purba', serupa bentuk awalnya semula. Dan tentunya siklus 'big bang' bisa terjadi berulang-ulang tanpa akhir (kekal)".
Hal ini cukup menunjukkan, bahwa teori 'big bang' telah mengalami berbagai perbaikan dan penyesuaian, dari sejak awal dikemukakannya sampai saat ini. Namun begitu justru tetap masih banyak persoalan yang belum bisa terjawab tuntas melalui teori 'big bang'.
Dari uraian-uraian di atas, termasuk pula pada tahapan proses penciptaan alam semesta, telah bisa tampak adanya perbedaan antara teori 'big bang' dan teori 'big light'. Namun agar tampak lebih jelas dan sistematis, maka pada tabel berikut diungkap lebih jauh perbedaannya, menurut berbagai aspek pembandingnya.
Kesimpulan perbandingan antara teori 'big bang'
dan teori 'big light'
✿ Pembanding
a. Keadaan sebelum pembentukan atau penciptaan alam semesta.
b. Bentuk akhir alam semesta.
c. Teori-teori pendukung.
d. Keberadaan 'pusat alam semesta', sebagai 'pengikat' segala benda langit.
e. Adanya proses ekspansi alam semesta (proses pengembangan luas).
f. Laju ekspansi awal 'kritis' (laju pengembangan luas).
g. Percepatan ekspansi alam semesta.
h. Umur alam semesta.
i. Pergerakan galaksi-galaksi.
j. Amat berlimpahnya elemen-elemen purba di alam semesta (gas Hidrogen dan Helium).
k. Adanya radiasi gelombang mikro latar kosmik yang merata.
l. Proses evolusi dan distribusi galaksi ataupun benda-benda langit.
m. Sifat alam semesta yang 'homogen' (relatif seragam) dan 'isotropi' (relatif merata) di seluruh tempat.
n. Keberadaan singularitas pada proses pembentukan atau penciptaan alam semesta
o. Penjelasan dan peranan 'ruh', serta penjelasan tentang kehidupan.
p. Keberadaan peranan Tuhan.
q. -
✿ Teori 'big bang'
a. Belum cukup jelas. Namun bagi sebagian penganut teori 'big bang' yang menganggap alam semesta ini 'kekal', maka keadaan sebelum pembentukannya, tentunya berupa keadaan akhir dari siklus 'big bang' sebelumnya. Juga barangkali alam semesta dianggap tanpa ada Penciptanya.
b. Bentuk awal alam semesta.
Suatu bola yang amat sangat besar, padat dan panas. Lalu beberapa lama kemudian diikuti oleh terbentuknya kabut atau asap, pada lokasi di sekitar tempat terjadinya embrio galaksi-galaksi, yang terpancar atau mengembang saat 'big bang'.
Namun proses perubahan dari bola yang amat sangat besar, padat dan panas, menjadi kabut atau asap yang terdiri dari partikel-partikel yang amat sangat kecil (termasuk partikel sub-atom), justru sangat diragukan kejadiannya. Juga amat diragukan proses pembentukan materi inti-pusat bagi segala benda langit.
c. Jaman 'black hole', yang diikuti oleh jaman kegelapan. Namun belum jelas, apakah hal ini sekaligus menandai keadaan terakhir dari alam semesta, ataukah diikuti oleh siklus 'big bang' yang berikutnya. Begitu pula, ada berbagai keraguan atas keadaan dan kejadian pada jaman kegelapan itu, terutama karena ekspansi alam semesta dianggap tetap terus berlangsung.
d. Didukung oleh berbagai konsep atau teori yang masih misterius, seperti 'energi gelap' (energi penembus segala ruang dan pengekspansi alam semesta); 'materi gelap' (materi penyebab gravitasi); 'materi yang hilang' (zat anti-materi); 'inflasi' (ekspansi amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial di awal pembentukan alam semesta); 'energi vakum' (energi yang ada dalam ruang, walau tanpa ada materi di dalamnya); dsb.
e. Tidak pernah disebut ataupun dijelaskan, tentang keberadaan 'pusat alam semesta'. Bahkan ekspansi alam semesta dianggap bisa berlangsung selamanya (segala benda langit dianggap tidak terikat oleh suatu pusat bersama).
f. Proses pengembangan luas alam semesta mengalami 'percepatan' dan berlangsung 'selamanya', dimulai secara amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial (proses inflasi), sejak awal pembentukannya, dari suatu bola yang amat sangat besar, panas dan padat (titik pusat 'big bang'). Percepatan itu dianggap disebabkan oleh 'energi vakum' atau 'energi gelap', karena dianggap bisa menimbulkan tekanan negatif (atau berlawanan arah dari gravitasi), yang mendorong materi dari ruang vakum 'di belakangnya'. Dan 'energi vakum' dianggap bisa berada atau menjalar dalam ruang vakum (tanpa ada materi di dalamnya). Padahal segala jenis energi mustahil ada, tanpa adanya materi dan interaksi antar materi.
g. Pada awal 'big bang' pasti diperlukan ada laju 'kritis' pengembangan luasnya, agar alam semesta bisa terbentuk seperti saat ini. Jika pengembangan sedikit berada di bawah laju 'kritis' itu, maka alam semesta akan hancur bertubrukan ataupun runtuh menjadi bola raksasa kembali.
Sedang jika pengembangan sedikit berada di atas laju 'kritis' itu, maka segala galaksi akan lenyap dan saling terpisah di kedalaman alam semesta. Dan laju pengembangan luas saat ini tentunya telah berada jauh di atas laju 'kritis' awal itu, karena dianggap selamanya terus-menerus mengalami percepatan.
h. Kurang jelas, Pada awalnya alam semesta dianggap berekspansi pada laju ekspansi 'kritis', akibat adanya proses inflasi. Padahal laju ekspansi awal ini amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial (bahkan terjadi suatu singularitas). Lalu dianggap makin melambat akibat makin kuatnya peran gaya gravitasi dari benda-benda langit.
Dan akhirnya ekspansi alam semesta saat ini dianggap makin cepat kembali dan berlangsung selamanya, setelah peran gaya gravitasi juga mulai berkurang, relatif dibanding peran energi vakum.
i. Saat ini diperkirakan telah berumur sekitar 13,7 triliun tahun.
Hal ini dihitung berdasar laju pengembangan alam semesta yang mengikuti kurva tertentu, dari titik pusat 'big bang' (bola yang amat sangat besar, padat dan panas). Lalu kurva itu disesuaikan dengan laju pengembangan terakhir Matahari pada saat sekarang dan jarak Matahari ke pusat 'big bang'.
j. Galaksi-galaksi terjauh bisa saling menjauh pada kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya. Karena proses pengembangan luas alam semesta dianggap mengalami 'percepatan' dan bisa berlangsung 'selamanya'.
k. Belum cukup jelas, proses pembentukan dan penyebarannya.
Apakah suatu 'big bang' memang bisa menguraikan suatu bola yang amat sangat besar, panas dan padat, yang sebagiannya bisa berubah menjadi amat sangat banyak atom gas Hidrogen dan Helium (ataupun berupa partikel sub-atom terlebih dahulu). Sedang sebagiannya lagi tetap padat, sebagai embrio bagi galaksi-galaksi.
Padahal 'energi vakum' yang dianggap bisa menyebarkan dan menguraikan partikel (menjadi energi panas), justru amat diragukan keberadaannya.
l. Radiasi yang terjadi pada materi-materi, yang tersebar dari suatu titik (titik pusat 'big bang'), hampir pasti tidak akan merata. Bahkan radiasi akibat adanya 'energi vakum' (jika ada), hanya terjadi pada daerah embrio galaksi-galaksi berada, namun tidak terjadi pada daerah-daerah lainnya (atau daerah vakum).
m. Belum cukup jelas, proses evolusi dan distribusinya. Karena dianggap, bahwa proses distribusi dimulai sejak awal 'big bang' (embrio galaksi-galaksi terpancar pada saat 'big bang'). Sedang benda-benda langit lainnya dianggap terbentuk dari kabut yang menyertai embrio galaksi tersebut (tiap benda langit dianggap berasal dari kabut yang 'runtuh', 'mampat' atau 'mengempis'). Namun masih amat diragukan apakah embrio galaksi memiliki cukup energi, untuk bisa membentuk materi penyusun inti-pusat bagi segala benda langit di dalamnya.
Juga amat diragukan adanya interaksi medan gravitasi antar embrio galaksi, karena tidak dijelaskan adanya materi pada medium antar embrio galaksi.
n. Penyebaran materi yang berasal dari suatu titik (titik pusat 'big bang') ke segala arah, amat diragukan bisa tersebar secara homogen (relatif seragam) dan isotropi (relatif merata). Dan pemenuhan atas sifat homogen dan isotropi itu, masih berupa pengakuan yang sepihak dari para penganut teori 'big bang', tanpa adanya berbagai penjelasan yang cukup memadai dan lengkap.
o. Terutama ada singularitas pada proses paling awal dan proses paling akhir pembentukan alam semesta. Singularitas ini terutama terkait dengan adanya proses 'inflasi' yang awalnya terjadi amat cepat, tiba-tiba dan eksponensial, lalu percepatan terjadi selamanya atau makin cepat.
p. Tidak ada. Padahal ruh-ruh (terutama ruh para malaikat) yang justru berperan menjalankan segala 'hukum alam (lahiriah)' ataupun 'sunatullah (lahiriah dan batiniah)'. Penciptaan kehidupan diduga hanya mengikuti teori evolusi.
q. Relatif diragukan, terutama lagi jika umur alam semesta dianggap 'tak-berhingga' (kekal). Bahkan jika umur alam semesta dianggap 'berhingga' (fana), peranan Tuhan juga diragukan, karena beberapa prosesnya justru tidak berlangsung alamiah, seperti halnya segala perbuatan Allah di alam semesta, melalui sunatullah.
✿ Teori 'big light'
a. Keadaan 'ketiadaan'. Sama sekali tidak ada sesuatupun 'zat' ciptaan-Nya (ruh dan materi) di alam semesta, ataupun di ruang tak-terbatas tempat alam semesta berada. Dan semata-mata hanya ada Zat Allah, Yang Maha Esa, Maha pencipta, Maha kekal dan Maha awal.
b. Suatu sinar yang amat sangat terang, putih dan panas, serta amat merata di seluruh alam semesta ('big light' atau 'sinar alam semesta'). 'Big light' ini awalnya bukan sinar tampak (hanya emisi materi-materi 'terkecil'), dan mulai berupa sinar tampak setelah terbentuknya photon. Paling terang tentunya saat puncak terjadinya emisi photon. Lalu beberapa lama kemudian setelah terbentuk segala atom, molekul dan butir inti-pusat bagi segala benda langit, berubah menjadi berupa kabut atau asap di seluruh alam semesta, yang juga relatif sangat terang, putih dan panas.
c. Jaman 'black hole', yang diikuti oleh jaman kegelapan. Hal ini sekaligus menandai keadaan terakhir dari alam semesta, dimana segala benda langit dalam bentuk, gerakan dan formasinya yang paling stabil (hanya dari saling interaksi medan gravitasi dan medan magnit). Serta ekspansi alam semesta dan transfer energi panas antar benda langit juga telah berakhir.
d. Hanya didukung oleh berbagai hukum alam yang relatif sederhana, serta telah terbukti dan telah lama dikenal oleh manusia. Sedang tidak dipakai konsep atau teori, seperti 'energi gelap', 'materi gelap', 'materi yang hilang', 'inflasi' dan 'energi vakum'. Dan hanya ada konsep 'materi terkecil', sebagai materi penyusun segala partikel sub-atom, sekaligus sebagai materi pembawa unit energi terkecil.
e. Ada 'pusat alam semesta' saat ini, yang terbentuk relatif jauh setelah saat paling awal penciptaan alam semesta. Dan 'pusat alam semesta' terbentuk dan relatif mulai aktif berfungsi, saat awal terjadinya formasi benda-benda langit.
f. Proses pengembangan luas pada awalnya mengikuti pergerakan acak partikel. Lalu lebih utamanya lagi terjadi ketika benda benda langit telah terbentuk, juga telah terbentuk kelompok dan formasinya. Lebih jelasnya, ketika pusat-pusat orbit benda langit (bintang, pusat galaksi, dsb) telah berkurang gaya gravitasinya, karena terus-menerus memancarkan energi radiasi.
Sehingga proses pengembangan bukan terpusat pada 'satu' titik, tetapi pada 'banyak' titik (pusat-pusat orbit benda langit), dan suatu saat pasti berhenti sejalan dengan selesainya pancaran ataupun perpindahan materi antar benda-benda langit (ukurannya relatif tidak lagi berubah-ubah). 'Energi vakum' mustahil ada di alam semesta.
g. Laju 'kritis' pengembangan luas alam semesta justru sama sekali tidak diperlukan. Karena pengembangan luas alam semesta 'teramati' justru berlangsung amat alamiah mengikuti interaksi medan gravitasi dan medan magnet, antar materi ataupun antar benda langit. Dan suatu saat, pengembangan luas alam semesta 'teramati' akan berhenti, saat ukuran segala benda langit telah tidak berubah-ubah (tidak ada lagi pancaran ataupun perpindahan materi), serta seluruhnya bergerak dengan amat sangat stabil, dan tetap dalam lingkup pengaruh gravitasi suatu 'pusat alam semesta'.
h. Alam semesta tidak pernah mengalami percepatan ekspansi, sebaliknya ekspansi alam semesta justru selalu mengalami perlambatan, sejalan dengan makin berkurangnya pancaran dan perpindahan materi antar benda langit, sekaligus makin banyaknya terbentuk bintang mati atau black hole (ukuran dan gaya gravitasi bintang-bintang makin berkurang).
Suatu saat nanti perlambatannya pasti akan berhenti (pada jaman kegelapan), dimana ukuran dan gerak revolusi segala benda langit telah paling stabil.
i. Saat ini diperkirakan telah berumur jauh lebih lama daripada 13,7 triliun tahun.
Karena pengembangan alam semesta, tidak mengikuti kurva yang 'sederhana', seperti 'big bang'. Di mana awal pengembangannya mengikuti pergerakan acak partikel (termasuk materi 'terkecil'), lalu disertai interaksi medan gravitasi antar benda langit.
j. Benda-benda yang berukuran relatif amat besar seperti galaksi, bintang, planet dan bahkan kerikil, mustahil bisa bergerak mendekati / melebihi kecepatan cahaya. Hanya partikel sub-atom yang bisa bergerak pada kecepatan cahaya.
k. Dari materi-materi 'terkecil' dan melalui tak-terhitung jumlah reaksi fusi nuklir, yang merata terjadi di seluruh tempat di alam semesta, bisa terbentuk segala partikel sub-atom, sampai menjadi segala jenis atom. Hal ini bisa terjadi saat tingkat energi panas masih amat sangat tinggi ('energi awal alam semesta') dan makin mendingin.
Sebagai atom yang paling sederhana, tentunya atom gas Hidrogen dan Helium juga paling banyak bisa terbentuk. Sedangkan makin kompleks atau berat atomnya, maka relatif makin sedikit pula bisa terbentuk.
l. Radiasi yang berasal dari tak-terhitung jumlah reaksi fusi nuklir, atas materi-materi yang tersebar merata di seluruh tempat di alam semesta, hampir pasti akan merata pula.
Dan radiasi hanya bisa terjadi, jika ada materi (ada emisi partikel dari reaksi pembelahan ataupun reaksi penggabungan materi-materi).
m. Proses evolusi dan distribusi pada dasarnya berlangsung amat alamiah mengikuti hasil interaksi medan gravitasi dan medan magnit antar setiap benda langit, dengan benda-benda langit di sekitarnya (termasuk 'pusat alam semesta'). Terutama setelah atom, molekul dan butir benda 'pusat' terbentuk, melalui tak-terhitung jumlah reaksi fusi nuklir, yang menyusun inti-pusat bagi segala benda langit, yang memiliki massa, gravitasi dan titik lebur yang amat sangat besar.
Dan sekumpulan amat besar kabut mustahil bisa runtuh atau mengempis untuk membentuk suatu benda langit, tanpa ada materi inti-pusat di dalamnya ataupun melintasinya, yang bisa mengumpulkan dan memampatkan materi-materi pada kabut tersebut.
n. Penyebaran materi secara homogen (relatif seragam) dan isotropi (relatif merata) bisa terpenuhi.
Karena seluruh materi pada awalnya memang tersebar merata di seluruh alam semesta (awalnya berupa materi-materi terkecil), lalu saling bertumbukan dan berreaksi membentuk materi-materi yang lebih besar, selama bergerak relatif amat cepat, bebas dan acak, akibat adanya 'energi alam semesta'.
o. Kalaupun ada singularitas, hanya tentang 'keberadaan' zat-zat ciptaan-Nya (proses paling awal).
Sedang sama-sekali tidak ada singularitas pada segala proses kejadian di alam semesta (segala proses berikutnya atas segala zat itu, setelah 'keberadaannya' atau setelah diciptakan-Nya).
p. Ruh sebagai elemen paling dasar pembentuk kehidupan tiap makhluk. Bahkan tiap ruh sebagai pengendali tiap benda mati, tempatnya masing-masing berada (tubuh wadahnya). Evolusi hanya sebagian amat kecil dari penciptaan.
q. Hanyalah Allah Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pencipta, Yang telah menciptakan alam semesta dan segala isinya ini. Bahkan tanpa sesuatupun peranan zat, selain Allah, dalam penciptaannya. Sedang para malaikat yang mengawal pelaksanaan sunatullah, pasti tunduk, patuh dan taat kepada segala perintah-Nya.
Teori 'big bang' amat disukai oleh umat Kristiani
Sangat kuat dugaan di sini, bahwa timbulnya teori 'big bang' ataupun teori-teori pendukungnya justru banyak pula dipengaruhi oleh paham 'materialisme'. Seperti pada anggapan, bahwa alam semesta ini bersifat 'kekal', atau bahwa segala proses di alam semesta ini seolah-olah bisa berlangsung otomatis dan berulang-ulang, tetapi juga 'tanpa akhir' (kekal, dan seolah-olah tanpa ada sesuatu yang mengaturnya). Baca pula berbagai uraian lebih lengkap di atas, tentang teori 'big bang', teori-teori terkait dan berbagai kelemahannya.
Padahal dalam ajaran agama Islam, keseluruhan alam semesta justru diciptakan dan diatur-Nya, dan segala sesuatu yang diciptakan-Nya pasti tidak bersifat kekal, seperti halnya Zat Allah sendiri, Yang Maha Kekal (kekekalan suatu zat ciptaan-Nya, pasti tetap mempunyai 'awal dan akhir', atau bukan kekal yang sebenarnya). Hanya Zat Allah Yang bersifat Maha Awal dan Maha Akhir (tanpa awal dan akhir).
Segala tindakan-Nya di dalam menciptakan segala sesuatu zat (melalui sunatullah atau Sunnah Allah), memang seolah-olah berlaku otomatis dan berulang-ulang pula, namun pastilah tetap berlaku sesuai dengan segala keadaan pada berbagai zat atau unsur yang digunakan dalam proses penciptaan. Sehingga segala proses penciptaan itu justru pasti memiliki 'keadaan awal' dan 'keadaan akhir', sesuai dengan sifat zat-zat penyusun pada tiap zat ciptaan-Nya (bukan 'tanpa akhir', dan justru pasti 'selalu terus-menerus diatur-Nya').
Juga sangat kuat dugaan di sini, bahwa teori 'big bang' itupun amat disukai dan rajin dipopulerkan oleh para umat Kristiani. Karena mereka menjadi lebih mudah bisa menjelaskan, tentang segala proses penciptaan di alam semesta ini, setelah Yesus Kristus atau nabi Isa as turun ke Bumi. Padahal Yesus Kristus atau Nabi Isa juga dianggap 'Logos' (Tuhan Anak).
Karena selama Tuhan Anak itu ( Yesus Kristus atau Nabi Isa ) masih berada di Bumi, ia mustahil bisa dianggap berperan sebagai Pencipta, yang semestinya diperankan oleh ALLAHU AKBAR. Sehingga dianggap amat perlu adanya teori-teori, tentang suatu proses penciptaan secara 'otomatis' (tetapi dibiarkan, ataupun tidak perlu selalu diatur), untuk bisa makin 'mendekatkan' jarak perbedaan dan hubungan antara ruh Tuhan Bapa, Ruhul kudus dan ruh Tuhan Anak ( Yesus Kristus atau Nabi Isa ), dalam konsep Trinitas. Bahkan paling ekstrimnya, apabila ketiganya dianggap sebagai suatu 'ruh yang sama'. Secara sederhananya, Ruhul kudus adalah ruh Tuhan Bapa yang turun ke dunia, tetapi belum memiliki tubuh, sedang ruh Tuhan Anak adalah Ruhul kudus yang telah memiliki tubuh.
Teori 'big bang' diperlukan, misalnya untuk bisa menghindari pertanyaan seperti "Kalaulah Nabi Isa memang anak ALLAH, sedikit-banyak mestinya ia juga memiliki berbagai kemampuan, dalam menciptakan suatu hal. Tetapi mengapa ia disebut bisa menghidupkan 'orang mati', padahal ia justru tidak bisa menghidupkan orang mati lainnya, yang telah lama dikuburkan?".
Maka apakah 'orang mati' yang bisa dihidupkan oleh Nabi Isa, sebenarnya hanya orang yang sedang pingsan, koma ataupun sekarat, yang dipulihkannya kesadarannya?. Karena amat mudah dimengerti, jika umat pada jaman dahulu (abad ke-1 masehi) masih beranggapan, bahwa orang yang telah terbujur kaku dan tidak sadarkan diri selama berjam-jam, telah benar-benar 'mati' (hampir mustahil disembuhkan). Sedang hanya Nabi Isa ketika itu yang diketahui memiliki pengetahuan dan kemampuan tertentu (mu'jizat), untuk bisa menyembuhkannya.
Pada ajaran agama Islam justru sama-sekali tidak ada terjadi kerumitan seperti itu. Karena umat Islam tidak menyembah ilah yang berwujud nyata-fisik-lahiriah, kecuali hanya menyembah Allah, Yang Maha Esa, Maha Pencipta, Maha Suci, Maha Mulia, Maha Gaib dan Maha Kekal. Karena segala sesuatu hal yang berwujud nyata-fisik-lahiriah, pasti bersifat 'fana' (sementara, temporer, atau sesuatu saat pasti akan musnah), serta pasti pula mengandung berbagai kehinaan, kekurangan ataupun keterbatasan. Dan tentunya 'Pencipta' mustahil bisa serupa ataupun setara dengan segala jenis 'ciptaannya'.
Bahkan 'agama-Nya yang lurus' (yang terakhir agama Islam), justru sama-sekali tidak tergantung kepada sejarah dari umat manusia (tetap 'serupa' dari nabi ke nabi, dari jaman ke jaman). Tentunya juga termasuk tidak tergantung kepada sejarah para nabi-Nya, yang 'hanya' sekedar sebagai pemberi 'contoh pemahaman dan pengamalan' atas 'agama-Nya yang lurus'. Karena agama-Nya yang lurus memang telah menyatu dengan segala kebenaran-Nya di alam semesta (yang bersifat mutlak dan kekal), dan disebut agama-Nya bagi seluruh alam semesta.
Walau para nabi-Nya bisa memiliki tingkat pemahaman yang relatif berbeda-beda atas 'agama-Nya yang lurus' ini. Namun tauhid mereka sama, yaitu "tiada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa", dari segala hasil pemahaman mereka dalam mengamati dan mempelajari segala kejadian di alam semesta ini (tanda-tanda kekuasaan-Nya).
Para nabi-Nya justru hanya 'manusia biasa', yang relatif paling sempurna bisa memahami dan mengamalkan berbagai kebenaran-Nya, dibandingkan seluruh manusia lainnya 'pada jamannya'. Juga ajaran agama Islam membenarkan para nabi-Nya terdahulu (sebelum nabi Muhammad saw), beserta ajaran-ajarannya (yang masih asli-murni).
Keadaan atas teori 'big bang' tersebut, juga amat serupa dengan teori 'Evolusi' Darwin, yang juga amat populer di kalangan penganut paham Materialisme ataupun penganut Kristiani. Sedang umat Islam semestinya tidak perlu terlalu menyakini kedua teori ini, karena ada mengandung unsur-unsur yang amat menyesatkan. Selain itu karena memang belum benar-benar jelas terbukti, masih bersifat teoretis, dan bahkan mengandung berbagai kelemahan (seperti diuraikan di atas).
Akhirnya terdapat perbedaan yang sangat penting pada proses penciptaan yang seolah-olah berlaku otomatis di atas, antara proses yang 'selalu' diatur-Nya dan proses yang 'tidak selalu' diatur-Nya. Proses penciptaan otomatis yang 'tidak selalu' diatur-Nya itu, justru mustahil bisa terjadi. Karena pada berbagai proses penciptaan tertentu justru ada peranan dan pengaruh pilihan setiap saatnya dari segala makhluk hidup (ada pula aspek-faktor yang bersifat 'dinamis' dalam prosesnya, dan tidak otomatis seperti 'robot', yang hanya bisa mengikuti berbagai aturan-prosedur 'statis' yang terakhir diprogram).
Sehingga Pencipta justru mestinya setiap saat bertindak untuk bisa mengatur segala sesuatu halnya, ketika sesuatu penciptaan sedang dilakukan-Nya. Bahkan Pencipta semestinya juga Maha Mengetahui, terutama tentang segala sesuatu zat dan segala keadaannya setiap saat, yang terkait dengan penciptaan itu.
Dan kombinasi yang amat unik, antara suatu hal yang berlaku 'otomatis' dan yang 'selalu diatur', yang justru hanya bisa terjadi jika dalam bertindak ataupun menciptakan sesuatu hal di alam semesta ini, Pencipta pasti selalu mengikuti sesuatu aturan yang telah diciptakan-Nya sendiri, yang justru bersifat 'mutlak' (pasti terjadi), 'kekal' (pasti konsisten) dan 'sempurna' (sesuai segala keadaan zat setiap saat). Aturan-Nya itulah yang biasa disebut pula sebagai sunatullah atau Sunnah Allah atau sifat Allah dalam berbuat di alam semesta ini.
Maka Tuhan Yang Maha Pencipta semestinya justru bersifat Maha Kuasa, Maha Kekal, Maha Sempurna, Maha Mengatur dan Maha Mengetahui, selain pula Maha Esa, Maha Suci, Maha Mulia, Maha Gaib, Maha Awal dan Maha Akhir yang telah disebut di atas. Seperti halnya sebagian dari sifat-sifat Allah, Tuhan-nya umat Islam dan Tuhan-nya keseluruhan alam semesta yang sesungguhnya. Dan tiada Tuhan (Yang memiliki sifat-sifat seperti ini), selain Allah.
Bahkan Allah Yang Maha Sempurna justru telah menciptakan seluruh alam semesta dan segala isinya, 'hanya' dengan menggunakan dua elemen paling dasar saja, yaitu: 'atom' (mati dan nyata) dan 'ruh' (hidup dan gaib), dengan berbagai jenis atau sifatnya masing-masing.
Penutup tentang awal penciptaan alam semesta
Dari berbagai uraian di atas bisa tampak, bahwa para ilmuwan barat dahulunya amat menganut paham 'materialisme' (misalnya alam semesta justru dianggap 'kekal', serta tanpa ada Penciptanya). Setelah anggapan ini sama sekali sulit terbukti dan banyak ditemui kelemahan, maka mereka berbondong-bondong mulai mengakui pula atas adanya penciptaan alam semesta ini oleh sesuatu kekuatan yang Maha besar (misalnya dari pengakuan mereka atas teori 'big bang').
Namun telah diuraikan di atas, bahwa teori 'big bang' itu masih mengandung berbagai kelemahan dan sekaligus kesesatan. Termasuk teori 'big bang' masih mengabaikan penjelasan tentang 'ruh', dan juga ada sebagian dari penganut teori 'big bang' masih menganggap alam semesta bersifat 'kekal'. Di samping tentunya karena teori 'big bang' masih mengandung konsep-teori yang misterius, belum terbukti atau amat meragukan. Dan proses-proses penciptaan alam semesta menurut teori 'big bang', ada pula yang berlangsung tidak secara 'alamiah'.
Tentunya teori 'big bang' juga relatif berbeda dari hal-hal yang disebutkan dalam Al-Qur'an, tentang saat paling awal penciptaan alam semesta, yang telah diciptakan-Nya dari sesuatu 'kabut alam semesta' (ataupun pengembangannya dari 'sinar alam semesta'), bukanlah dari benda amat sangat besar, panas dan padat. Karena itu tiap umat Islam mestinya bersikap jauh lebih kritis terhadap teori 'big bang' itu.
thank you very much
BalasHapusالموقع الأول
Angka Main Togel HK Hongkong Jitu
BalasHapus